Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
SINGKATAN itu bukan kepanjangan operasi tangkap tangan seperti yang sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). OTT yang dimaksud di sini ialah over the top. Layanan OTT sekarang ini banyak kita gunakan karena kita pakai dalam mengirimkan data, informasi, atau multimedia melalui jaringan internet. Kita pasti akan lebih mudah memahami OTT kalau menyebut Google, Facebook, Whatsapp, atau layanan seperti Go-Jek, Uber, dan Grab. Kehadiran mereka memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi. Kita sering kagum kepada teknologi. Namun, kekaguman itu tidak menggugah kita untuk ikut mengeksplorasi.
Kita cukup puas dengan kemudahannya dan akhirnya hanya menjadi pengguna. Beda jauh dengan, misalnya, bangsa Tiongkok, Jepang, atau Korea. Ketika fenomena OTT mulai muncul, mereka tidak hanya terpaku kepada teknologi semata. Mereka melihat juga dari kacamata politik, ekonomi, dan sosial. Di balik OTT ada ideologi yang bisa memengaruhi persoalan keamanan dan kedaulatan. Oleh karena faktor ancamannya terlihat, mereka melakukan pembatasan. Namun, karena perkembangan teknologi tidak mungkin dibendung, yang mereka persiapkan ialah manusianya. Mereka dorong warga untuk mengembangkan layanan dan aplikasi layanan sendiri agar OTT nasional bisa bersaing dengan
OTT asing.
Hasilnya, ketiga bangsa itu tidak hanya menjadi pengguna dan pasar semata. Mereka tidak hanya memiliki aplikasi sendiri yang ada di negara lain sehingga layanan mereka berskala global. Inilah yang berbeda dengan kita di Indonesia. Kita membiarkan OTT asing merajalela di sini. Mereka diperbolehkan melakukan kegiatan yang membawa keuntungan bagi mereka, tanpa harus membayar kewajiban. Menarik apa yang disampaikan Ketua Masyarakat Telematika Indonesia Kristiono dalam menyikapi OTT. Kita jangan hanya melihat aktivitas seperti yang dilakukan Uber atau Grab dari kacamata teknologi.
Kedua layanan itu tidak ada hubungannya dengan teknologi. Yang harus pemerintah lihat ialah perbuatan hukum yang mereka lakukan. Dengan cara pandang seperti itu, tidak perlu mendikotomikan antara online dan offl ine. Pemerintah tidak perlu gamang dalam menerapkan aturan. Tetap saja jalan dengan kebijakan yang ada dan menjaga kepentingan nasional. Kalau Presiden Joko Widodo meminta kita agar tidak hanya menjadi pasar, yang harus didorong ialah bagaimana munculnya OTT lokal. Kalau Tiong kok punya Wechat, Korea memiliki Kakao, Jepang mempunyai Mixi, kita pun harus melahirkan aplikasi khas Indonesia. Kalaupun ingin masuk Indonesia, pemain asing harus membuka perusahaan mereka di Indonesia, seperti Tiongkok yang memaksa ada ‘Chinese Yahoo’ atau ‘Chinese Google’.
Ketidakmampuan kita untuk melihat dengan horizon yang jauh ke depan membuat bangsa ini tergagap-gagap. Kita membiarkan negara ini begitu terbuka terhadap lalu lintas data dan informasi. Akibatnya, kita membiarkan modal terbang ke luar. Padahal, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, bisnis OTT di Indonesia sekarang ini bisa mencapai US$830 juta per tahun. Oleh karena kita tergagap-gagap, aturan pun tidak tersiapkan. Sekarang ini Kemenkominfo baru menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang OTT.
Padahal, bisnis sudah berjalan begitu cepat dan OTT asing sudah lama merajalela di Indonesia. Tentu tidak ada kata terlambat. Kita bisa mengatasi ketertinggalan. Namun, kita harus jelas akan masa depan yang ingin didapatkan dari kehadiran OTT. Itulah yang akan menjadi pegangan baik dalam penyusunan regulasi maupun mendorong hadirnya OTT nasional. Kita jangan menjadi korban, tetapi harus menjadi pemenang dalam era ekonomi digital.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved