Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
MAJELIS hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama empat tahun dinilai tidak konstitusional dan memperpanjang menjadi lima tahun. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, dipantau di Jakarta, Kamis (25/5).
Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Pasal tersebut juga dinilai tidak punya kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," ujar Anwar Usman.
Baca juga: KPK Miris PKPU Baru Bisa Tabrak Aturan Pencabutan Hak Politik Eks Napi Korupsi dari MK
Dalam menyampaikan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lain. Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM. Masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun.
Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK menjabat selama lima tahun. "Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lain," kata Guntur Hamzah.
Baca juga: MK Diharap Kabulkan Gugatan Terkait Usia Capres-Cawapres
Selain itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun memungkinkan presiden dan DPR yang sama melakukan penilaian terhadap KPK sebanyak dua kali. "Penilaian dua kali terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK," kata Arief.
Oleh karena itu, Arief melanjutkan, kewenangan presiden maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam masa jabatannya dapat memberikan beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK berikutnya. MK menilai penting untuk menyamakan ketentuan tentang periode jabatan lembaga negara yang bersifat independen, yaitu lima tahun.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022. (Ant/Z-2)
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Itulah pertaruhan penegakan hukum di negeri ini. Hukum yang wajahnya penuh jelaga. Hukum yang katanya sama untuk semua tapi faktanya beda-beda tergantung siapa yang berpunya dan berkuasa.
Kenapa Mega melakukan blunder seperti itu? Akankah langkahnya justru akan menjadi bumerang?
Maukah KPK mengoptimalkan momentum ini untuk meninggalkan legacy yang baik?
KPK telah menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City.
Strategi penanggulangan korupsi dimulai dari memupuk nilai integritas.
Hal serupa juga terjadi dalam Pilkada 2024, ketika dua judicial review yang diajukan MK telah menjadi sorotan publik.
Ninis menyoroti adanya hakim MK Anwar Usman yang dikabarkan tetap turut menyidangkan sengketa Pilkada 2024. Diketahui, Anwar Usman merupakan paman dari Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep.
Saldi Isra didampingi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, serta panel tiga diketuai Arief Hidayat didampingi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih.
Politikus Partai Gerindra itu juga menekankan pentingnya menghormati putusan MK. Ini dilakukan sebagai wujud kedewasaan demokrasi.
Panel 3 tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Enny Nurbaningsih dan Anwar Usman.
MK melanjutkan sidang penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota atau sengketa Pilkada 2024 dengan komposisi hakim lengkap setelah Anwar Usman absen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved