Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa pihaknya selalu melakukan pembaharuan data pemilih secara berkala dalam jangka waktu 6 bulan sebagai upaya untuk mengantisipasi kesalahan teknis administrasi.
“Per 6 bulan kita melakukan pemutakhiran daftar pemilih, seperti yang sedang kita lakukan saat ini. Pemutakhiran berkala tersebut (dilakukan) sebagaimana amanat UU Pemilu,” kata Afif kepada Media Indonesia pada Minggu (29/6).
Menurut Afif, pengaturan data penduduk dan daftar pemilih tetap kerap dihadapkan pada berbagai dinamika dan permasalahan. Dinamika ini meliputi tantangan dalam pembaruan data kependudukan, kompleksitas proses pemutakhiran, serta peran serta masyarakat yang beragam.
Afif berharap, dengan adanya pemutakhiran data secara cepat, dapat meminimalisir permasalahan data ganda, data tidak valid, dan ketidakakuratan informasi mengenai status kependudukan.
“Harapan kita tentu dengan pemutakhiran berkelanjutan, update pemilih yang sudah meninggal, atau pemilih baru berusia 17 tahun kita bisa dapatkan,” terangnya.
Selain itu, Afif juga terus berkoordinasi dengan berbagai jajaran instansi pusat dan pemerintah seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), serta pihak terkait lainnya, untuk mempercepat proses pemutakhiran data pemilih.
“Koordinasi dengan para pihak juga kita lakukan selain jajaran kita melakukan pemutakhiran,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mengingatkan penyelenggara pemilu dan pemerintah agar mengantisipasi dinamika perubahan data pemilih.
“Pembaharuan data pemilih akan sangat cepat dan menjadi tantangan tersendiri, sehingga membutuhkan upaya yang ekstra bagi penyelenggara. Karena jarak waktu 2 tahun (jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan daerah) adalah waktu yang signifikan mempengaruhi jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap,” ujar Sultan kepada wartawan, Sabtu (28/6).
Sultan berharap pemisahan jadwal penyelenggaraan pemilu ini dapat meningkatkan partisipasi politik warga. Selain itu juga diharapkan dapat memperkuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Harapannya pemisahan pemilu nasional dan lokal semakin meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan memperkuat hubungan antara pusat dan daerah. Namun pembuat UU perlu melihat secara hati-hati dan komprehensif dalam menerjemahkan keputusan MK ini ke dalam material UU pemilu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sultan mengatakan penyederhanaan, inovasi Pemilu melalui rekayasa konstitusional perlu disesuaikan dengan struktur lembaga politik dan tuntutan kepentingan pembangunan nasional dan daerah. Perlu juga dilakukan penyesuaian dan sinkronisasi pada beberapa UU yang terkait dengan Pemilu seperti UU MD3.
“Keputusan MK ini cukup baik dan penting, tidak hanya dalam mengurai persoalan beban kerja para penyelenggara pemilu, tapi juga merupakan momentum untuk menata kembali struktur kekuasaan legislatif kita dalam UU MD3. Karena DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah telah dimasukkan dalam kelompok Pemilu lokal,” ujarnya. (H-3)
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap Pasal 229 UU MD3 yang meminta agar semua rapat DPR wajib digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
EDITORIAL Media Indonesia (14/6/2025) berjudul ‘Bertransaksi dengan Keadilan’ menyodorkan perspektif kritis di balik rencana penaikan gaji hakim oleh negara.
Daripada sekadar mengubah aturan atau merevisi UU Pemilu dan Pilkada, lebih bagus kebiasaan parpol itu bisa diubah dengan mendengarkan aspirasi konstituen atau calon pemilih.
Selain permasalahan ketidaksinkronan data, ada beberapa saran perbaikan yang disampaikan oleh jajaran Pengawas Pemilu namun belum ditindaklanjuti.
Agar dilakukan pengawasan melekat pada saat pleno Pengawasan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).
Temuan itu, kata dia, ditemukan baik yang ada di dalam satu TPS (tempat pemungutan suara), antar-TPS, antardesa hingga antarkecamatan.
KPU masih memutakhirkan data pemilih yang akan digunakan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved