Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Gibran memberikan keterangan pers terkait dengan kesiapannya itu pada 9 Juli. Keterangan itu dimuat di laman Wapresri.go.id. Akan tetapi, instruksi Presiden belum keluar hingga saat ini.
“Saya bisa berkantor di mana saja. Bisa di Jakarta di Kebon Sirih, bisa di IKN (Ibu Kota Nusantara) kalau Desember nanti (kantornya) sudah jadi, bisa di Papua, bisa juga di Klaten, Jawa Tengah. Ini kita di mana pun kita jadikan kantor,” kata Wapres.
Tidak penting-penting amat Gibran berkantor di Papua atau tidak. Paling penting ialah keterlibatan Gibran melindungi dan menjunjung harkat martabat orang asli Papua (OAP).
Martabat OAP menjadi narasi besar kemauan politik bangsa ini. Salah satu pertimbangan pembentukan UU 2/2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ialah dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar OAP, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum.
Gibran berkesempatan membuat sejarah baru untuk Papua. Pasal 68A UU 2/2021 memerintahkan wapres memimpin Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Badan itu bertugas melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan otonomi khusus dan pembangunan di wilayah Papua sebagai upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan di Papua.
OAP mesti menjadi subjek pembangunan. Mereka perlu diajak bicara oleh Gibran. Karena itu, entah berkantor atau tidak, eloknya Gibran sering-sering mengunjungi Papua. Datang bukan untuk seremonial, melainkan melakukan dialog.
Dialog disarankan dalam buku Pembangunan, Marginalisasi, dan Disintegrasi Papua (2020). 'Penelitian ini menemukan bahwa dialog merupakan sebuah pendekatan dan strategi yang dapat menjembatani antara pemerintah dan OAP dalam menangani isu pembangunan, marginalisasi, dan disintegrasi'.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Persaudaraan dan Persahabatan Sosial (2020) menulis khusus tentang dialog. 'Saling mendekati dan mengungkapkan diri, saling memandang dan mendengarkan, mencoba mengenal dan memahami satu sama lain, mencari titik-titik temu, semua ini terangkum dalam kata kerja berdialog'.
Dialog sebagai kata kerja. Bila Gibran dan OAP mengadakan dialog, kiranya tiap pihak mengandaikan pada pihak lain adanya kerinduan akan saling berdamai, akan kesatuan dalam kebenaran. Sejatinya negara melibatkan partisipasi bermakna OAP.
Koridor partisipasi bermakna sudah ada dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yaitu hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Silih berganti presiden selama era reformasi mengadakan dialog dengan OAP. Presiden Joko Widodo, misalnya, bertemu dengan 61 tokoh masyarakat Papua di Istana Negara, Jakarta, pada 10 September 2019. Pada saat itu Jokowi menyanggupi permohonan mereka untuk membangun istana presiden di tanah Papua. Kesanggupan itu sudah ditelan waktu.
Dialog dengan masyarakat adat Papua butuh kehati-hatian, jangan mengumbar janji surga. Saran Paus Fransiskus bisa dipertimbangkan: “Budaya masyarakat adat tidak berorientasi pada keuntungan golongan yang berkuasa, yang merasa harus menciptakan semacam surga di bumi.”
Elok nian bila Gibran fokus merealisasikan rencana induk percepatan pembangunan Papua 2022-2041 yang tertuang dalam Perpres 24/2023. Mimpi besarnya ialah mewujudkan Papua mandiri, adil, dan sejahtera dengan menempuh jalan Papua sehat, Papua cerdas, dan Papua produktif.
Terus terang, sudah banyak dana yang digelontorkan pemerintah pusat ke Papua, tetapi seluruh indikator kemajuan tidak menetap di sana. Dana otsus malah dikorupsi untuk membeli jet pribadi, sementara rakyat menjual sirih untuk membeli tiket pesawat.
Buku Pembangunan, Marginalisasi, dan Disintegrasi Papua menyarankan pembangunan yang mengakar pada keluhuran budaya Papua. Apabila terdapat komitmen dari semua pihak untuk merealisasikan pembangunan berbasis kebudayaan, empat persoalan utama yang ditenggarai menjadi akar persoalan mahalnya harga kesejahteraan dan perdamaian di Papua akan mulai mendapatkan jalan terang.
Keempat persoalan utama terkait dengan Papua, menurut buku tersebut, ialah, pertama, kegagalan pembangunan dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur.
Kedua, diskriminsi dan marginalisasi terhadap OAP; ketiga, kekerasan negara terhadap OAP yang berakibat pada terjadinya pelanggaran HAM; dan keempat, perbedaan penafsiran mengenai sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia.
Gibran berkesempatan mengukir sejarah untuk Papua. Wapres Ma’ruf Amin sudah enam kali berkunjung ke Papua dan dia pernah lima hari di berkantor di sana. Gibran bisa saja berkunjung dan berkantor di Papua melebihi Ma’ruf Amin.
Bila Wapres Jusuf Kalla berhasil menghadirkan perdamaian di Aceh, inilah kesempatan Gibran mewujudkan Papua damai. Gibran bisa memilih jalan yang sama dengan Kalla, yaitu jalan bernama dialog dalam kesunyian.
Dialog yang gigih dan berani tidak menjadi berita seperti perselisihan dan konflik, kata Paus Fransiskus, tetapi secara diam-diam membantu dunia untuk hidup lebih baik, lebih daripada yang dapat kita bayangkan.
Gibran bisa saja berdialog dalam sunyi di ‘surga kecil yang jatuh ke bumi’. Ia mestinya tidak haus publikasi untuk mewujudkan Papua damai.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved