Perma 1/2020 Akan Tekan Disparitas Vonis Koruptor

Putra Ananda
04/8/2020 19:36
Perma 1/2020 Akan Tekan Disparitas Vonis Koruptor
Ilustrasi(MI/Seno)

PERATURAN Mahkamah Agung (MA) 1 tahun 2020 dinilai bisa mengahsilkan putusan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang konsisten. Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/8).

"Ini akan bisa menghasilkan putusan pidana korupsi yang konsisten mengurangi disparitas dan lebih menjamin rasa keadilan masyarakat," tutur Zaenur.

Zaenur menjelaskan selama ini bobot putusan pidana korupsi sering berbeda-beda dan cenderung tidak sesuai dengan tingkat kerugian negara. Hal tersebut ditengarai majelis hakim yang tidak mengetahui putusan kasus korupsi yang serupa oleh majelis hakim di tempat lain.

"Karena memang Indonesia tidak mengenal yurisprudensi. Jadi akibatnya putusan hakim itu masing-masing dilakukan secara mandiri bebas dan independen," paparnya.

Putusan yang mandiri dan independen dari hakim tersebut dikatakan oleh Zaenur menimbulkan banyak perbedaan berat, ringan, lama dan cepatnya hukuman pidana yang diterima oleh terdakwa kasus korupsi. Perbedaan tersebut sering menimbulkan tanda tanya di masyasarkat terkait hukuman yang tepat bagi koruptor.

"Perma 1/2020 bisa jadi panduan para hakim yang menyidangkan perkara tipikor untuk menggunakan kategori-kategori atau kriteria tertentu di dalam memutus perkara korupsi," ungkapnya.

Namun, kendati demikian Pukat memberikan catatan terhadap penerapan Perma 1/2020. Menrut Zaenur Perma 1/2020 belum memberikan panduan bagi para hakim tipikor untuk menyidangkan kasus korupsi jenis suap atau gratifikasi. Untuk itu Zaenur menyarankan agar MA segera mengatur hal tersebut.

"Perma ini sangat membantu untuk menyidangkan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Tapi memang belum berikan panduan untuk menyidangkan perkara korupsi suap atau gratifikasi. Itu ke depan perlu diatur oleh MA," ungkapnya.

Perma 1 tahun 2020 yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin diundangkan pada 24 Juli 2020. Dalam Perma 1/2020 disebutkan bahwa terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 100 miliar dapat dipidana penjara seumur hidup.

Dalam Perma 1/2020 tersebut disebutkan, rentang hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level tinggi dapat dipidana penjara 16 tahun-20 tahun/seumur hidup dan denda Rp 800 juta sampai dengan Rp 1 miliar.

Kemudian, hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level sedang dapat dipidana penjara 13 tahun-16 tahun dan denda Rp 650 juta sampai dengan Rp 800 juta. Serta hukuman pidana kategori paling berat dengan kesalahan, dampak, dan keuntungan level rendah dapat dipidana penjara 10 tahun-13 tahun dan denda Rp 500 juta sampai dengan Rp 650 juta. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya