Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.'' Pernyataan itu sungguh meneduhkan, bisa membuat hati tenang. Sayangnya ia keluar dari mulut pejabat di negeri seberang.
Yang bermaklumat seperti di atas memang pengelola negara nun jauh di sana. Di Swedia, bagian dari 'Benua Biru' yang kalau diukur dari Jakarta berjarak 10.497 km. Yang bertutur namanya Per-Arne Hakansson, anggota DPR setempat dari Partai Sosial Demokrat. Dia dimintai tanggapan oleh BBC, Januari silam, ihwal kebijakan negaranya untuk tidak memberikan fasilitas kendaraan dinas bagi para pejabat.
Kebijakan itu mendapat perhatian luas. Media Eropa gencar mewartakannya. Alhasil, ia beramplifikasi ke segala penjuru bumi. Ia banjir apresiasi, juga memantik rasa iri dari masyarakat belahan dunia lainnya. Iri, kok negara mereka tak melakukan hal yang sama.
Apa yang diputuskan Swedia memang layak membuat cemburu. Mereka mencabut kemewahan dan keistimewaan buat para pejabat mereka. Selain tak memberikan mobil dinas dan tunjangan untuk membeli mobil, tak ada sopir pribadi. Untuk bepergian, para menteri dan anggota parlemen dipersilakan menggunakan transportasi umum, kereta atau bus, berbarengan dengan warga negara yang mereka wakili dan layani.
Parlemen hanya punya tiga mobil dinas berjenis Volvo S80 yang cuma boleh digunakan ketua dan tiga wakilnya. Itu pun hanya bisa dipakai untuk tugas-tugas parlemen. Pantang digunakan untuk mengantarkan anggota DPR dari kantor ke rumah. Hanya perdana menteri yang berhak menggunakan mobil dari pasukan keamanan secara permanen.
''Kami tidak berbeda dengan warga kebanyakan. Yang membuat kami istimewa ialah kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan negara," ucap Hakansson lagi. Hebat, bukan?
Begitulah, Swedia paham betul cara bernegara yang baik, yang setara antara pejabat dan rakyat. Jangankan duduk manis di mobil dinas, politikus yang menghabiskan uang negara untuk memakai taksi saja bakal menjadi sasaran pemberitaan. Bagi rakyat Swedia, tidak ada alasan untuk memanjakan pejabat dengan kemewahan. Bagi pejabat Swedia, tidak ada dalih untuk memanfaatkan jabatan dan kekuasaan demi menikmati kemewahan.
Alangkah enaknya hidup di negara seperti itu. Tidak banyak negara, termasuk negara ini, yang tak memanjakan pejabat dengan yang enak-enak. Antara hitam dan putih. Lain Swedia, beda di Indonesia. Kalau di Swedia, tak ada mobil dinas buat pejabat, di Indonesia sebaliknya. Di sini, menteri atau anggota kabinet bahkan bisa mendapatkan dua mobil dinas.
Keistimewaan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 138 Tahun 2024 tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara. Disebutkan, menteri mendapatkan jatah maksimal mobil dinas dua unit, sedangkan wakil menteri satu unit. Kabinet Prabowo terdiri dari 48 menteri dan 55 wakil menteri. Spesifikasi mesin atau muntahan tenaga juga ditentukan. Mobil dinas konvensional untuk menteri antara lain bermesin maksimum 3.500 cc 6 silinder dan mobil listrik 250 kw. Dengan kabinet yang tambun, dengan spesifikasi mobil yang sespesifik itu, tahu kan berapa banyak duit rakyat yang harus dihabiskan untuk mereka?
Belum untuk pejabat lain. Memanjakan mereka seolah menjadi kebiasaan. Alih-alih meniadakan atau setidaknya mengurangi, aturan terbaru bahkan menambah anggaran penyediaan mobil dinas untuk pejabat eselon I tahun depan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026, nilainya kini dipatok Rp931.648.000 atau nyaris Rp1 miliar. Ada penaikan Rp52,7 juta ketimbang sebelumnya yang sudah terbilang besar, yaitu Rp878.913.000.
Seperti yang sudah-sudah, ada saja alasan untuk menambah fasilitas buat pejabat. Kata Kementerian Keuangan, penambahan itu bertujuan mempertahankan agar kendaraan dinas tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukannya. Dalih lainnya, karena ada peluang untuk menggunakan kendaraan listrik yang harganya lebih mahal.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi juga bilang, anggaran yang dinaikkan itu belum tentu dibelanjakan seluruhnya. Ia hanyalah sebatas pagu atau standar biaya. Percaya?
Bukan di Indonesia kalau tak selalu saja ada pembenaran. Apa pun, penaikan anggaran untuk fasilitas pejabat kiranya tak selaras dengan semangat penyelenggaraan negara yang baik, yang lebih berpihak kepada rakyat. Ia juga dinilai kontradiktif dengan semangat efisiensi yang katanya tengah digalakkan Presiden Prabowo Subianto.
Mobil dinas untuk pejabat cuma satu dari sekian kemewahan. Masih ada lagi, di antaranya soal perjalanan dinas. Tahun depan, pejabat negara, wakil menteri, dan pejabat eselon I yang dinas ke Jakarta mendapat biaya hotel mencapai Rp9.331.000, hampir Rp10 juta, per malam.
Dulu, dalam bukunya, The Social Contract, filsuf dan penulis asal Republik Geneva, Jean-Jacques Rousseau, menekankan bahwa pemimpin harus memprioritaskan kebaikan umum dan hidup sederhana untuk mencapai keadilan dan kebaikan. Bapak bangsa H Agus Salim pun pernah mengingatkan pepatah kuno Belanda, leiden is lijden; memimpin itu menderita.
Di Swedia, prinsip-prinsip mulia itu dimuliakan. Di sana menjadi pejabat tak harus enak. Beda betul dengan di sini; kalau mau hidup enak, jadilah pejabat. Jangan jadi rakyat.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved