Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
SEJAK awal bulan ini, Media Indonesia membuat ajakan kepada siapa pun di negeri ini untuk membuat bangkit Indonesia. Ajakan itu bahkan disimbolkan dengan logo dan tagar #BangkitIndonesia. Kebetulan, bulan ini, Mei, ada peringatan Hari Kebangkitan Nasional.
Maksud ajakan itu sederhana, yakni agar kita lebih tergerak untuk menyalakan lilin ketimbang mengutuki kegelapan. Saat tantangan terasa kian mendaki, sudilah kiranya kita berbagi resep tentang bagaimana cara sukses menuju puncak. Setiap kepala pasti punya cerita dan cara yang tidak persis sama. Kian banyak kepala akan makin banyak jalan keluar.
Mustahil bangsa sebesar Indonesia dihuni kepala yang kosong. Tidak masuk akal bangsa sekuat Indonesia lahir dari kehampaan tanpa cita-cita. Sejak Indonesia merdeka, sudah berbilang kata dinyatakan bahwa 'kita bangsa besar, kita bangsa kuat'. Kekuatan itu terletak pada manusia-manusia Indonesia. Kebesaran itu terdapat pada kepala-kepala anak bangsa yang cemerlang.
Bung Karno pernah mengatakan besar-kecilnya suatu bangsa bukan ditentukan seberapa luas wilayahnya dan seberapa banyak penduduknya. Namun, besar-kecilnya suatu bangsa ditentukan kuantitas dan kualitas tekad yang merupakan pancaran dari karakter bangsa itu sendiri.
"Maka Indonesia ialah bangsa besar. Kita bangsa yang kuat, yang digembleng. Yang jatuh, digembleng lalu bangkit lagi. Digembleng lagi, bangkit lagi," tegas Bung Karno dalam sebuah pidatonya.
Perkataan Bung Karno diamini penulis asal Belgia lulusan Universitas Leiden, David van Reybrouck. Lewat bukunya, Revolusi: Indonesia and the Birth of Modern World, David menyebut Indonesia sebagai 'bangsa pelopor'. Ia menyimpulkan, 'Sejarah Indonesia menorehkan peristiwa tanpa preseden dengan signifikansi global, yakni negara pertama yang mendeklarasikan kemerdekaan pasca-Perang Dunia II'.
Karena itu, kita sejatinya memiliki banyak modal penting. Para pendiri Republik ini punya karakter sehingga mereka sanggup mewujudkan kemerdekaan. Mereka bisa menjadikan Indonesia sebagai bangsa pelopor, bukan pengekor. Mereka menunjukkan diri sebagai figur berkarakter. Makanya, mereka juga autentik ketika berbicara tentang pentingnya membangun karakter bangsa.
Melalui #BangkitIndonesia, kita mengajak bangsa ini melihat kembali rekam jejak sejarah bangsa yang berkarakter, dengan para pendiri bangsa yang juga berkarakter. Karakter bangsa dapat menjadi dasar tolok ukur kemajuan suatu negara.
Dengan karakter yang kuat, sebuah bangsa bisa tetap eksis meskipun terus dihadapkan dengan tren dan teknologi yang dapat berubah dengan sangat cepat dari waktu ke waktu. Seperti kata Bung Karno, bangsa yang kuat tak akan takluk oleh zaman karena kita berkepribadian dalam budaya. Itu ciri karakter bangsa yang kuat dan tangguh.
Karakter itu hidup dan menyejarah, tidak semata ditentukan selembar sertifikat pengakuan atau ijazah. Berkaitan dengan hal itu, lagi-lagi Bung Karno punya kisah, ia pernah mendapatkan kesan yang menarik saat diwisuda dari Institut Teknologi Bandung. Kala itu, sang rektor berpesan bahwa ijazah yang diterima Bung Karno bisa saja hilang dan robek, tetapi yang menentukan hidup kelak bukan secarik ijazah, melainkan karakter. Jadi, lebih besar daripada seorang Sukarno ialah jiwa dan karakter Sukarno itu sendiri.
Bangsa yang sehat itu seperti pohon. Terdiri dari akar yang kuat, batang pohon yang menjulang tinggi, ranting yang tersusun rapi, berdaun lebat, serta berbuah ranum. Akar pohon itu bisa disamakan dengan karakter. Kita boleh pintar dan cerdas, tetapi jika akarnya lemah, akan mudah roboh ketika diterpa angin kencang.
Karena itu, kehilangan karakter ialah bencana. Sebuah adagium menuliskan, 'kalau suatu bangsa kehilangan nilai mata uang, sejatinya tidak ada yang hilang dari bangsa itu. Jika suatu bangsa kehilangan kesehatan, bangsa itu akan kehilangan sesuatu dari dalam diri bangsa itu. Namun, bila suatu bangsa kehilangan karakter, apa pun yang bangsa itu miliki menjadi tiada arti. Bangsa yang hampa, kosong, tak punya nilai apa-apa'.
Saya sepenuhnya sepakat dengan adagium itu. Kita memang tengah menghadapi dekadensi moral yang akut: dari korupsi yang tak mati-mati, politik uang yang terus beranak-pinak, suara yang diperdagangkan, pemburu rente terus berkeliaran, penegakan keadilan yang masih kesepian, lapangan pekerjaan kalah balapan ketimbang pemburu pekerjaan, kesenjangan yang terus dipekikkan tapi masih bertahan, hingga pemerataan ekonomi yang sulit diwujudkan.
Namun, kiranya itu bukan alasan bagi kita untuk terus mengutuki keadaan. Ibarat terowongan panjang kegelapan, masih ada cahaya yang disulut sebagian orang. Kita, meminjam perkataan cendekiawan Nucholish Madjid, belum pada tahap gridlock, alias saling mengunci.
Karena itu, tidak ada kata lelah untuk berbuat baik, menguatkan karakter. Seperti pesan Nabi Muhammad SAW: "Jika sampai saat terakhir hidupmu kau masih sempat berbuat baik, berbuat baiklah walaupun sekadar dengan menanam sebiji sawi."
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved