Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
HARI-HARI belakangan ini, publik di negeri ini merasakan dua kabar dengan jenis berbeda: kabar sedap dan kabar pahit. Dua kabar itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika biasanya kita memulai dari kabar yang sedap-sedap, yang baik-baik, yang menyenangkan, untuk kali ini izinkan saya menuliskan kabar pahit dulu. Tujuan saya agar di ujung bacaan, 'lidah' kita mencecap yang sedap, yang enak, yang manis.
Kabar kurang sedap pertama berasal dari pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) soal perekonomian kita pada awal tahun ini. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal I 2025 ada di angka 4,87% year on year (yoy). Capaian itu lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya (kuartal IV 2024) yang mencapai 5,02%.
Raihan pertumbuhan pada awal tahun ini juga lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi pada kuartal yang sama 2024 lalu di angka 5,11%. Jadi, selain meleset dari target pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 yang minimal 5%, angka pertumbuhan pada awal tahun 'ular kayu' ini turun ketimbang capaian pertumbuhan kuartalan sebelum-sebelumnya. Bahkan tercatat sebagai pertumbuhan ekonomi terendah secara kuartalan sejak kuartal III 2021.
Di tengah upaya keras pemerintah menggenjot pertumbuhan hingga mencapai 8% pada 2028, raihan pertumbuhan pada kuartal pertama 2025 ini jelas kenyataan pahit yang mesti diterima, bukan disangkal. Sinyal bahwa ekonomi bakal melesu sebetulnya sudah digaungkan sejak pertengahan tahun lalu. Ketika itu, para analis ekonomi meyakini bahwa ekonomi akan tumbuh di bawah 5% karena daya beli masyarakat terus tergerus.
Padahal, daya beli ialah faktor paling menentukan buat belanja, perkara dominan untuk konsumsi. Celakanya, hingga pada kuartal I 2025 ini, sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi kita. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi masih lebih dari separuh, tepatnya 54,53%. Bila daya beli tergerus, konsumsi masyarakat berkurang, otomatis pertumbuhan ekonomi terganggu.
Karena itu, yang harus dilakukan pemerintah dua hal: mengakui ekonomi sedang lesu (menyetop beragam penyangkalan) dan menyelamatkan konsumsi masyarakat dengan menggenjot belanja pemerintah. Dengan menyetop penyangkalan, segala energi akan lebih tersalurkan untuk menemukan solusi. Dengan pemerintah mulai menggenjot belanja, konsumsi akan bangkit, roda ekonomi menggeliat, dan pertumbuhan akan terselamatkan dari kejatuhan pada kuartal-kuartal mendatang.
Berita pahit kedua, soal posisi indeks industri manufaktur kita, alias purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi 46,7. Angka itu merupakan terendah sejak masa pandemi covid-19. Padahal, selama lima bulan sebelumnya, PMI kita berada di zona ekspansif dengan skor indeks menurut S&P Global di angka 50 lebih sedikit.
Angka PMI dikatakan terkontraksi atau melesu bila skornya di bawah 50. Bila skor indeks di atas 50, artinya sektor manufaktur kita ekspansif, positif, dan ramah terhadap penyerapan tenaga kerja. Bila terus-terusan indeks PMI kita di zona kontraksi, itu alarm bahaya bagi penyerapan tenaga kerja kita.
Karena itu, pemerintah mesti memutar otak sekencang-kencangnya untuk mengembalikan indeks manufaktur agar berada di jalur ekspansi. Tujuannya penambahan pengangguran bisa diminimalkan. Selama ini, dengan level industri manufaktur yang tidak ekspansif, tingkat ketersediaan lapangan kerja kalah cepat ketimbang penambahan jumlah angkatan kerja. Ketersediaan lapangan kerja seperti deret hitung, sedangkan jumlah angkatan kerja serupa deret ukur.
Boleh kiranya kita mengikuti cara Tiongkok, Filipina, atau Vietnam yang mampu menjaga daya ekspansi industri manufaktur mereka dengan mengedepankan kebijakan protektif terhadap pasar domestik. Jangan terus membuat negeri ini jadi pasar besar bagi industri dari negara lain, dengan dalih pasar bebas.
Itu tadi kabar pahit. Sekarang, saatnya kita mencecap kabar manis. Pertama, masih dari hubungan antara realisasi investasi dan penyerapan lapangan kerja. Adalah Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani yang mengumumkan realisasi investasi triwulan I 2025 mencapai Rp465,2 triliun, alias naik 15,9% year on year jika dibandingkan dengan realisasi triwulan I 2024 sebesar Rp401,5 triliun. Dampaknya, investasi tersebut mampu menyerap lebih dari 594 ribu tenaga kerja dari investasi baru, serta lonjakan pertumbuhan penanaman modal dalam negeri.
Fakta itu menandai dua momentum yang jika dimanfaatkan dengan tepat, bisa membawa transformasi struktural pada perekonomian Indonesia. Di tengah riuh rendah pemberitaan soal pemutusan hubungan kerja di sektor manufaktur, terutama dalam enam bulan terakhir, fakta bahwa hampir 600 ribu orang terserap dalam aktivitas investasi merupakan angin segar yang tidak boleh diabaikan. Karena itu, momentum tersebut jangan berhenti. Ini jadi saat penting untuk bangkit. Jika terus dipelihara, rasa pahit dari kabar sebelumnya bisa dikurangi, bahkan dihilangkan.
Kabar sedap kedua dari dunia pertanian kita. Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir, pertanian menjadi sektor lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi pada triwulan I 2025, dengan pertumbuhan 10,52% secara tahunan. BPS mencatat pertumbuhan fenomenal di sektor pertanian itu dipicu peningkatan produksi padi hingga 51,45% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, produksi jagung naik 39,02%.
Capaian itu diperkuat rekor tertinggi stok beras nasional dalam 57 tahun terakhir yang mencapai lebih dari 3,5 juta ton. Stok itu sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, enggak ada yang dari impor.
Dua kabar sedap itu menandakan kita punya modal penting untuk bangkit. Kalau yang sedap-sedap ini bisa dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, perekonomian kita ke depan ada gambaran cerah. Bakal muncul cahaya terang. Namun, itu disertai syarat dan ketentuan berlaku. Jika gagal mewujudkan modal penting itu menjadi gerakan yang TSM, tidak usah heran bila kita akan berada di kubangan 'dari gelap terbitlah gelap'.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved