Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
PERKUMPULAN untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menekankan penggunaan teknologi informasi sangat memegang peran penting untuk memangkas waktu perhitungan suara menjadi lebih cepat dan transparan pada pemilu mendatang.
Peneliti Perludem Heroik Pratama mengatakan, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang diperkenalkan sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat, transparan, dan efisien.
“Hasil dari rekapitulasi melalui Sirekap ini sangat penting dalam Pemilu khususnya partai politik termasuk para kandidat,” katanya dalam diskusi JagaSuara 2024 ‘Menjaga Integritas Pemilu Dengan Perbaikan Tata Kelola Pemilu’ di Jakarta, (23/7).
Heroik menjelaskan penggunaan Sirekap tidak hanya efisien secara waktu dan tenaga, namun bisa menjadi upaya untuk meminimalisir adanya saling klaim kemenangan antara pasangan calon yang membuka ruang spekulasi dan gugatan hingga berpotensi terhadap timbulnya ketegangan sosial-politik di masyarakat.
“Untuk itu, ke depan sebagai salah satu langkah ke depan adalah memperkuat landasan hukum penggunaan Sirekap di UU Pemilu dengan menegaskan adanya kewajiban penggunaan teknologi informasi dalam rekapitulasi perolehan suara di semua pemilihan,” jelasnya.
Menurut Heroik, saat ini waktu yang tepat bagi Pemerintah dan DPR untuk memperkuat landasan hukum terkait penggunaan rekapitulasi berbasis elektronik dalam RUU Pemilu. Sebab menurutnya, pemilu Indonesia masih belum memberi perhatian khusus pada tahapan pemantauan perhitungan suara.
“Pemerintah dan DPR memasukkan aspek unsur penggunaan teknologi informasi salah satunya adalah penggunaan rekapitulasi elektronik. Ini hal yang harus disiapkan ke depan untuk menggunakan Sirekap sebagai pengganti rekapitulasi manual,” ujarnya.
Selain itu, Heroik memaparkan praktik penggunaan Sirekap pada Pilkada 2024 lalu. Ia mengatakan bahwa Sirekap mampu menerima dan menghitung perolehan data suara hingga 90% dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini dinilai menguntungkan pemilih dan peserta pemilu karena lebih cepat untuk mengetahui hasilnya.
“Dari hasil pemantauan yang kami lakukan terhadap website Sirekap KPU, 90% data terkumpul dalam kurang waktu 24 jam. Bahkan untuk DKI Jakarta 99% data itu terkumpul hanya dalam waktu 12 jam,” ungkapnya.
Heroik tak menyangkal bahwa masih kelemahan Sirekap yang berpengaruh terhadap kepercayaan publik terhadap KPU misalnya terkait kesalahan dalam konversi data sekitar 2,96% yang menyebabkan ketidaksesuaian data yang ditampilkan.
Kendati demikian, Heroik menilai hal ini merupakan masalah minor yang dapat diperbaiki. Ia juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah untuk memperkuat aturan dan teknis penerapan e-rekap untuk menciptakan proses rekapitulasi pemilu yang berintegritas.
“Untuk mempersiapkan teknologi Sirekap dengan matang, kita harus memperkuat teknologi pemindaian Optical Character Recognition (OCR) yang dialihkan dari telepon genggam ke server untuk meringankan kerja dari Sirekap di hp petugas yang dapat menghambat penggunaan serekap,” katanya.
Ia juga meminta kepada pemerintah agar sistem Sirekap dapat dirancang untuk mendeteksi kejanggalan pada data sehingga petugas KPPS dapat memperbaiki terlebih dahulu jika terdapat kesalahan pembacaan sebelum dikirim ke server.
“Publikasi Sirekap juga harus menampilkan data formulir C hasil di TPS dan tabulasi data secara ‘Real Time’ serta memenuhi kriteria data terbuka yang dapat diakses oleh siapapun.”
Dan terakhir lanjut Heroik, pemerintah harus mempersiapkan sistem keamanan cyber yang komprehensif agar terbangun kepercayaan publik pada sistem Sirekap.
Untuk mencapai infrastruktur teknologi yang semakin rigit, Heroik juga mendorong adanya pembuatan peta jalan untuk menyiapkan penggunaan Sirekap yang lebih komprehensif pada pemilu mendatang.
“Tentu harus melibatkan masyarakat luas dalam konsultasi dan uji publik, termasuk juga para partai peserta pemilu. Lalu harus dilakukan uji coba secara berkala menuju tahapan pemilu nanti. Kita juga mendorong agar ada audit keamanan yang dilakukan serta penyiapan infrastruktur jaringan dan pelatihan yang memadai bagi petugas KPPS,” imbuhnya. (Dev/M-3)
PRO kontra di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal perlu disudahi. Caranya, dengan segera membahas revisi UU
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MK memberikan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2,5 tahun untuk pemilu lokal mulai 2029 sejak pemilu tingkat nasional rampung yang ditandai dengan proses pelantikan.
Perbaikan pengelolaan partai lebih penting dilakukan ketimbang membahas kewenangan partai
Haykal memaparkan, persoalan-persoalan yagn terjadi selama PSU Pilkada 2024 itu antara lain masih adanya praktik politik uang.
Kenaikan suara NasDem bersamaan dengan penggunaan sistem proporsional terbuka yang menguntungkan partai tersebut.
NasDem perlu memperluas basis dukungan di Jawa, menyasar pemilih kelas menengah bawah, dan menjangkau generasi muda.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan agar pemilihan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat atau presiden, sementara kepala daerah bupati atau walikota dipilih melalui DPRD.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved