Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Kalatida dan Kalabendu

05/4/2025 05:00
Kalatida dan Kalabendu
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAYA tidak yakin apakah kita sedang menghadapi era kalabendu seperti ramalan Jayabaya atau jauh dari itu. Namun, seorang teman yang sering membagi analisis filosofi Jawa saat melihat keadaan mulai sering mengingatkan saya ihwal zaman kalabendu, alias era gelap dan serbaterbalik itu.

Semua hal menjadi terbalik itu, kata teman, terjadi karena tata kehidupan tak dipakai lagi. Semua saling menjatuhkan dan menindas satu sama lain. Pada zaman kalabendu, semua hal menjadi terbalik, yang benar menjadi salah, yang salah justru dijadikan pegangan hidup. Tatanan kehidupan pun tidak lagi dipakai. Banyak orang pintar dan cerdas, tetapi justru menggunakan kecerdasan untuk mengakali orang lain.

Situasi itu diramalkan Jayabaya dalam bait-baitnya seperti dipaparkan sang teman berikut ini.

'Pancen wolak-waliking zaman,

amenangi zaman edan,

ora udan ora kumanan.

Sing waras padha nggragas,

wong tani ditaleni,

wong dora padha ura-ura,

beja-bejane sing lali,

isih beja kang eling lan waspadha'.

(Sungguh zaman gonjang-ganjing, menyaksikan zaman gila, tidak ikut gila tidak kebagian, yang sehat pada olah pikir, para petani pada dibelenggu, para pembohong bersukaria. Seberuntung-beruntungnya bagi yang lupa, masih lebih beruntung yang ingat dan waspada).

Kondisi itu, lanjut sang teman, semakin lengkap karena para pemimpin negeri tak menepati janji. Hukum dan kebenaran sudah tak bisa ditegakkan. Saat itulah, kekuasaan dan kewibawaan para penguasa lenyap.

'Ratu ora nepati janji,

musna kuwasa lan prabawane,

akeh omah dhuwur kuda,

wong padha mangan wong,

kayu gligan lan wesi hiya padha doyan,

yen wengi padha ora bisa turu,

Sing edan padha bisa dandan,

sing abangkang padha bdias,

nggalang omah magrong-magrong.

Wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes,

akeh wong mati kaliren gisining pangan,

akeh wong nyekel bandha ning uripe sengsara'.

(Ratu tidak menepati janji, kehilangan kekuasaan dan kewibawaan, banyak rumah di atas kuda, orang makan sesamanya, kayu gelondong dan besi juga dimakan, malam hari tidak bisa tidur, yang gila bisa berdandan, yang membangkang semua dapat membangun rumah gedung yang megah-megah, orang yang berdagang barang semakin laris, tetapi hartanya semakin habis, banyak orang mati kelaparan, banyak orang yang berharta tetapi kehidupan mereka sengsara).

Saat menanggapi 'analisis' kejawen teman saya itu, saya lalu teringat penyair WS Rendra saat mengatakan tata hukum, tata kenegaraan, dan tata pembangunan yang ’sableng’ di negeri ini telah mendorong lahirnya kalatida dan kalabendu. "Kalatida adalah zaman ketika akal sehat diremehkan, perbedaan benar dan salah, baik dan buruk, adil dan tidak adil, tidak digubris," kata Rendra dalam pidato penerimaan penganugerahan gelar doktor honoris causa (HC) dalam bidang kebudayaaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, 17 tahun lalu.

Ketika itu, Rendra menyampaikan pidato berjudul Megatruh Kambuh: Renungan Seorang Penyair dalam Menanggapi Kalabendu. Kata Mas Willy, panggilan akrab Rendra: "Kalabendu adalah zaman yang mantap stabilitasnya, tetapi alat stabilitas itu adalah penindasan. Ketidakadilan malah didewakan. Penyair Ronggowarsito sudah mengingatkan bahwa bangsa Indonesia harus bersikap waspada menghadapi kalatida dan kalabendu."

Rendra juga mengingatkan akan datangnya zaman kalasuba bersama ratu adil. Kalasuba adalah zaman stabilitas dan kemakmuran. Namun, Rendra agak berbeda sikap dalam mengantisipasi datangnya era itu.

Kata dia, "Kalasuba pasti akan tiba karena dalam setiap chaos secara built in ada potensi untuk stabil dan teratur. Namun, kestabilan itu belum tentu baik untuk kelangsungan kedaulatan rakyat dan manusia yang menjadi unsur penting untuk emansipasi kehidupan secara jasmani, rohani, sosial, intelektual, dan budaya."

Dua isyarat dan peringatan itu mirip. Kendati amat susah untuk menghubungkan 'isyarat' dan 'tanda-tanda' dengan cara berpikir ilmiah, setiap peringatan tetap penting untuk direnungkan, dievaluasi, bahkan dijadikan rujukan eksekusi. Dua isyarat itu, baik dari sang teman maupun dari budayawan Rendra (almarhum), bisa jadi panduan agar kita tidak terpeleset, apalagi jatuh dan tersungkur, menghadapi datangnya era yang membingungkan ini.

Siapa yang menyangka bahwa kesepakatan perdagangan bebas yang diserukan secara gegap gempita lewat WTO tiga dekade lalu itu kini nyaris lenyap terbalik dalam kurun sekejap oleh 'tiupan peluit' seorang Donald Trump? Semua seperti tiba-tiba. Namun, 'isyarat' dan tanda-tanda sudah berkali-kali disampaikan.

Mungkin karena beragam 'isyarat' tentang bakal datangnya dunia yang jungkir balik itu kurang ilmiah, orang menganggapnya itu peringatan dari orang ngelindur. Namun, sebagaimana pernah diisyaratkan Jayabaya, sak beja-bejane wong sing lali, isih beja wong sing eling lan waspada: seberuntung-beruntungnya orang yang lupa, tetap beruntung orang yang terjaga dan waspada.



Berita Lainnya
  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.