Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Reformasi dan Kemiskinan

22/5/2025 05:00
Reformasi dan Kemiskinan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APAKAH gerakan reformasi yang sudah berusia 27 tahun bisa disebut berhasil atau malah gagal? Jawabannya tergantung dari sudut pandang yang mana dan dalam hal ihwal apa. Sebab, 'gagal' dan 'berhasil' itu kiranya bertetangga dekat. Penggunaan dua kata itu, walaupun berada di kutub yang jauh berbeda, bisa diterapkan dalam situasi yang sama. Itu tergantung perspektif apa yang digunakan.

Dalam memandang penurunan angka kemiskinan yang dilakukan dari rezim ke rezim, misalnya, kata 'berhasil' dan 'gagal' bisa diterapkan sekaligus. Bila yang dimaksud adalah persentase orang miskin menurun selama 27 tahun atau setidak-tidaknya 10 tahun terakhir, kata 'berhasil' boleh disematkan.

Fakta menunjukkan, dalam kurun satu dekade terakhir, pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 10,96% pada September 2014 menjadi 8,57% pada September 2024. Secara jumlah, penduduk miskin juga berkurang jika dibandingkan dengan satu dekade lalu, yakni berkurang 3,06 juta orang, dari 28,28 juta orang menjadi 25,26 juta orang.

Namun, capaian perjuangan memerangi kemiskinan itu tetap ada yang menyebutnya dengan kata 'gagal'. Apa tolok ukurnya? Barometernya target sebagaimana yang sudah dicanangkan dalam RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah basional). Kalau sudut pandang ukurannya target, fakta menunjukkan penurunan angka kemiskinan meleset, alias gagal mencapai target.

Mari kita kupas tahun demi tahun urusan target perang melawan kemiskinan ini. Berdasarkan data RPJMN dan Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan ditargetkan turun menjadi 10% pada 2015. Namun, realisasinya angka kemiskinan masih 11,22%. Pada 2016, target penurunan angka kemiskinan menjadi 9,5%, tapi realisasinya meleset dari target karena kemiskinan masih di angka 10,86%.

Pada 2017, angka kemiskinan di Indonesia masih 10,64%, tidak sesuai dengan yang ditargetkan di angka 9%. Kemudian, pada tahun berikutnya pemerintah hanya mampu menekan angka kemiskinan di level 9,82%, gagal mencapai target yang sebesar 8%. Pada 2019, pemerintah juga gagal menekan angka kemiskinan sesuai dengan RPJMN. Dari target yang dipatok 7,5%, angka kemiskinan masih di angka 9,41%.

Pada RPJMN 2020-2024, pemerintah tidak meletakkan target angka kemiskinan secara per tahun, tapi mematok langsung ke akhir 2024, yakni di kisaran 6%-7%. Namun, sampai September 2024, angka kemiskinan di Indonesia masih 8,57%. Angka kemiskinan ekstrem yang ditargetkan lenyap pada akhir 2024, juga meleset dari target karena realisasinya hingga kini masih ada lebih dari sejuta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Lalu, sebagian orang bertanya: jika demikian adanya, siapa yang salah? Kinerja atau targetnya? Lagi-lagi, seperti kata 'berhasil' dan 'gagal' yang bertetangga dekat, kata 'salah' dan 'benar' dalam konteks target capaian penurunan kemiskinan juga 'bersaudara dekat'.

Soal salah dan benar ini kiranya selalu menjadi perdebatan sepanjang waktu, khususnya menjawab mana yang benar soal bagaimana cara pandang negara terhadap kemiskinan. Boleh jadi masih ada elemen negara yang berpandangan bahwa akar masalah kemiskinan di Republik ini ialah murni problem kultural. Padahal, dalam banyak riset disebutkan akar masalah kemiskinan di negeri ini ialah persoalan struktural.

Dalam perspektif sosiologis, terjadinya kemiskinan bukanlah semata akibat seseorang itu kurang berusaha, pemalas, atau sekadar tidak beruntung sehingga jatuh miskin bahkan mewariskan kemiskinan. Kemiskinan acap kali berakar pada sebab struktural yang berada di luar kendali orang per orang.

Faktor penyebab itu bisa berwujud dalam regulasi yang tidak berpihak; diskriminasi yang membatasi akses terhadap pendidikan dan kesehatan; hingga kegagalan penciptaan lapangan kerja yang layak. Ditambah dengan sumber daya ekonomi dan politik yang terkonsentrasi di segelintir orang, kian paripurnalah kemiskinan itu, dilanggengkan oleh berbagai kebijakan yang bersifat struktural.

Dalam konteks itu, kegagalan menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan target RPJMN yang pernah dibikin sendiri oleh pemerintah sebelumnya lebih mengarah ke kegagalan mengatasi problem-problem struktural. Pun kemerosotan jumlah kelas menengah di Indonesia dalam lima tahun terakhir dan makin banyaknya orang yang turun kelas jadi masyarakat rentan miskin bisa dilihat sebagai fenomena pemiskinan struktural.

Kata Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, "Penurunan kelas menengah adalah refleksi dari fondasi ekonomi Indonesia, yaitu kegagalan tranformasi struktural perekonomian, deindustrialisasi terlalu dini, dan ketidaktersambungan antara sektor pertanian, sektor industri, dan jasa."

Saya sepakat dengan penilaian itu. Persoalan struktural yang membelit kemiskinan di negeri ini mesti diatasi dengan cara-cara struktural. Kebijakan menahan agar orang tidak turun kelas saja masih rapuh, apalagi menaikkan kelas agar tidak menjadi miskin. Jadi, dibutuhkan upaya struktural yang ekstra dalam bentuk keberpihakan kebijakan bila mau target-target penurunan kemiskinan menjadi kenyataan.

Kalau bukan langkah seperti itu yang terjadi, wajar belaka bila banyak yang frustrasi, lalu menghibur diri, seperti tecermin dari seabrek syair lagu di negeri ini yang 'membenarkan' hidup dalam kemiskinan: 'Biar miskin harta asal kaya hati', 'tidak apa jadi termiskin di dunia asal jadi yang paling mencintai dirimu', 'biarkan makan sepiring berdua asal selalu bersama'.

 



Berita Lainnya
  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.

  • Menjaga Harapan

    23/5/2025 05:00

    Nah, sayangnya, legislatifnya justru kurang responsif.