Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Pakar Pertanyakan Hasil Kerja Satgas TPPU

Media Indonesia
28/1/2024 23:50
Pakar Pertanyakan Hasil Kerja Satgas TPPU
Ilustrasi(Dok MI)

MASA tugas Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) yang dikomandani oleh Mahfud MD selesai pada akhir tahun kemarin.

Selama bekerja delapan bulan, Satgas TPPU telah melakukan supervisi atas laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), termasuk dugaan pencucian uang dengan nilai agregat Rp349 triliun.

Baca juga: Azis Syamsuddin Kembali Diperiksa KPK Terkait TPPU dan Suap Eks Bupati Kukar

Namun, sejumlah pihak justru mempertanyakan kinerja Satgas TPPU yang belum optimal.

Kurangnya transparansi dan lambannya penindakan hukum lebih lanjut atas pihak-pihak yang diduga terlibat dari sederet kasus itu, menjadi masalah yang segera dituntaskan.

Padahal dengan kewenangan supervisi yang dimiliki, seharusnya bisa menjadi cambuk untuk mempercepat penuntasan kasus.

"Kinerja dan capaian serta gunanya dibentuk Satgas TPPU harus dipertanyakan. Kenapa kasus-kasus korupsi PT Antam, jual beli emas dengan modus penyalahgunaan kewenangan, tidak segera dituntaskan. Apalagi kerugian negara mencapai triliunan rupiah," ungkap Pakar TPPU Yenti Garnasih.

Baca juga: KPK Pelajari Kabar Kepala PPATK Tak Jujur Isi LHKPN

Pencucian uang, jelasnya, bukan kasus yang bisa dipandang sebelah mata, apalagi telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah.

"Kalau benar Satgas TPPU tidak bicara TPPU, tentu saja aneh dan harus dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara tanggung gugat (check and balances). Masyarakat harus tahu apa saja hasil capaian pembentukan Satgas, jangan juga hanya sebagai kegiatan yang menghamburkan anggaran negara," papar Yenti.

Kerugian yang diderita negara, tegas Yenti, harus bisa dilacak dalam bentuk apapun, baik uang maupun aset di manapun berasa dan pada siapa saja yang terlibat.

"Kejahatan terkait komoditi emas, penyelundupan (kejahatan kepabeanan) itu begitu besar menimbulkan kerugian negara. Artinya hasil kejahatan itu mengalir entah ke mana, kepada siapa dan bermuara di siapa? Sudah sekian lama jadi pasti sudah terjadi TPPU," ungkapnya.

Dengan diterapkannya TPPU, maka seharusnya penyidikan sudah dalam dua tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi dan TPPU

Seharusnya tersangkanya bukan hanya terkait dengan Korupsi tapi juga TPPU, baik aktif yang mengalirkan hasil kejahatan maupun yang menerima hasil kejahatan," tutur Yenti.

Sementara itu, pakar hukum daru Universitas Muhammadiyah, Chairul Huda menilai Satgas TPPU ini dibentuk karena kurangnya sinergi antara PPATK dengan institusi penegak hukum

"Dalam pemahaman saya, Satgas TPPU hanya menjembatani antara tugas PPATK dan penegak hukum, di mana terkesan banyak hasil pemeriksaan PPATK seperti tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum (Polisi, Kejaksaan atau KPK)," ujarnya.

Bahkan, dirinya menyebut kinerja penegak hukum buruk dalam merespon dan menindaklanjuti temuan-temuan PPATK. "Kinerjanya belum kelihatan dalam menindaklanjuti temuan PPATK ataupun satgas TPPU," ujar Huda.

Karenanya, dirinya berharap Kejaksaan dan bea cukai dapat menindaklanjuti kasus komoditi emas hingga tuntas agar ada kepastian hukum dan menutup celah tawar menawar. Terlebih saat ini di tahun Pemilu.

"Jadi masalahnya bukan di Satgas TPPU, tetapi di APH yang lemah, boleh jadi kalau diproses mengenai kelompok tertentu,"pungkasnya. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya