Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Basa-basi Meritokrasi

27/5/2025 05:00
Basa-basi Meritokrasi
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

Reformasi birokrasi masih jalan di tempat. Masih menjadi fatamorgana, seolah-olah reformasi birokrasi sudah berjalan, faktanya isapan jempol. Nihil.

Tak jauh berbeda seperti ilusi optik karena pembiasan cahaya melalui lapisan udara dengan suhu yang berbeda sehingga menciptakan bayangan atau gambar yang seolah-olah nyata.

Seiring dengan membuncahnya syahwat politik menjadi panglima, kerusakan birokrasi semakin menjadi-jadi. Penjenjangan karier berbasiskan meritokrasi dalam dunia aparatur sipil negara menjadi kacau balau.

Sejumlah regulasi yang memagari seorang perwira/jenderal TNI dan Polri menjabat di jabatan sipil hanya 'macan kertas'. Ketika pendekatan politik mengemuka, semuanya bisa ditabrak, diakali, atau diubah undang-undangnya.

Pendekatan politik memiliki daya rusak dalam sistem pemerintahan di Tanah Air. Pendekatan politik bisa bersumberkan macam-macam, yakni bekas anggota tim sukses ketika kontestasi pilpres atau pilkada, koalisi politik, perkoncoan, kerabat, dan sebagainya.

Indonesia bukan negara terbelakang yang tidak mempunyai regulasi tentang meritokrasi. Sejak 2014 yang kemudian diperbarui pada 2023 negeri ini sudah memiliki regulasi yang mengatur sistem merit.

Dalam penjelasan Pasal 26 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa sistem merit diselenggarakan sesuai dengan prinsip meritokrasi.

Yang dimaksud dengan 'prinsip meritokrasi', pada bagian penjelasan itu, adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.

Sistem meritokrasi dalam UU tersebut senapas dengan pengertian meritokrasi yang diperkenalkan Michael Dunlop Young dalam The Rise of the Meritocracy (1958) bahwa meritokrasi adalah sistem yang mengedepankan kemampuan dan prestasi dalam promosi atau rekrutmen.

Dalam proyeksi Kementerian PPN/Bappenas pada 2019 untuk mencapai visi Indonesia 2045 yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, disebutkan bahwa pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan menjadi pilar keempat dari empat pilar yang memberikan landasan menuju Indonesia emas tersebut.

Reformasi birokrasi dan kelembagaan dalam proyeksi Bappenas itu diperkuat untuk mewujudkan peran dan fungsi pemerintah dalam pencapaian kepentingan publik, kelembagaan birokrasi yang kontekstual serta tepat fungsi dan ukuran.

Selain itu, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif, inklusif, partisipatif, dan saling menunjang antarsektor serta membentuk kelembagaan birokrasi yang andal dan modern dengan SDM aparatur sipil negara yang profesional dan mampu mengelola perubahan dengan baik.

Salah satu dari delapan misi utama (Astacita) pemerintahan Prabowo-Gibran juga memberikan perhatian untuk melakukan reformasi birokrasi dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Walakin, kesemuanya itu masih di atas kertas. Belum ada upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Masih omon-omon. Politik balas budi dan berbagai kepentingan pragmatis lainnya yang mengemuka di era pemerintahan Prabowo menjadi batu sandungan untuk menjadikan reformasi birokrasi dari impian menjadi kenyataan.

Birokrasi ibarat mesin yang menggerakkan kendaraan. Apabila kapasitas mesin tidak mendukung, mesin rusak atau salah mesin, kendaraan tidak akan bisa berjalan. Bahkan, kendaraannya bakal rusak sehingga teronggok menjadi rongsokan.

Demikian pula pemerintahan memerlukan 'mesin-mesin' yang mumpuni, yakni memiliki kapasitas, keterampilan dan integritas untuk menggerakkan pembangunan. Terlebih pemerintah memiliki cita-cita menjadikan birokrasi pemerintahan sebagai birokrasi kelas dunia (world-class bureaucracy) pada 2045.

Birokrasi yang diidam-idamkan seluruh masyarakat Indonesia dan dunia tentunya sebagai birokrasi yang memiliki tingkat efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, transparansi, dan kualitas pelayanan publik yang sangat tinggi.

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pengarahan terkait dengan antikorupsi di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (25/10/2024) yang menganalogikan ikan busuk dari kepala patut kita renungkan.

Tak hanya menjadi bahan refleksi tentu saja, tetapi juga menjadi pijakan bahwa baik-buruknya suatu lembaga bergantung kepada kepalanya. Bila kepalanya baik, lembaganya juga akan baik. Sebaliknya apabila kepala buruk, lembaganya juga akan buruk.

Maraknya jual beli jabatan dalam pemerintahan menunjukkan meritokrasi dikangkangi. Jabatan tinggi atau memiliki pengaruh menjadi aji mumpung untuk mengumpulkan pundi-pundi kekayaan pribadi.

Sejumlah kasus baik di kementerian, lembaga, maupun pemerintahan yang digarap Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung memperlihatkan praktik lancung terjadi dalam semua ranah penyelenggara negara, trias politika (legislatif, eksekutif, yudikatif).

Berdasarkan data KPK pada 2024 praktik jual beli jabatan ialah kasus korupsi tertinggi di Tanah Air. Sebanyak 371 ASN terjerat oleh kasus rasuah karena memperdagangkan jabatan.

Menurut hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan KPK pada 2024 terhadap 94 kementerian/lembaga, 37 pemerintah provinsi, 508 pemerintah kabupaten/kota, dan dua badan usaha milik negara (BUMN), skor yang dicapai ialah 71,53.

Memang indeks integritas nasional naik 0,56 poin dari tahun sebelumnya. Namun, capaian angka itu masih belum mampu mendongkrak integritas nasional dari kategori rentan.

Alhasil, perlu komitmen yang kuat untuk meningkatkan integritas sehingga pemerintahan berjalan dengan tata kelola yang baik, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.

Indonesia harus dikembalikan sebagai negara hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hukum harus menjadi panglima. Kehidupan berbangsa dan bernegara jangan mengikuti pemimpin yang berkepala busuk karena akan menciptakan banyak kebusukan dan mudarat di Republik tercinta ini. Tabik!

 

 



Berita Lainnya
  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.