Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KARENA potongan lagunya kerap berseliweran di platform media sosial sebagai bunyi latar (backsound) video-video kiriman netizen, saya jadi suka mendengarkan lagu Kita Usahakan Lagi milik band indie Batas Senja. Senandungnya lembut, cenderung sedih khas 'lagu senja', dan liriknya cukup menginspirasi.
Secara keseluruhan, lirik lagu itu menawarkan energi positif tentang sebuah perjuangan dan penantian. Ada semangat, ada kepasrahan, yang intinya mengajak pendengarnya untuk tidak gampang menyerah, tidak cepat putus asa ketika apa yang mereka perjuangkan belum menemui hasil.
Namun, yang paling membetot perhatian saya ialah potongan lirik di bagian refrein. Terasa lucu, tapi maknanya dalam. Bahkan dalam perspektif yang agak berbeda, bait potongan itu bisa menjadi semacam sentilan, sindiran, atau sarkasme, bukan buat mereka yang belum berhasil, melainkan bagi mereka yang suka menunda-nunda pekerjaan.
'Jika tidak hari ini, mungkin minggu depan
Jika tidak minggu ini, mungkin bulan depan
Jika tidak bulan ini, mungkin tahun depan
Segala harapan kan datang yang kita impikan'
Dalam konteks lain, lirik itu kiranya amat pas untuk menggambarkan perjalanan dua rancangan undang-undang (RUU) yang sudah sangat lama diinisiasi, tapi tak kunjung sah menjadi undang-undang. Dua itu ialah RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Perampasan Aset. RUU PPRT diusulkan pertama kali pada 2004, sedangkan RUU Perampasan Aset pada 2008. Kini, usia keduanya sudah dua digit, bahkan UU PPRT sudah lebih dari 20 tahun.
Perjalanan kedua beleid itu, ya, persis chorus lagu Kita Usahakan Lagi tadi. Hari ini gagal dibahas, diagendakan minggu depannya. Minggu depan mentok, dijanjikan bulan depan. Bulan depan tak jadi lagi, ditarget tahun depannya. Begitu seterusnya sampai akhirnya belasan, bahkan puluhan, tahun kemudian belum juga kelar.
Setiap periode legislatif dan eksekutif berganti, saban itu pula harapan muncul. Namun, hasilnya selalu nihil dengan macam-macam dalih yang menyertai. Alasan urgensi kenapa negara ini mesti punya UU PPRT dan UU Perampasan Aset kerap tak digubris. Boleh jadi lantaran apa yang menjadi spirit kedua RUU tersebut berlawanan atau setidaknya mengganggu kepentingan elite.
Sementara itu, pada saat yang sama, banyak RUU yang umurnya baru seumur jagung malah sangat antusias dibahas dan sekelebat kemudian (karena beberapa RUU memang dibahas dengan kecepatan amat tinggi) disahkan. Ada pula yang biar pembahasannya cepat tanpa gangguan, DPR membahasnya secara diam-diam di hotel mewah. Kalau yang seperti itu, barangkali, aroma keterikatannya dengan kepentingan elite sangat kuat.
Harapan baru akan kedua RUU itu sebetulnya kembali muncul. Pada momen peringatan Hari Buruh, 1 Mei lalu, Presiden Prabowo Subianto di hadapan para buruh melempar janji bahwa RUU PPRT akan disahkan dalam waktu tiga bulan. "Mudah-mudahan tidak lebih dari tiga bulan RUU ini akan selesai kita bereskan," ujar Prabowo, ketika itu.
Pada momen yang sama, Prabowo juga menyatakan pemerintah bakal mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset yang saat ini mandek di DPR. "Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah korupsi, enggak mau kembalikan aset," kata dia.
Untuk RUU PPRT, angin segar juga datang dari DPR. Pekan ini Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah kembali mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pihak terkait, seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Tak cuma itu, Baleg menjamin RUU PPRT bakal selesai dalam waktu empat bulan ke depan.
Sedikit berbeda dengan janji Presiden, sih, tapi masih okelah. Yang penting, kan, bukan janjinya, melainkan bukti atau realisasinya nanti. Jangan sampai yang awalnya kita anggap sebagai angin segar, malah lagi-lagi cuma jadi angin surga. Publik sudah tak doyan janji karena mereka sudah berkali-kali ditipu dan tertipu oleh janji.
Untuk RUU Perampasan Aset, agak berbeda. Dalam orasinya saat Hari Buruh, Prabowo juga tak spesifik menyebut tenggat, dia hanya akan menyatakan mendukung dan mendorong pengesahannya yang mandek di DPR. Kendati demikian, kabar baiknya, pemerintah telah mengirimkan usul RUU Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional 2025-2029.
Nah, sayangnya, legislatifnya justru kurang responsif. Dalam satu kesempatan, Ketua DPR Puan Maharani malah mengatakan parlemen tidak akan terburu-buru membahas RUU Perampasan Aset. DPR akan merampungkan dulu revisi Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sejujurnya, di balik harapan yang tersisa, selalu ada keraguan yang menyempil di antaranya, apakah pemerintah dan DPR betul-betul serius dan menganggap penting dua RUU tersebut? Sekarang bisa jadi kelihatan serius, tapi siapa yang bisa menjamin minggu depan, bulan depan, bakal tetap sama perlakuannya? Entahlah.
Publik dan terutama para pejuang UU PPRT dan UU Perampasan Aset kiranya perlu mengambil energi positif (bukan sisi sarkasnya) dari lagu Kita Usahakan Lagi tadi. Semangat menolak menyerah dan pantang berputus asa tampaknya memang harus terus dipupuk. Apalagi, 'lawan' kita bukan lawan mudah, amat kuat, terbukti mereka mampu meredam pengesahan kedua RUU itu selama bertahun-tahun.
Jadi, sembari tetap menjaga asa, mari kita sing along lagu itu. 'Jika tidak hari ini, mungkin minggu depan'. 'Jika tidak minggu ini, mungkin bulan depan'. 'Jika tidak bulan ini, mungkin tahun depan'.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved