Headline
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek yang merugikan yang bertentangan dengan asas perlindungan, kehati-hatian, dan kerahasiaan demi menjaga eksklusivitas kerahasiaan data pribadi.
Hal ini disampaikan dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 151/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Perlindungan data pribadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak atas perlindungan diri pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa (30/7).
MK dalam putusannya mengabulkan permohonan para pemohon untuk mengganti kata ‘dan’ dalam satu pasal di Undang-Undang 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang terdapat pada Pasal 53 ayat (1). Tepatnya pada akhir kalimat butir b, MK mengganti kata ‘dan’ menjadi kata ‘dan/atau’.
Para pemohon meminta mahkamah mengubah kata ‘dan’ menjadi ‘dan/atau’ demi memperluas cakupan organisasi pengendali data dan prosesor data yang wajib untuk menunjuk Pejabat/Petugas Perlindungan Data Pribadi (PPDP).
Hal demikian sesungguhnya telah menjawab kekhawatiran subjek data dikarenakan adanya aktivitas pemrosesan data pribadi yang berisiko tinggi sehingga pelindungan dan jaminan terhadap hak-hak konstitusional subjek data benar-benar terlindungi sedemikian rupa.
Selain itu, Mahkamah menilai pelindungan data pribadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak atas perlindungan data pribadi sebagaimana dimaksud Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945.
“Sehingga kata ‘dan’ dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 haruslah dinyatakan inkonstitusional,” tutur Hakim Arief.
Dengan dikabulkannya permohonan permohon, organisasi pengendali data dan prosesor data yang hanya memenuhi salah satu atau dua dari ketiga syarat dalam Pasal 53 ayat (1) UU PDP menjadi tidak diwajibkan untuk menunjuk PPDP. Selain itu, penunjukan Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi bisa dilakukan walau hanya satu syarat dalam Pasal 53 ayat (1) yang terpenuhi.
Pasal 53 ayat (1) UU PDP berbunyi: “Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi wajib menunjuk pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi Pelindungan Data Pribadi dalam hal:
(a) Pemrosesan Data Pribadi untuk kepentingan pelayanan publik;
(b) Kegiatan inti Pengendali Data Pribadi memiliki sifat, ruang lingkup, dan/atau tujuan yang memerlukan pemantauan secara teratur dan sistematis atas Data Pribadi dengan skala besar; dan
(c) Kegiatan inti Pengendali Data Pribadi terdiri dari pemrosesan Data Pribadi dalam skala besar untuk Data Pribadi yang bersifat spesifik dan/atau Data Pribadi yang berkaitan dengan tindak pidana. (P-4)
PAKAR keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menyebut transfer data pribadi WNI atau masyarakat Indonesia ke Amerika Serikat harus tunduk pada UU PDP.
WAKIL Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyebut kesepakatan transfer data pribadi warga negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS) harus mengikuti aturan UU PDP.
Isu terkait kemanan siber menjadi perhatian utama masyarakat khususnya pasca diberlakunya UU nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi atau dikenal juga dengan UU PDP.
Sekitar 80% trafik internet kini diramaikan oleh aktivitas API, baik pembayaran maupun nonpembayaran.
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mendorong agar aturan turunan UU No 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi segera diselesaikan.
ISU soal keamanan data pribadi warga negara belakangan ini kembali mencuat.
Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pemindahan data pribadi ke luar negeri, termasuk ke Amerika Serikat, bukan merupakan pelanggaran hukum selama memenuhi ketentuan
Bima mengatakan tidak bisa menjawab secara detail mengenai kesepakatan pertukaran data RI dan AS.
Setiap transfer data ke AS harus disertai syarat yang setara, misalnya perlindungan hukum timbal balik, termasuk hak audit bagi otoritas Indonesia, dan kontrol penuh atas data strategis WN.
KETUA DPR RI Puan Maharani merespons adanya transfer data pribadi masyarakat Indonesia ke Amerika Serikat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved