Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PAKAR hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan MK soal syarat capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, masih menimbulkan masalah.
"Ini putusan yang tidak bulat karena ada empat hakim yang menolak gugatan, dua hakim menyetujui dengan alasan berbeda, dan tiga (hakim) menyetujui," kata Yusril usai diskusi Menakar Pilpres Pascaputusan MK, di Jakarta, Selasa (17/10).
Baca juga: MK Menjelma Jadi Mahkamah Kekuasaan
Menurut Yusril, dua hakim yang setuju dengan alasan berbeda atau occurring opinion jika diteliti lagi, maka jawabannya adalah menolak atau dissenting opinion.
Sehingga, lanjutnya, ada enam hakim yang dissenting opinion terhadap aturan dan hanya tiga orang hakim setuju.
Selain itu, dua hakim yang occurring opinion, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Pancastaki, dalam pandangan mereka yang boleh mendaftar meski di bawah umur 40 tahun adalah gubernur karena jabatan itu merupakan perpanjangan pusat di daerah.
"Jadi, kepala daerah yang dimaksud adalah gubernur, bukan wali kota, wakil wali kota, atau bupati dan wakil bupati," katanya.
Menyikapi putusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun harus berkonsultasi dengan DPR untuk mengubah peraturan KPU. Namun, saat ini anggota DPR sedang menjalankan reses.
"Pertanyaannya, apa bisa KPU mengubah aturan ini dalam waktu dua hari jelang pendaftaran capres-cawapres?" tanya Yusril.
Baca juga: Koalisi Aktivis Muda: MK Melanggar Asas Erga Omnes
Selain itu, jika aturan yang digunakan dalam pemilihan capres dan cawapres mengandung masalah dan cacat hukum, lanjutnya, maka produk yang dihasilkan juga cacat hukum serta problematik.
"Ini persoalan serius yang harus dipecahkan bersama, sehingga pemilihan ini dapat berjalan sesuai aturan yang ada," tegasnya.
Sebelumnya, Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
MK mengabulkan sebagian perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Almas memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota.
Baca juga: Soal Putusan MK, KPU: Kami akan Konsultasi dengan Pemerintah dan DPR
MK berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945. "Sehingga, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman.
Atas putusan tersebut, terdapat concurring opinion dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh; dissenting opinion dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, MK menilik negara-negara lain yang memiliki presiden dan wapres berusia di bawah 40 tahun. Kemudian, juga melihat Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa yang mengatur syarat capres berusia di bawah 40 tahun. (Ant/S-2)
GURU Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengendus aroma konspirasi antar elite untuk mengembalikan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari menilai penambahan jumlah komisi di DPR belum tentu efektif dalam membantu kerja-kerja para wakil rakyat.
JELANG berakhirnya masa jabatan, anggota DPR dituding bersikap ugal-ugalan bahkan tidak peduli dengan aturan yang diamanatkan UU.
Pembentukan partai politik di Indonesia yang terejawantah lewat aspirasi anak muda progresif merupakan hal sulit, meski layak diapresiasi.
Putusan MK soal pilkada tersebut merupakan judicial review (pengujian materi) yang bersifat self executing atau bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU.
Masalah etik yang menjerat penyelenggara pemilihan dapat diselesaikan lewat MK.
Menurut MK, mengubah syarat usia terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan karena mudahnya terjadi pergeseran parameter kapabilitas atau kompetensi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menemukan bukti adanya intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perubahan syarat usia capres dan cawapres.
Kali ini, pengugat syarat minmal usia capres-cawapres di UU Pemilu adalah seorang jaksa sekaligus pengamat hukum tata negara UGM.
PARTAI NasDem menyayangkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tak sampai memberhentikan Anwar Usman dari hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
EKS Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya.
Setelah menikahi adik Presiden Joko Widodo pada 2022 lalu, sejumlah pihak ramai meminta Anwar Usman mundur dari jabatannya demi menghindari konflik kepentingan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved