Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Banyak Libur tak Selalu Asyik

30/5/2025 05:00
Banyak Libur tak Selalu Asyik
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira. Mengapa? Karena hanya pada saat liburlah kita tidak dituntut untuk seratus persen produktif. Menurut ahli, libur ialah saat seseorang bisa menemukan keseimbangan antara relaksasi dan produktivitas.

Libur memang asyik. Semakin banyak libur, semakin asyik. Karena itu, bersyukurlah para pecinta libur yang hidup di Indonesia. Fenomena yang terjadi di sini, mungkin dalam satu dekade terakhir, jumlah hari libur yang ditetapkan pemerintah banyak dan berderet.

Selain hari libur nasional yang ditandai dengan tanggal warna merah di kalender, ada pula 'jenis' hari libur baru yang kesannya 'diada-adakan'. Namanya cuti bersama. Itu adalah hari libur tambahan yang diselipkan menyertai hari libur nasional. Statusnya enggak terlalu jelas, abu-abu. Libur, tapi bukan. Tanggal merah bukan, tapi libur.

Tahun ini saja, misalnya, selain 17 hari libur nasional yang ditetapkan pemerintah, ada pula 10 hari cuti bersama. 'Perintah' soal cuti bersama juga resmi dari pemerintah, diteken tiga menteri dalam selembar surat keputusan bersama (SKB). Jadi total sepanjang 2025 terdapat 27 hari libur di luar libur akhir pekan.

Contoh saja, saat tulisan ini ditayangkan, hari ini, Jumat (30/5) juga merupakan cuti bersama yang diagendakan sebagai penambah libur lantaran posisi harinya yang 'kejepit' antara libur nasional Hari Kenaikan Yesus Kristus (Kamis, 29/5) dan libur akhir pekan. Jadilah, pekan ini liburnya menjadi empat hari berurutan.

Dengan adanya beberapa hari libur nasional yang digandengkan dengan cuti bersama, tersaji banyak hari libur yang periodenya cukup panjang. Minimal berderet selama tiga hari, paling banyak tujuh hari. Jadi, tak perlu menunggu liburan kenaikan kelas atau semesteran bagi anak sekolah, atau cuti tahunan buat para pekerja, mereka sudah bisa menikmati libur lumayan panjang. Istilah populernya long weekend.

Niat pemerintah mengadakan hari cuti bersama memang itu. Hari libur model long weekend yang banyak diharapkan akan menggerakkan orang untuk pergi berlibur. Pada gilirannya aktivitas dan belanja konsumsi masyarakat selama berlibur itu akan menggairahkan bisnis pariwisata, industri kreatif, dan terutama perhotelan yang belakangan ini memang tengah merana.

Mimpinya tak berhenti di situ. Peningkatan aktivitas wisata dan okupansi hotel diharapkan pula bakal berdampak pada sektor lain, seperti transportasi, restoran, ritel, termasuk toko oleh-oleh. Rantai ekonomi yang positif tercipta, perekonomian daerah pun diyakini akan terangkat.

Namun, mengasyikkan buat satu-dua pihak, belum tentu menyenangkan bagi pihak lain. Respons berbeda akan muncul ketika kita tanyakan soal banyaknya hari libur itu ke pelaku usaha atau pebisnis, utamanya yang bergerak di sektor produksi.

Sebagian besar dari mereka, kalau bisa dan kalau boleh, pasti akan menolak kebijakan pemerintah terkait dengan libur nasional yang dalam beberapa tahun ini dinilai sudah terlalu banyak. Bukan isapan jempol bahwa jumlah hari libur yang terlalu banyak akan berdampak negatif pada produktivitas kerja di sektor industri dan bisnis.

Barangkali, kalau cuma libur nasionalnya yang berjibun, mereka masih bisa toleransi. Bagaimanapun, dengan banyaknya agama dan keyakinan yang diakui di Indonesia, mau tidak mau, kebijakan penentuan libur nasional pemerintah juga mesti akomodatif. Di negara lain pun seperti itu, hari libur nasional diadakan salah satunya sebagai penghormatan dari negara untuk warga mereka supaya bisa merayakan hari besar keagamaan secara khidmat.

Akan tetapi, penambahan libur cuti bersama hingga 10 hari itulah yang mungkin membuat para pengusaha itu pening. Bagi sektor industri dan bisnis, 'kehilangan' sebanyak 27 hari selama setahun itu tentu memberatkan. Mereka yang di satu sisi didesak untuk menggeber produktivitas, di lain sisi malah terkesan dipaksa untuk bekerja 'santuy' lantaran banyaknya hari libur.

Sejumlah ekonom bahkan meyakini jumlah libur yang berlebihan dalam setahun juga dapat berpengaruh pada sektor investasi. Di mana-mana investor pasti akan mencari negara atau daerah yang produktivitasnya tinggi. Manpower yang murah memang bisa menjadi daya tarik, tapi kalau produktivitasnya rendah, ya, sama juga bohong. Investor pasti akan berpikir ulang sebelum mau menanamkan modal mereka.

Boleh jadi alasan kita kalah bersaing dengan Vietnam dan beberapa negara ASEAN lain dalam menggaet investasi asing salah satunya gara-gara persoalan hari libur itu. Coba kita bandingkan, ketika jumlah hari libur nasional di Indonesia tahun ini sampai 27 hari, di Vietnam cuma 18 hari. Malaysia dan Myanmar sama, 17 hari. Filipina juga hanya 19 hari. Thailand dan Kamboja 22 hari. Lantas produktivitas macam apa yang bisa kita tawarkan kepada investor?

Kiranya untuk tahun-tahun depan pemerintah perlu mempertimbangkan lagi soal penentuan jumlah libur tahunan itu. Yang pasti, jumlah hari libur nasional sebanyak 17 hari sudah cukup moderat. Kalaupun mau ditambah dengan cuti bersama, ya secukupnya saja, tak perlu juga sampai 10 hari.

Itu penting agar roda ekonomi dapat bergerak seimbang di setiap bagiannya. Jangan keasyikan pemerintah menambah hari libur justru jadi bumerang, bisa-bisa buntutnya malah menambah jumlah orang menganggur.



Berita Lainnya
  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.