Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

GPN, QRIS, dan Kedaulatan Ekonomi

26/4/2025 05:00
GPN, QRIS, dan Kedaulatan Ekonomi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEORANG teman bertanya kepada saya: mengapa Amerika Serikat (AS) ngotot agar Indonesia meninjau ulang penggunaan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) dan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard)? "Toh, itu cuma soal kemudahan transaksi pembayaran secara digital," ujarnya.

Sang teman itu tidak habis mengerti saat Kantor Perwakilan Dagang AS, atau United States Trade Representative (USTR), terus-terusan menyoroti penggunaan QRIS dan GPN. Kantor perwakilan AS itu menganggap kedua peranti itu sebagai hambatan. Karena dimasukkan sebagai hambatan, QRIS dan GPN masuk daftar yang mesti dinegosiasikan dengan Indonesia terkait dengan skema kebijakan pengenaan tarif resiprokal Donald Trump.

Sebelumnya, dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, USTR mencatat sejumlah hambatan tarif dan nontarif yang dihadapi negara tersebut dengan para mitra dagang, termasuk Indonesia. Salah satu yang dipersoalkan USTR terkait dengan jasa keuangan, yakni penggunaan QRIS.

Laporan itu menyebutkan perusahaan AS, termasuk bank dan penyedia jasa pembayaran, merasa tidak dilibatkan saat Bank Indonesia membuat kebijakan mengenai QRIS. 'Stakeholder internasional tidak diberi tahu potensi perubahan akibat kebijakan ini dan tidak diberi kesempatan untuk memberi pandangan terhadap sistem tersebut', tulis USTR dalam dokumen mereka itu.

Padahal, sistem pembayaran berbasis teknologi itu berkembang dengan pesat di Indonesia karena dinilai lebih praktis. Sistem itu diperkenalkan sejak 2019. Lalu, penggunaannya kian masif saat pandemi covid-19, terutama ketika ada anjuran mengurangi pertemuan atau sentuhan fisik dengan pihak lain yang amat riskan menularkan virus covid-19.

"Lalu, apakah yang masif dan praktis itu mesti disetop karena ada tekanan dari 'Negeri Paman Sam'? Apa ya, AS minta QRIS dan GPN disetop hanya gara-gara tidak diajak berembuk oleh BI? Kalau yang keberatan perwakilan dagang, tidakkah itu ada urusannya dengan untung dan rugi?Come on," kata saya kepada sang teman.

Saya pun mencoba menjelaskan kepada sang teman dengan menggunakan analisis yang dikisahkan seorang bankir senior kepada saya. Kata sang bankir itu, AS resek urusan QRIS dan GPN karena sebelumnya sangat menikmati keuntungan dari 'kekosongan' alat pembayaran digital kita.

Pembayaran model kartu kredit dan debit yang berlaku selama ini menggunakan Visa dan Mastercard yang notabene milik 'Negeri Paman Sam'. Kata sang bankir itu, dari model transaksi menggunakan dua kartu produk AS itu, uang yang berhasil 'dikeruk' bisa mencapai US$2 miliar hingga US$3 miliar per tahun.

Mereka mendapat itu karena mereka menyediakan 'pipa penyalur PVC' milik mereka. Sebaliknya dengan QRIS dan GPN, ibarat pipa, dua-duanya ialah pipa penyalur milik Bank Indonesia, produk dalam negeri. Semakin banyak orang menggunakan QRIS dan GPN, kian banyak 'cuan' yang didapat 'pipa penyalur' milik Indonesia itu. Pada saat bersamaan, 'pipa penyalur' milik 'Paman Sam' kian kehilangan konsumen sekaligus kehilangan cuan.

Jadi, boleh dikata, QRIS dan GPN itu soal kedaulatan ekonomi. Itu ihwal siapa yang menguasai arus uang, data, dan masa depan. GPN diluncurkan BI pada Desember 2017, sedangkan QRIS dirilis sejak April 2019. Sebelum ada GPN & QRIS, setiap kali kita gesek kartu Visa atau Mastercard, data transaksi itu dikirim ke luar negeri. Kita pegang kartu debit perbankan di dalam negeri, membayar via mesin gesek, maka dialirkan dulu ke jaringan Visa/Master. Transaksinya dilakukan di luar negeri.

Fee-nya? Dipotong untuk dua raksasa finansial global asal Amerika: Visa dan Mastercard. Indonesia seperti membayar 'uang sewa saluran pipa' hanya untuk bisa bertransaksi di rumah sendiri. Jumlahnya pun fantastis, bisa sampai US$3 miliar (setara sekitar Rp50 triliun per tahun).

Bank-bank lokal tak punya pilihan. Jika ingin terkoneksi global, mereka harus ikut tarif dan sistem yang dibuat pihak asing. Ironisnya, bahkan untuk belanja domestik, kita masih 'meminta izin' lewat AS. Mereka mengambil 1%-3% fee dari setiap transaksi. Kelihatannya kecil, tapi kali sekian juta transaksi per tahun, dalam skala nasional, keuntungannya bisa sampai US$3 miliar.

Begitulah. Devisa kita tersedot ke 'Paman Sam'. Indonesia, dengan ritel tahunan ribuan triliun rupiah, ialah ladang emas. Mereka juga mendapat sesuatu yang lebih mahal daripada uang: data konsumen Indonesia. Mereka pun mengetahui kecenderungan dan pola belanja tiap-tiap warga Indonesia pemegang kartu.

Karena itu, pendapatan negara 'bocor' ke luar negeri. Biaya transaksi pun tinggi karena memakai jaringan global. Juga, kedaulatan data kita pun diacak-acak. Sepertinya biasa, tapi sesungguhnya luar biasa. Kalau biasa-biasa saja, mengapa sampai perwakilan dagang AS sangat getol menyoal QRIS dan GPN? Come on.

Sang teman terdiam, sedikit bengong. Dia mulai berpikir, bila AS melindungi 'kedaulatan dagang' mereka lewat tarif resiprokal, kenapa kita tidak bertahan dengan 'kedaulatan pembayaran' yang sudah kita rintis? Ia pun mulai bersiap membuka diktat-diktat lama karya intelektual sekaligus pendiri bangsa tentang makna kedaulatan bangsa. Selamat berkontemplasi, kawan.



Berita Lainnya
  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.