Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

MK Larang Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Jabatan Menteri dan Wamen

Devi Harahap
30/7/2025 18:19
MK Larang Pimpinan Organisasi Advokat Rangkap Jabatan Menteri dan Wamen
Ilustrasi sidang mahkamah konstitusi(MI/Usman Iskandar)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) melarang pimpinan organisasi advokat merangkap jabatan sebagai pejabat negara baik sebagai menteri maupun wakil menteri. Hal tersebut disampaikan dalam putusan atas pengujian Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Alasannya agar organisasi advokat tetap independen dan tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan.

“Apabila dikaitkan profesi advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, pembatasan jabatan pimpinan organisasi advokat seharusnya diatur secara jelas dalam norma undang-undang (UU) seperti halnya penegak hukum lainnya, untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan,” ujar Hakim Arsul Sani di ruang sidang MK, Rabu (30/7). 

Arsul menjelaskan, perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum serta bagi semua anggota organisasi advokat.

“Artinya, dengan status advokat tidak melaksanakan tugas sebagai advokat, dalam batas penalaran yang wajar. Advokat yang menjalankan tugas sebagai pejabat negara dengan sendirinya menjadi kehilangan pijakan hukum untuk menjadi pimpinan suatu organisasi advokat,” ungkapnya. 

Selain itu, Mahkamah menyebut memiliki dasar yang kuat dan mendasar untuk menyatakan pimpinan organisasi advokat harus non-aktif apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara. 

“Hal demikian diperlukan, agar pimpinan organisasi advokat sebagai pejabat negara menghindari potensi benturan kepentingan (conflict of interest) apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara, diangkat/ditunjuk sebagai menteri atau wakil menteri,” tukasnya. 

Dengan demikian, advokat yang diangkat ditunjuk Presiden menjadi menteri atau wakil menteri tidak melaksanakan tugas (cuti) sebagai advokat. 

Sebelumnya, Advokat Andri Darmawan menguji Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pemohon mempersoalkan tidak adanya ketentuan larangan jabatan pimpinan organisasi yang tidak dapat dirangkap dengan pejabat negara dalam pasal yang diuji tersebut.

Menurut Andri, pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menyebabkan organisasi advokat menjadi tidak bebas dan mandiri karena adanya intervensi kekuasaan pemerintahan dalam organisasi advokat. Pun ada kecenderungan dominasi individu atau kelompok organisasi advokat tertentu yang dapat berujung pada penyalahgunaan kekuasaan yang jamak dipahami. 

Dia mencontohkan, Prof. Otto Hasibuan selaku pimpinan organisasi advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) telah diangkat sebagai Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan pada 21 Oktober 2024. Namun, sampai saat ini Otto masih menjabat Ketua Umum Peradi.

Bahkan Otto Hasibuan selaku Ketua Umum Peradi menyampaikan rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi 2024 di Bali pada 5-6 Desember yang salah satunya mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 73 Tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat. Andri mengatakan, Otto telah menyarankan agar semua advokat yang telah disumpah bergabung ke organisasi Peradi serta meminta MA hanya melakukan penyumpahan terhadap calon advokat yang diusulkan Peradi.

Menurut Andri yang tergabung dalam Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, rekomendasi yang disampaikan Otto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Peradi tidak dapat dipisahkan dari kapasitasnya saat ini sebagai Wamenko. 

“Rekomendasi tersebut dapat saja dimaknai sebagai rekomendasi dari Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” jelasnya. 

Andri menilai, rekomendasi tersebut bertentangan dengan kondisi faktual saat ini terkait banyaknya organisasi advokat yang secara de facto ada melaksanakan tugas dan fungsi organisasi advokat. Selain itu, Andri menuturkan pimpinan organisasi advokat yang merangkap sebagai pejabat negara menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) karena tidak bisa memisahkan antara kepentingan individu atau kelompok organisasi dengan kepentingan tugas jabatannya sebagai pejabat negara.

“Bahkan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengabaikan putusan Mahkamah untuk kepentingan individu atau kelompok organisasi dan ke depan dapat dipastikan Prof. Dr. Otto Hasibuan SH, MH dalam kapasitasnya Wakil Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” kata Andri dikutip dari berkas permohonannya.(M-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya