Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
ANGGOTA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi mengakui pihaknya sulit menindak pelaku praktik mahar politik, yakni jual beli kursi pencalonan anggota legislatif. Sebab, Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu menggariskan norma larangan, tanpa mengatur sanksinya.
Menurut Puadi, mahar politik berbeda dengan politik uang, yaitu jual beli suara oleh peserta pemilu untuk memengaruhi hak pilih pemilih. Ia menjelaskan mahar politik merupakan imbalan yang diterima partai politik saat proses pencalonan presiden/wakil presiden maupun anggota DPR RI, baik di tingkat RI sampai kabupaten/kota.
"Dalam dimensi UU Pemilu, terdapat kesulitan bagi Bawaslu menindak pelaku mahar politik sebab UU Pemilu hanya memberikan norma larangan namun tidak mengatur sanksi," jelasnya kepada Media Indonesia, Jumat (7/7).
Baca juga: Bawaslu Ingatkan Pentingnya Pemilih Ber-KTP Elektronik
Hal itu, sambungnya, berbeda dengan UU Pilkada yang mengatur larangan maupun sanksi praktik mahar politik. Dalam Pasal 187B UU Pilkada, misalnya, anggota partai politik atau gabungan partai politik yang sengaja menerima imbalan saat proses pencalonan kepala daerah dipidana dengan penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan maupun denda antara Rp300 juta hingga Rp1 miliar.
"Sikap Bawaslu terhadap praktik mahar politik dan politik uang sangat jelas, yaitu melalui mekanisme pencegahan dan penindakan," pungkas Puadi.
Baca juga: Bawaslu Berharap Pemilu 2024 Ramah Disabilitas
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut politik transaksional sebagai tantangan pemilu saat ini. Ia mengatakan bahwa korupsi politik yang terjadi selama ini membuktikan adanya problematika di tubuh partai politik.
"Korupsi politik ini adalah bukti adanya problematika di partai politik kita, di mana parpol tidak memiliki standar etik partai, rekrutmen politik yang tertutup, eksklusif, dan marak nepotisme, serta pendanaan partai politik yang masih problematik," ujar Ghufron. (Tri/Z-7)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan pihaknya akan hati-hati dalam membahas revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Menurut Feri, perbaikan sistem internal partai politik sangat penting untuk mencapai keadilan kepemiluan.
PENELITI Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan pembahasan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu harus segera dibahas.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved