Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka. Ada asumsi, jika pejabat berkantong tebal dari sumber legal, mereka kebal akan godaan suap atau gratifikasi. Asumsi itu pula yang kiranya ada dalam pikiran Presiden Prabowo Subianto.
Karena yakin bahwa gaji tinggi, penghasilan besar, merupakan benteng kukuh untuk mencegah korupsi, Pak Prabowo menaikkan gaji hakim di negeri ini. Penaikannya bervariasi. Untuk 'wakil tuhan' paling junior, angkanya sangat signifikan, mencapai 280%. Penaikan itu disampaikan dalam acara pengukuhan hakim di Balairung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (12/6).
Prabowo berdalih, gaji hakim perlu ditambah karena peran mereka sebagai benteng terakhir keadilan. Dia berseloroh, kalau perlu, anggaran tentara dan polisi dikurangi demi menyejahterakan hakim. Percuma tentara dan polisi hebat jika koruptor selalu lolos begitu sampai di pengadilan lantaran dibebaskan para pengadil yang menerima suap sebab gaji mereka kecil.
Kata Prabowo, negeri ini benar-benar butuh hakim yang kuat iman, yang tahan rayuan, yang tak bisa dibeli. Karena itu, lebih baik negara 'membeli' mereka lebih dulu ketimbang nantinya dibeli koruptor.
Memastikan hakim tegar bak batu karang dalam memutus keadilan memang sebuah kemestian. Ada aksioma, negara akan hancur jika keadilan bisa diperjualbelikan. Ada postulat, negara bakal porak-poranda, remuk redam, kalau hakim menjual keadilan. Persoalannya, tepatkah mencegah hakim korup dengan cara menaikkan gaji mereka? Pertanyaannya, memang kecilkah gaji para yang mulia?
Banyak silang pendapat soal itu. Ihwal besaran gaji juga relatif. Presiden sebelumnya, Jokowi, pun sudah menaikkan gaji mereka melalui Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung yang diteken pada 18 Oktober 2024 alias dua hari sebelum ia digantikan Prabowo.
Disebutkan di PP itu, misalnya, hakim golongan IIIA dengan masa kerja 0-1 tahun mendapat gaji Rp2.785.700. Naik dari sebelumnya yang Rp2.064.100. Sekilas memang kecil. Namun, itu baru gaji. Masih ada tunjangan lain yang sesuai dengan PP No 94/2012 berjumlah Rp8,5 juta per bulan. Cukup besar. Apalagi setelah dinaikkan Jokowi menjadi Rp11,9 juta. Buat kakak-kakak mereka, terlebih paling senior, berlipat-lipat. Apalagi yang menjabat ketua pengadilan, tunjangan mereka sekitar Rp50 juta.
Setelah keputusan Prabowo, penghasilan resmi para hakim tentu kian menebal. Untuk gaji saja, hakim junior bakal membawa pulang Rp7.799.960. Kalau kemudian ada harapan mereka tak akan lagi korupsi, menghentikan praktik jual beli hukum, tidak nggragas, boleh jadi ada benarnya. Jika kemudian ada paradigma bahwa semakin tinggi insentif legal semakin kecil pula kemungkinan seseorang mencari keuntungan ilegal, juga wajar. Cuma, realistiskah harapan dan paradigma itu?
Setidaknya ada dua penyebab utama pejabat, termasuk hakim atau penegak hukum lainnya, di negeri ini korupsi. Pertama mereka melakukan rasywah karena kebutuhan menjadi masalah. Istilahnya corruption by need. Berlaku menyimpang terpaksa dilakukan lantaran penghasilan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk mengatasi korupsi jenis itu, meningkatkan kesejahteraan hakim bisa menjadi solusi. Dengan menaikkan gaji, hakim yang bertugas di daerah terpencil, yang terimpit oleh harga kebutuhan yang lebih mahal ketimbang di daerah lain, minim niat untuk menjual kehormatannya. Pertanyaannya, berapa banyak mereka?
Penyebab kedua kenapa pengelola negara, termasuk hakim 'gemar' korupsi ialah karena keserakahan, kerakusan, ketamakan. Penghasilan mereka sudah cukup, bahkan lebih dari cukup, tapi tak pernah merasa cukup. Selalu kurang, selalu ingin mendulang tambahan pendapatan sekalipun harus menjual jabatan dan kehormatan. Korupsi jenis itu disebut corruption by greed. Celakanya, banyak hakim terlibat dalam korupsi model itu.
Banyak, termasuk saya, yang tak terlalu yakin bahwa penaikan gaji hakim akan efektif mencegah corruption by greed. Korupsi bukan sekadar urusan isi kantong, melainkan lebih soal isi nurani, ihwal akhlak, perihal moral. Gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya memang penting demi independensi dan profesionalitas hakim. Namun, menjadikan angka sebagai satu-satunya tembok antikorupsi ialah kegagalan memahami persoalan dalam dunia peradilan kita.
Lewat Presiden Prabowo, negara betul-betul memuliakan hakim. Tadinya saya berharap kebijakan itu disambut dengan perbaikan kinerja para yang mulia. Namun, apa yang terjadi? Enam hari berselang, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta cuma memvonis Zarof Ricar dengan hukuman penjara 16 tahun penjara. Padahal, bekas pejabat MA itu terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat percobaan suap hakim agung dan menerima gratifisikasi senilai Rp1 triliun lebih. Padahal, jaksa menuntutnya 20 tahun penjara.
Lalu, lewat putusan pada 19 Juni 2025, MA menyunat hukuman hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara. Gazalba terbukti bersalah melakukan korupsi dan pencucian uang. Dia dituntut 15 tahun, divonis cuma 10 tahun di tingkat pertama, ditambah 2 tahun di tingkat banding, eh dipangkas lagi di level kasasi.
Itukah yang namanya menjunjung tinggi integritas, menegakkan keadilan, gigih memberantas korupsi? Itukah jawaban setelah Pak Prabowo menaikkan gaji hakim? Jangan-jangan, nasib kebijakan Presiden bak menabur garam di lautan. Sia-sia. Jangan-jangan, rakyat akan rugi kuadrat. Makin deras uang terkuras untuk menyejahterakan hakim, tapi mereka tetap saja semaunya. Sial benar kalau begitu.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved