Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan tren penggunaan UU ITE untuk memidanakan pelaku penodaan agama. Penggunaan UU ITE tersebut dinilai mengkhawatirkan, lantaran kerap tidak memiliki asas legalitas dan pengusutannya tidak memadai.
"Tidak ada definisi (penodaan agama) yang jelas menyebabkan penegak hukum cenderung dipengaruhi desakan massa untuk kasus yang digambarkan viral," ujar Ketua YLBHI YLBHI Asfinawati dalam peluncuran Laporan Penodaan Agama di Indonesia pada 2020, Minggu (4/7).
"Gangguan ketertiban umum masih menjadi alasan untuk menangkap. Jadi, ada orang yang diproses karena dijemput paksa oleh ormas atau sekumpulan orang. Polisi tidak mempersoalkan itu," imbuhnya.
Baca juga: Indonesia Masuk Dalam Watch List Kebebasan Beragama AS
Berdasarkan catatan YLBHI, ada 67 kasus penodaan agama pada 2020. Dari 67 kasus itu, hampir setengahnya atau 32 kasus diusut menggunakan pasal mengenai ujaran kebencian pada UU ITE. Adapun pasal yang kerap dipakai, yakni Pasal 27 dan Pasal 28.
Sejumlah kasus yang menggunakan UU ITE bermula hanya dari unggahan di media sosial. Bahkan, pelakunya kerap berusia muda dan remaja. Dari 67 kasus, bahkan ada delapan tersangka berusia di bawah 18 tahun.
Menurut YLBHI, kasus penodaan agama menggunakan UU ITE kerap ditangani karena tekanan massa. Sekitar 40 kasus dari 67 kasus diproses karena dianggap menganggu ketertiban masyarakat. Dari jumlah itu, ada 24 kasus yang diusut dengan alasan agar masyarakat tidak main hakim sendiri.
Baca juga: Penistaan Agama, Bareskrim Periksa Aliansi Hindu Nusantara
Menurut Asfinawati, pidana penodaan agama yang bersumber dari Pasal 156(a) KUHP sebenarnya tak bisa digunakan secara serampangan. Saat ini, ada kecenderungan perluasan penggunaan pasal UU ITE untuk memidanakan yang disebut sebagai penistaan agama.
Dalam beberapa kasus, penggunaan istilah penistaan agama lebih populer. Padahal, tidak ada sumbernya pada pasal 156(a) KUHP. "Penodaan agama itu dianggap sama dengan penistaan agama, bahkan dalam terminologi di penegak hukum. Kita tahu bahwa penistaan agama itu tidak ada di pasal 156(a) KUHP. Itu hanya ada di UU Ormas. Dalam beberapa kasus, penistaan agama lebih populer daripada kata penodaan agama," jelasnya.
Baca juga: Indonesia Masuk Dalam Watch List Kebebasan Beragama AS
Menanggapi temuan itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej sependapat bahwa ada carut-marut dalam interpretasi pasal penodaan agama. Dia menilai pasal yang kerap digunakan dalam UU ITE tidak memenuhi asas legalitas dan tumpang-tindih.
Edward mencontohkan pasal dalam UU ITE untuk kasus penistaan agama hanya menyebutkan perasaan permusuhan dan kebencian terhadap agama. Namun, tidka ada penjelasan lebih lanjut yang memadai. Menurutnya, RUU KUHP yang saat ini disusun akan menjadi solusi untuk mengatasi carut-marut tersebut.
"Daripada mengubah UU ITE, lebih baik kita kejar (RUU) KUHP. Karena begitu KUHP disahkan, itu akan mencabut semua ketentuan pidana yang ada dalam UU ITE. Dipastikan tidak ada lagi disparitas ancaman pidana antara KUHP dan UU di luar KUHP," papar Edward.(OL-11)
Ariyadi menilai bahwa asas ini tidak hanya membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga mengecilkan ruang pengawasan, transparansi dan akuntabilitas terhadap jaksa.
KOMISI III DPR RI segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP.
"Adalah tugas kita semua untuk memantau, terutama para akademisi dalam mencermati bagaimana jalannya KUHP yang sudah disahkan."
Revisi KUHP awalnya bakal disahkan pada 2019 setelah semua fraksi sepakat untuk disahkan pada rapat paripurna.
Kegiatan sosialisasi kali ini dikemas dalam bentuk hiburan rakyat di Lapangan Desa Nungkulan Jaten, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif
TNI dilatih dan dididik untuk berperang, bukan untuk menjaga Kejari dan Kejati.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengecam aksi penangkapan serta pemidanaan terhadap mahasiswi ITB berinisial SSS terkait kasus unggahan meme Jokowi-Prabowo menurutnya itu kriminalisasi
Isnur mengatakan fenomena militer yang mulai memasuki ranah kampus merupakan bentuk infiltrasi yang sangat berbahaya untuk kelangsungan iklim akademik.
KETUA Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Arifin mengatakan pihaknya mencatat terjadi kekerasan saat aksi penolakan UU TNI di 10 wilayah Indonesia.
YLBHI menyebut usulan revisi Undang-Undang (UU) TNI bertentangan dengan agenda reformasi dan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI yang membawa rezim Neo Orde Baru.
YLBHI menilai bahwa tidak ada unsur yang merendahkan citra kepolisian dalam lagu Bayar Bayar Bayar milik Band Punk asal Purbalingga, Sukatani.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved