Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pancasila, sudah tapi Belum

03/6/2025 05:00
Pancasila, sudah tapi Belum
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

Namun, bentangan yang luas sebagai negara kepulauan, populasi terbesar keempat di dunia, dan keanekaragaman warganya tak membuat Indonesia dilanda konflik. Sebaliknya Indonesia tetap rukun dan damai. Alhamdulillah.

Salah satu yang mengagumi Indonesia ialah seorang duta besar dari negeri Timur Tengah saat menyambangi Media Group beberapa waktu silam. Dia menyampaikan kekagumannya kepada Indonesia. Sang dubes secara khusus menyoroti keberadaan Pancasila, dasar negara Republik Indonesia. "Berbahagialah Anda hidup di Indonesia. Dengan berbagai keragaman, negeri yang luas dan penduduknya salah satu terbesar di dunia, Indonesia tetap damai. Kedamaian yang diikat dengan Pancasila," tuturnya.

Dia mengakui negaranya kerap dilanda konflik antarkelompok faksi bersenjata. Belum lagi campur tangan asing dalam konflik yang menambah runyam pertikaian di negerinya.

Celakanya, kata dia, ada kelompok yang mengatasnamakan agama untuk menyerang pihak lain. "Agama yang seharusnya sakral digunakan untuk melegitimasi tindakan kekerasan," ujarnya, sedih.

Menurutnya, kedamaian sesuatu yang mahal di negeri yang terletak di persimpangan Cekungan Mediterania, Semenanjung Arab, dan Bulan Sabit Subur itu.

Negerinya bukan negeri miskin, melainkan sebenarnya negeri yang memiliki sumber daya alam, posisinya strategis, dan mempunyai eksotisme warisan budaya dan sejarah panjang sebagai suatu bangsa. "Jagalah Pancasila, kami ingin belajar tentang Pancasila," pungkasnya.

Kedamaian di Indonesia ialah modal dasar bagi negeri ini untuk maju. Kedamaian yang diikat dengan tali yang sama, yakni Pancasila. Menurut Bung Karno dalam pidatonya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada 1 Juni 1945 silam, bahwa Pancasila sebagai philosophische grondslag.

Artinya, Pancasila ialah dasar filsafat negara, atau fundamen, filsafat, pikiran yang mendalam, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya untuk mendirikan negara Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

Selain Bung Karno, tokoh lain yang menyampaikan pikiran-pikiran tentang Pancasila ialah Mohammad Yamin dan Soepomo pada lembaga yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai itu.

Selanjutnya BPUPKI membuat Panitia Sembilan yang terdiri dari sembilan tokoh untuk merumuskan dasar negara yang berangkat dari usul-usul para tokoh bangsa dalam sidang BPUPKI.

Perdebatan panjang pun muncul di Panitia Sembilan. Tarik menarik antara kelompok Islam dan nasionalis. Kelompok Islam menghendaki Islam menjadi dasar filosofis negara. Namun, kelompok nasionalis menolaknya. Mereka meminta agama jangan dibawa ke dalam masalah kenegaraan.

Akhirnya, mereka menyepakati dasar negara Indonesia Pancasila dengan menghapus kalimat 'menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya', yang kemudian berubah menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.

Pancasila disahkan sebagai dasar negara Indonesia pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Selanjutnya, Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar negara dan dimasukkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.

Cendekiawan Nurcholish Madjid (1992) yang akrab disapa Cak Nur menyebutkan bahwa Pancasila ialah kalimatun sawa, yakni titik temu dari berbagai pandangan atau ideologi.

Setiap agama memiliki perbedaan dalam ritual dan praktik, tetapi memiliki kesamaan pengakuan akan Tuhan dan pengakuan akan nilai-nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kasih sayang, dan toleransi. Jadi, buat apa bertikai?

Dari para founding father yang merumuskan Pancasila, kita bisa belajar bahwa bagaimanapun sengitnya perbedaan pandangan yang dipengaruhi berbagai latar belakang, apakah agama ataupun suku, kepentingan bangsa ialah di atas segalanya.

Mereka ialah negarawan sejati. Bukan ngaku-ngaku negarawan. Mereka membuang ego jauh-jauh dengan tidak memikirkan diri mereka, keluarga mereka atau kelompok mereka, tetapi mereka memikirkan jauh ke depan tentang bangsa dan negeri mereka yang bernama Indonesia.

Ikatan yang kukuh di bawah naungan Pancasila yang membuat Indonesia berada dalam kedamaian menjadi modal Indonesia untuk menjadi negara besar.

Kuncinya Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri dengan tata kelola penyelenggara negara sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan AUPB adalah kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.

Pancasila merupakan konsensus nasional untuk menjadi dasar negara, falsafah negara, way of life, pijakan bagi bangsa ini untuk tinggal landas, bukan tinggal di landasan, sehingga menjadi negara yang disegani di tingkat global.

Dalam sejarahnya, persatuan nasional selalu mengalami ujian dengan munculnya kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara Islam, tetapi bangsa Indonesia mampu menghalaunya.

Namun, ujian itu belum berakhir. Kelompok yang mengatasnamakan agama yang mengibarkan panji-panji kekerasan masih menjadi ancaman di tengah arus ideologi transnasional yang menyelinap dengan mudah, brainwash, melalui media sosial.

Pancasila merupakan legasi besar para pendiri bangsa, jangan hanya diupacarakan dan dipidatokan secara berapi-api, sekadar gagah-gagahan, pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku elite dan kebijakan publik yang relevan dengan tujuan bernegara dalam UUD 1945.

Sudah saatnya rakyat melek politik, eling lan waspodo, jangan lekas terpukau, terharu dan tepuk tangan dengan elite yang cuma bisa mengguncang mimbar dengan nasionalisme semu.

Pancasila berkali-kali dijadikan topeng oleh elite yang memiliki dua wajah, yakni 'panggung depan' (front stage) dan 'panggung belakang' (back stage) dalam teori dramaturgi Erving Goffman (1959).

Mereka ialah 'serigala berbulu domba' atau 'musang berbulu ayam', dalam praktik politiknya menghalalkan segala cara, dengan berbagai kepalsuan tentu saja. Alhasil, demokrasi sekadar tunggangan untuk meraih singgasana kekuasaan.

Dalam zaman yang terus berubah. Pancasila senantiasa harus dilantangkan dan dibumikan sehingga memiliki signifikansi bagi generasi hari ini dan akan datang. Jangan dikatakan lagi: Pancasila, sudah tapi belum. Tabik!

 



Berita Lainnya
  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”