Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
Reformasi birokrasi masih jalan di tempat. Masih menjadi fatamorgana, seolah-olah reformasi birokrasi sudah berjalan, faktanya isapan jempol. Nihil.
Tak jauh berbeda seperti ilusi optik karena pembiasan cahaya melalui lapisan udara dengan suhu yang berbeda sehingga menciptakan bayangan atau gambar yang seolah-olah nyata.
Seiring dengan membuncahnya syahwat politik menjadi panglima, kerusakan birokrasi semakin menjadi-jadi. Penjenjangan karier berbasiskan meritokrasi dalam dunia aparatur sipil negara menjadi kacau balau.
Sejumlah regulasi yang memagari seorang perwira/jenderal TNI dan Polri menjabat di jabatan sipil hanya 'macan kertas'. Ketika pendekatan politik mengemuka, semuanya bisa ditabrak, diakali, atau diubah undang-undangnya.
Pendekatan politik memiliki daya rusak dalam sistem pemerintahan di Tanah Air. Pendekatan politik bisa bersumberkan macam-macam, yakni bekas anggota tim sukses ketika kontestasi pilpres atau pilkada, koalisi politik, perkoncoan, kerabat, dan sebagainya.
Indonesia bukan negara terbelakang yang tidak mempunyai regulasi tentang meritokrasi. Sejak 2014 yang kemudian diperbarui pada 2023 negeri ini sudah memiliki regulasi yang mengatur sistem merit.
Dalam penjelasan Pasal 26 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa sistem merit diselenggarakan sesuai dengan prinsip meritokrasi.
Yang dimaksud dengan 'prinsip meritokrasi', pada bagian penjelasan itu, adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Sistem meritokrasi dalam UU tersebut senapas dengan pengertian meritokrasi yang diperkenalkan Michael Dunlop Young dalam The Rise of the Meritocracy (1958) bahwa meritokrasi adalah sistem yang mengedepankan kemampuan dan prestasi dalam promosi atau rekrutmen.
Dalam proyeksi Kementerian PPN/Bappenas pada 2019 untuk mencapai visi Indonesia 2045 yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, disebutkan bahwa pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan menjadi pilar keempat dari empat pilar yang memberikan landasan menuju Indonesia emas tersebut.
Reformasi birokrasi dan kelembagaan dalam proyeksi Bappenas itu diperkuat untuk mewujudkan peran dan fungsi pemerintah dalam pencapaian kepentingan publik, kelembagaan birokrasi yang kontekstual serta tepat fungsi dan ukuran.
Selain itu, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif, inklusif, partisipatif, dan saling menunjang antarsektor serta membentuk kelembagaan birokrasi yang andal dan modern dengan SDM aparatur sipil negara yang profesional dan mampu mengelola perubahan dengan baik.
Salah satu dari delapan misi utama (Astacita) pemerintahan Prabowo-Gibran juga memberikan perhatian untuk melakukan reformasi birokrasi dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Walakin, kesemuanya itu masih di atas kertas. Belum ada upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Masih omon-omon. Politik balas budi dan berbagai kepentingan pragmatis lainnya yang mengemuka di era pemerintahan Prabowo menjadi batu sandungan untuk menjadikan reformasi birokrasi dari impian menjadi kenyataan.
Birokrasi ibarat mesin yang menggerakkan kendaraan. Apabila kapasitas mesin tidak mendukung, mesin rusak atau salah mesin, kendaraan tidak akan bisa berjalan. Bahkan, kendaraannya bakal rusak sehingga teronggok menjadi rongsokan.
Demikian pula pemerintahan memerlukan 'mesin-mesin' yang mumpuni, yakni memiliki kapasitas, keterampilan dan integritas untuk menggerakkan pembangunan. Terlebih pemerintah memiliki cita-cita menjadikan birokrasi pemerintahan sebagai birokrasi kelas dunia (world-class bureaucracy) pada 2045.
Birokrasi yang diidam-idamkan seluruh masyarakat Indonesia dan dunia tentunya sebagai birokrasi yang memiliki tingkat efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan kualitas pelayanan publik yang sangat tinggi.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pengarahan terkait dengan antikorupsi di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (25/10/2024) yang menganalogikan ikan busuk dari kepala patut kita renungkan.
Tak hanya menjadi bahan refleksi tentu saja, tetapi juga menjadi pijakan bahwa baik-buruknya suatu lembaga bergantung kepada kepalanya. Bila kepalanya baik, lembaganya juga akan baik. Sebaliknya apabila kepala buruk, lembaganya juga akan buruk.
Maraknya jual beli jabatan dalam pemerintahan menunjukkan meritokrasi dikangkangi. Jabatan tinggi atau memiliki pengaruh menjadi aji mumpung untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan pribadi.
Sejumlah kasus baik di kementerian, lembaga, maupun pemerintahan yang digarap Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung memperlihatkan praktik lancung terjadi dalam semua ranah penyelenggara negara, trias politika (legislatif, eksekutif, yudikatif).
Berdasarkan data KPK pada 2024 praktik jual beli jabatan ialah kasus korupsi tertinggi di Tanah Air. Sebanyak 371 ASN terjerat oleh kasus rasuah karena memperdagangkan jabatan.
Menurut hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan KPK pada 2024 terhadap 94 kementerian/lembaga, 37 pemerintah provinsi, 508 pemerintah kabupaten/kota, dan dua badan usaha milik negara (BUMN), skor yang dicapai ialah 71,53.
Memang indeks integritas nasional naik 0,56 poin dari tahun sebelumnya. Namun, capaian angka itu masih belum mampu mendongkrak integritas nasional dari kategori rentan.
Alhasil, perlu komitmen yang kuat untuk meningkatkan integritas sehingga pemerintahan berjalan dengan tata kelola yang baik, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.
Indonesia harus dikembalikan sebagai negara hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hukum harus menjadi panglima. Kehidupan berbangsa dan bernegara jangan mengikuti pemimpin yang berkepala busuk karena akan menciptakan banyak kebusukan dan mudarat di Republik tercinta ini. Tabik!
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved