Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Daya Tahan Iran

25/6/2025 05:00
Daya Tahan Iran
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh. Tak terlalu goyah. Kalaupun keteteran, hanya sedikit. Tidak sampai terguncang hebat lazimnya negara yang dikenai sanksi puluhan tahun. Bahkan, Iran sukses mengubah tekanan itu menjadi kemandirian.

Saya menduga, Iran terinspirasi ketabahan, juga hikmah kemandirian, dari rangkaian pesan-pesan ulama sufi Persia Jalaluddin Rumi. Kata Rumi, "Jika engkau sabar dalam satu saat kesulitan, engkau akan menikmati kebahagiaan selama seribu tahun. Sabar adalah pohon yang akarnya pahit, tetapi buahnya manis. Sesungguhnya di balik kesabaran ada kesuksesan yang gemilang."

Seorang kawan yang pernah tinggal beberapa tahun di Iran mengisahkan bagaimana negeri di Teluk Persia itu bisa 'keluar' dari kemelut ekonomi hebat akibat sanksi. Ia bercerita ihwal ekonomi Iran yang relatif tahan banting selama puluhan tahun dikenai sanksi ekonomi PBB. Kemiskinan memang mencapai 34% menurut versi Bank Dunia. Pertumbuhan ekonomi 1% hingga 2% saja. Namun, itu jauh amat bagus untuk suatu negara yang dikepung sanksi ekonomi.

Inflasi di Iran juga tinggi, di atas 30%. Hidup dengan inflasi tinggi seperti itu, di negara yang tak sedang bergejolak, memang amat susah. Harga melambung tiap tahun. Namun, kata kawan itu, upah pekerja juga naik setiap tahun sekitar 30%, mengimbangi laju inflasi. Alhasil, melambungnya harga bisa diantisipasi karena bertambahnya pundi-pundi.

Sepertiga rakyat Iran memang miskin menurut standar Bank Dunia. Namun, jumlah itu masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan Indonesia yang jumlah orang miskinnya dua pertiga menurut standar Bank Dunia. Padahal, Indonesia tidak sedang menghadapi sanksi apa pun. Pendapatan per kapita Iran juga cuma beda-beda tipis ketimbang Indonesia, yakni di sekitar US$4.500 berbanding US$5.000-an.

Belum lagi infrastruktur, terutama transportasi. Kata sang teman, mass rapid transit (MRT) di Teheran, ibu kota Iran, termasuk yang terbaik di kawasan Timur Tengah. Fasilitasnya modern dan sudah terintegrasi. Ada tujuh jalur Metro, dengan panjang total sekitar 200 km lebih.

Ongkos naik MRT di Iran juga murah, sekitar 5.000-8.000 rial. Bila dikonversi ke rupiah tidak lebih Rp5.000 sekali jalan. Khusus manula bahkan gratis. Kenapa bisa murah? "Karena infrastruktur MRT dan teknologinya tidak impor. Itu hampir 100% kemampuan dalam negeri Iran sendiri," kata sang teman.

Apalagi, rata-rata jumlah penumpang MRT di Iran per hari bisa 3 juta orang. Karena itu, arus kas mengalir deras sehingga bisa menutupi biaya tetap operasional MRT. Berbeda dengan negara yang menggantungkan hampir semua kebutuhan mereka dari impor dan investasi mereka dari utang luar negeri. Karena itu, produk turunannya juga bakal mahal. Ujung-ujungnya, publik juga mesti membayar lebih mahal. Tidak mengherankan pula rasio utang terhadap PDB Iran sangat kecil, tidak sampai 10%.

Itulah contoh kemandirian yang lahir dari kepungan tekanan. Rakyat bisa merasakan harga murah karena dari hulunya, yakni investasi yang ditanamkan, juga efektif. Efektivitas investasi di Iran yang tecermin pada nilai ICOR (incremental capital output ratio) ada di angka sekitar 3, jauh lebih efisien daripada ICOR kita yang sekitar 6.

Infrastruktur lainnya di Iran, misalnya internet, juga mampu melampaui negara-negara lain yang tidak sedang dibekap sanksi. Hanya, di Iran memang tidak ada media sosial seperti Youtube, Google, dan Facebook. Iran punya DNS sendiri yang tidak terhubung secara global.

Namun, justru karena kemampuan mengkreasikan medsos secara mandiri dan relatif lebih inklusif, Iran tidak bisa 'dijajah' pasar atau marketplace ecommerce sekelas raksasa seperti di negeri ini. Di Iran, pasar tradisional dan mal masih menjadi tujuan utama orang berbelanja. Interaksi sosial dan budaya masih semarak di pasar-pasar sehingga hal itu mampu menggerakkan ekonomi usaha kecil dan menengah.

“Beda dengan kita. Gara-gara unicorn, e-commerce, dan lapak digital, pedagang tradisional dan mal sepi pengunjung. Uang mengalir langsung ke produsen dan pedagang besar. Kita bangga masuk era 4G atau 5G, nyatanya infrastruktur IT tergantung asing. Bahkan, unicorn semua punya asing," sang teman mengulas dengan semangat membara.

Jadi, karena Iran di-banned oleh dunia internasional, keadaan itu memaksa mereka membangun industri dalam negeri sendiri. Industri mereka, dari kelas UMKM sampai besar, tumbun secara berkesinambungan karena didukung pasar dalam negeri. Tidak mengherankan sumbangan konsumsi domestik di Iran terhadap produk domestik bruto hampir 70%.

Iran memang sanggup menjadikan sanksi ekonomi menjadi 'berkah terselubung' untuk justru memperkuat kaki-kaki sendiri. Bayangkan, di tengah sanksi ekonomi yang membelit, Iran menolak takluk dengan terus-menerus mengasah kemampuan literasi di dunia pendidikan. Angka buta huruf di Iran sudah nol. Bahkan, dunia mencatat Iran sebagai negara dengan jumlah sarjana dan doktor melimpah.

Hampir separuh populasi kerja di Iran berstatus sarjana. Iran termasuk negara dengan tingkat tenaga kerja intelektual tertinggi di dunia. Itu disebabkan belajar sudah jadi budaya. Bagi mereka, menuntut ilmu itu kewajiban, sama seperti melaksanakan ibadah salat. Iran juga punya universitas yang masuk 15 besar peringkat perguruan tinggi di dunia.

Dalam bahasa Persia, Iran punya enetaf paziri, memiliki ketangguhan. Ia punya kesabaran revolusioner. Seperti nasihat Jalaluddin Rumi, "Di dalam kesabaran, kita menemukan keajaiban; di dalam kesabaran, kita menemukan diri kita sendiri."



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.