Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Pancasila, sudah tapi Belum

03/6/2025 05:00
Pancasila, sudah tapi Belum
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

Namun, bentangan yang luas sebagai negara kepulauan, populasi terbesar keempat di dunia, dan keanekaragaman warganya tak membuat Indonesia dilanda konflik. Sebaliknya Indonesia tetap rukun dan damai. Alhamdulillah.

Salah satu yang mengagumi Indonesia ialah seorang duta besar dari negeri Timur Tengah saat menyambangi Media Group beberapa waktu silam. Dia menyampaikan kekagumannya kepada Indonesia. Sang dubes secara khusus menyoroti keberadaan Pancasila, dasar negara Republik Indonesia. "Berbahagialah Anda hidup di Indonesia. Dengan berbagai keragaman, negeri yang luas dan penduduknya salah satu terbesar di dunia, Indonesia tetap damai. Kedamaian yang diikat dengan Pancasila," tuturnya.

Dia mengakui negaranya kerap dilanda konflik antarkelompok faksi bersenjata. Belum lagi campur tangan asing dalam konflik yang menambah runyam pertikaian di negerinya.

Celakanya, kata dia, ada kelompok yang mengatasnamakan agama untuk menyerang pihak lain. "Agama yang seharusnya sakral digunakan untuk melegitimasi tindakan kekerasan," ujarnya, sedih.

Menurutnya, kedamaian sesuatu yang mahal di negeri yang terletak di persimpangan Cekungan Mediterania, Semenanjung Arab, dan Bulan Sabit Subur itu.

Negerinya bukan negeri miskin, melainkan sebenarnya negeri yang memiliki sumber daya alam, posisinya strategis, dan mempunyai eksotisme warisan budaya dan sejarah panjang sebagai suatu bangsa. "Jagalah Pancasila, kami ingin belajar tentang Pancasila," pungkasnya.

Kedamaian di Indonesia ialah modal dasar bagi negeri ini untuk maju. Kedamaian yang diikat dengan tali yang sama, yakni Pancasila. Menurut Bung Karno dalam pidatonya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada 1 Juni 1945 silam, bahwa Pancasila sebagai philosophische grondslag.

Artinya, Pancasila ialah dasar filsafat negara, atau fundamen, filsafat, pikiran yang mendalam, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya untuk mendirikan negara Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

Selain Bung Karno, tokoh lain yang menyampaikan pikiran-pikiran tentang Pancasila ialah Mohammad Yamin dan Soepomo pada lembaga yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai itu.

Selanjutnya BPUPKI membuat Panitia Sembilan yang terdiri dari sembilan tokoh untuk merumuskan dasar negara yang berangkat dari usul-usul para tokoh bangsa dalam sidang BPUPKI.

Perdebatan panjang pun muncul di Panitia Sembilan. Tarik menarik antara kelompok Islam dan nasionalis. Kelompok Islam menghendaki Islam menjadi dasar filosofis negara. Namun, kelompok nasionalis menolaknya. Mereka meminta agama jangan dibawa ke dalam masalah kenegaraan.

Akhirnya, mereka menyepakati dasar negara Indonesia Pancasila dengan menghapus kalimat 'menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya', yang kemudian berubah menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.

Pancasila disahkan sebagai dasar negara Indonesia pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selanjutnya, Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar negara dan dimasukkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.

Cendekiawan Nurcholish Madjid (1992) yang akrab disapa Cak Nur menyebutkan bahwa Pancasila ialah kalimatun sawa, yakni titik temu dari berbagai pandangan atau ideologi.

Setiap agama memiliki perbedaan dalam ritual dan praktik, tetapi memiliki kesamaan pengakuan akan Tuhan dan pengakuan akan nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kasih sayang, dan toleransi. Jadi, buat apa bertikai?

Dari para founding father yang merumuskan Pancasila, kita bisa belajar bahwa bagaimanapun sengitnya perbedaan pandangan yang dipengaruhi berbagai latar belakang, apakah agama ataupun suku, kepentingan bangsa ialah di atas segalanya.

Mereka ialah negarawan sejati. Bukan ngaku-ngaku negarawan. Mereka membuang ego jauh-jauh dengan tidak memikirkan diri mereka, keluarga mereka atau kelompok mereka, tetapi mereka memikirkan jauh ke depan tentang bangsa dan negeri mereka yang bernama Indonesia.

Ikatan yang kukuh di bawah naungan Pancasila yang membuat Indonesia berada dalam kedamaian menjadi modal Indonesia untuk menjadi negara besar.

Kuncinya Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri dengan tata kelola penyelenggara negara sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan AUPB adalah kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.

Pancasila merupakan konsensus nasional untuk menjadi dasar negara, falsafah negara, way of life, pijakan bagi bangsa ini untuk tinggal landas, bukan tinggal di landasan, sehingga menjadi negara yang disegani di tingkat global.

Dalam sejarahnya, persatuan nasional selalu mengalami ujian dengan munculnya kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara Islam, tetapi bangsa Indonesia mampu menghalaunya.

Namun, ujian itu belum berakhir. Kelompok yang mengatasnamakan agama yang mengibarkan panji-panji kekerasan masih menjadi ancaman di tengah arus ideologi transnasional yang menyelinap dengan mudah, brainwash, melalui media sosial.

Pancasila merupakan legasi besar para pendiri bangsa, jangan hanya diupacarakan dan dipidatokan secara berapi-api, sekadar gagah-gagahan, pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku elite dan kebijakan publik yang relevan dengan tujuan bernegara dalam UUD 1945.

Sudah saatnya rakyat melek politik, eling lan waspodo, jangan lekas terpukau, terharu dan tepuk tangan dengan elite yang cuma bisa mengguncang mimbar dengan nasionalisme semu.

Pancasila berkali-kali dijadikan topeng oleh elite yang memiliki dua wajah, yakni 'panggung depan' (front stage) dan 'panggung belakang' (back stage) dalam teori dramaturgi Erving Goffman (1959).

Mereka ialah 'serigala berbulu domba' atau 'musang berbulu ayam', dalam praktik politiknya menghalalkan segala cara, dengan berbagai kepalsuan tentu saja. Alhasil, demokrasi sekadar tunggangan untuk meraih singgasana kekuasaan.

Dalam zaman yang terus berubah. Pancasila senantiasa harus dilantangkan dan dibumikan sehingga memiliki signifikansi bagi generasi hari ini dan akan datang. Jangan dikatakan lagi: Pancasila, sudah tapi belum. Tabik!

 



Berita Lainnya
  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.