Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MENJADI tokoh publik, publik figur, terlebih mantan presiden, harus siap dengan segala konsekuensinya. Semuanya disorot; baik perilaku, bahasa tubuh, maupun ucapannya bakal dilihat publik.
Tangga menuju tokoh publik bisa bermacam-macam. Bisa karena memiliki karya gemilang, jabatannya yang berdampak bagi masyarakat, bisa pula karena kata-katanya 'bertenaga' dan mampu 'menghipnosis' masyarakat luas, seperti pemimpin agama.
Mayarakat mengharapkan tokoh publik menjadi anutan, memiliki standar nilai yang layak diikuti. Wabil khusus mantan presiden, ia seorang negarawan yang pernah memimpin bangsa dan negara. Sejatinya, ia sosok berada 'di atas rata-rata' warga yang dipimpinnya. Memiliki keluasan pengetahuan, kebijaksaan, dan kepribadian yang baik.
Walakin, sang negarawan tidak mesti mengetahui semua hal. Apalagi hal-hal yang bersifat teknis. Namun, ia memiliki prinsip-prinsip kehidupan, etika, dan moral, mengetahui apa yang pantas dan tidak pantas, juga mengetahui apa yang patut dan tidak patut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian negarawan adalah ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
Negarawan tidak perlu hadir setiap saat di tengah masyarakat. Dia mengetahui kapan saatnya 'turun gunung' membantu menyelesaikan permasalahan yang berlarut-larut, kesengkarutan yang tak berkesudahan dalam praktik berbangsa dan bernegara.
Prinsip keadilan, berdiri di atas semua golongan, ialah ciri khas seorang negarawan. Dia tidak mudah goyah ketika ditarik ke sana dan kemari oleh berbagai kelompok politik atau kelompok penekan. Rakyat mengharapkan sikap negarawan sebagaimana layaknya sumpah jabatan ketika dia menjabat presiden.
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa," demikian sumpahnya.
Sumpah itu harus membekas ketika dia lengser dari singgasana kekuasaan. Sang negarawan tetap menjaga kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluarganya.
Sosoknya seperti 'halaman terbuka' yang bisa dilihat rakyat dari semua sisi. Dia pun tidak akan membiarkan berlama-lama isu yang terkait dengan dirinya menjadi kebingungan masyarakat, terjadi silang pendapat, bahkan pertikaian di masyarakat.
Demikian pula Presiden Ketujuh RI Joko Widodo yang kini berstatus mantan seyogianya tidak membiarkan isu yang menimpa dirinya, yakni dugaan ijazah palsu, menjadi bahan pergunjingan di masyarakat.
Memang benar mantan presiden yang kini menjabat anggota Dewan Pengarah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau dikenal Danantara Indonesia, itu tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan ijazah strata satunya dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Sikap Jokowi itu ditunjukkannya ketika menerima perwakilan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang datang menemuinya di kediamannya di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Surakarta (Solo), Jawa Tengah, Rabu (16/4).
Dia menolak memperlihatkan ijazah kepada anggota TPUA. Namun, berbeda kepada kalangan jurnalis yang biasa 'ngepos' di kediamannya, mantan presiden dua periode ini 'memamerkan' ijazahnya sejak sekolah dasar hingga S-1 UGM. Namun, sebelum masuk rumah, perlengkapan atau peralatan kerja kalangan pewarta itu, seperti ponsel dan kamera, 'dilucuti'.
Sikap Jokowi itu menambah misteri seputar ijazah dari 'Kampus Biru'-nya ketika klarifikasi dari pihak UGM yang dipimpin Wakil Rektor UGM Profesor Wening Udasmoro pada Selasa (15/4) masih menyisakan sejumlah tanda tanya saat menerima perwakilan TPUA, Roy Suryo, Rismon Hasiholan, dan Tifauziyah.
Jokowi dan pihak UGM menyepakati akan membuka semua dokumen terkait dengan ijazah jika diminta pengadilan. Pihak TPUA sudah mendaftarkan aduan masyarakat ke Bareskrim Polri sejak 9 Desember 2024.
Pada Maret lalu, TPUA memberikan bukti tambahan berupa temuan Rismon Hasiholan Sianipar, ahli forensik digital, dan Roy Suryo, pakar telematika, tentang dugaan kepalsuan ijazah Jokowi.
Selain itu, kelompok tersebut juga akan menyodorkan bukti tambahan ke Bareskrim, seperti lembar pengesahan skripsi Jokowi tertulis tesis untuk gelar sarjana. Tak hanya itu, tak ada lembar pengesahan skripsi.
Tim kuasa hukum Jokowi sudah berancang-ancang mengambil langkah hukum jika isu keaslian ijazah kembali disebarkan, terutama yang mengarah ke fitnah.
Seiring dengan gencarnya kelompok TPUA mempersoalkan ijazah Jokowi, kini muncul sejumlah tokoh dan akademisi di media sosial menarasikan persoalan ijazah ialah masalah remeh-temeh.
Menurut mereka, masih banyak persoalan bangsa yang lebih besar yang patut menjadi perhatian. Pihak yang menuduh ijazah palsu Jokowi, kata mereka, ialah barisan sakit hati yang memang membenci akut mantan Wali Kota Surakarta itu.
Untuk mengakhiri 'perang narasi' tentang ijazah Jokowi, jalur hukum ialah jalan yang tepat. Hal itu sekaligus pembelajaran bahwa siapa pun tidak main-main memanipulasi ijazah atau tidak sembarang pula menuduh ijazah palsu.
Ijazah ialah dokumen negara, bukti resmi yang menyatakan seseorang telah merampungkan pendidikan di lembaga pendidikan yang terakreditasi, sebagaimana Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ijazah digunakan sebagai bukti pengakuan formal atas prestasi belajar dan penyelesaian pendidikan. Ijazah memiliki status sebagai dokumen resmi negara yang berlaku di dalam dan di luar wilayah Indonesia.
Di tengah skeptisisme publik tentang lembaga peradilan di Tanah Air, kita tetap harus husnudzon bila kasus dugaan ijazah palsu Jokowi bergulir di pengadilan.
Tentu, actori in cumbit probatio (siapa yang mendalilkan, dia yang membuktikan). Pihak penggugat harus menyodorkan bukti-bukti kuat kepalsuan ijazah Jokowi. Tergugat wajib pula membuktikan dalil-dalil bantahan atau sanggahannya.
Dalam kasus ijazah palsu, baik pembuat maupun pengguna dapat diancam hukuman pidana, sesuai dengan Pasal 67, 68, dan 69 UU No 20 Tahun 2003 serta Pasal 263 KUHP.
Akhir kalam, semoga kasus hukum dugaan ijazah palsu Jokowi bisa membawa kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat. Tabik.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved