Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PENELITI dari Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Saksi FH Unmul), Herdiansyah Hamzah mengatakan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perlu untuk mengatur persoalan aturan pencekalan yang tidak hanya terbatas pada terdakwa, namun juga saksi.
“Untuk perkara tindak pidana korupsi mestinya memang proses pencekalan tidak hanya untuk tersangka, tetapi untuk saksi juga. Coba bayangkan misalnya kalau seseorang yang meskipun kapasitasnya masih sekedar saksi, tetapi kemudian dia belum dilakukan tersangka artinya dia potensial melarikan diri ke luar negeri,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Kamis (17/7).
Herdiansyah memandang esensi pencekalan terhadap saksi berkaitan dengan proses penegakan hukum. Sebab ketika suatu saat yang bersangkutan dibutuhkan keterangannya melalui pemanggilan saksi oleh penyidik, tentu bisa segera dipenuhi secara efektif.
“Karena tidak ada upaya pencekalan itu kepada saksi, korupsi yang proses pendanganan perkaranya begitu sangat rumit, termasuk peluang bagi pelaku-pelaku korupsi melarikan diri ke luar negeri, mestinya memang sudah ada upaya hukum luar biasa. Termasuk salah satunya adalah pencekalan sejak saat proses penyelidikan atau saat masih sebatas saksi,” tukasnya.
Oleh sebab itu, kata dia mendorong agar DPR RI segera menghapus Pasal 84 huruf h dan reformulasi Pasal 133 dalam RUU KUHAP untuk tidak memberatkan tugas pemberantasan korupsi.
“Mengingat peluang atau potensi melarikan diri begitu sangat besar meskipun dia masih status saksi, coba bayangkan kalau kemudian dia lari ke luar negeri dalam status saksi, artinya tidak akan mungkin bisa ditemukan. Ada kerumitan yang kemudian akan dihadapi oleh aparat penegak hukum termasuk KPK untuk membongkar perkara-perkara korupsi,” tuturnya
Selain itu, Herdiansyah menepis pernyataan Wakil Menteri Hukum terkait aturan pencekalan tersebut yang dinilai hanya berlaku untuk tindak pidana umumnya, bukan tindak pidana korupsi. Menurutnya, hal ini justru menunjukkan adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam merumuskan regulasi.
“Ini seperti cherry picking atau pilah-pilih juga. Kenapa saya sebut pilah-pilih? Karena di KUHP baru sendiri juga ada klausul tentang tindak pidana korupsi di pasal A603 sampai A606. Artinya, kalau kemudian mau dipilah bahwa ketentuan itu hanya berlaku di undang-undang KPK, saya kira tidak juga begitu ya,” jelasnya.
“Toh di dalam KUHP diatur, kenapa di dalam KUHAP tidak diatur? Jadi mestinya juga diatur,” lanjut Herdiansyah.
Ia juga menegaskan bahwa pernyataan anggota Komisi III DPR RI bahwa pihak yang masih berstatus sebagai saksi tidak dicekal ke luar negeri karena alasan hak-hak saksi yang mesti dilindungi, ia justru hal ini sebagai kongkalikong untuk mengamankan diri.
“Jangan-jangan ini menjadi motif meletakkan diri ketika masih berstatus saksi. Kalau kemudian ada yang ngotot mengatur pencekalan hanya sebatas tersangka, tidak termasuk saksi, jangan-jangan ini adalah upaya untuk mendesain supaya peluang meletakkan diri bagi para calon-calon tersangka di kasus-kasus atau perkara korupsi itu bisa disisipkan di dalam rancangan KUHP,” pungkasnya. (Dev/M-3)
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
DPR RI menjadi salah satu institusi negara yang paling transparan sebab jalannya rapat-rapat disiarkan secara langsung sehingga bisa disaksikan oleh publik.
KETUA DPR Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak pernah ditutupi.
KPK menilai ada sejumlah aturan dalam RUU KUHAP yang bertentangan dengan kewenangannya. Fungsi penyadapan dan kewenangan penyelidik dilemahkan.
DPR dan Pemerintah akan tetap mempertimbangkan klausul terkait penguatan posisi dan perlindungan hukum bagi advokat meskipun banyak dikritik oleh berbagai kalangan.
Korupsi terkait komoditas timah di Indonesia telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Beberapa terdakwa mendapatkan vonis yang lebih ringan
Tersangka maupun terdakwa kasus korupsi tetap akan diproses hukum meski mengembalikan hasil korupsinya.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) memaparkan ada puluhan terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lepas oleh pengadilan tingkat pertama sepanjang 2023.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun dan dua tahun bui.
Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon, 16, dan Muhammad Rizky alias Eky, 16, segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved