Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
LIBUR Lebaran sebentar lagi usai. Selalu bikin penasaran, akan seperti apakah situasi ekonomi dan politik di Republik ini setelah hampir semua orang Indonesia mengambil rehat sekitar 10 hari demi melepaskan kepenatan yang menumpuk selama setahun terakhir?
Apakah kesyahduan suasana Idul Fitri di negeri ini akan secepatnya berganti lagi dengan keriuhan dan kegaduhan lama yang bersumber dari kelewat besarnya syahwat ekonomi dan politik masyarakat dan para pemimpin mereka?
Kalau Lebaran dimaknai hanya sebagai jeda sejenak dari kerasnya kehidupan dunia, bukan dalam arti kembali ke fitrah atau fitri seperti yang selama ini banyak dipahami, ya, bisa jadi betul, semua keriuhan yang sebelum Lebaran kemarin belum kelar akan segera balik lagi.
Semua persoalan yang terlupakan, atau sengaja dilupakan demi merayakan Lebaran, seketika akan kembali lagi saat liburan sudah usai. Panasnya perseteruan politik, perebutan sumber ekonomi, kiranya bakal kembali menghiasi kehidupan di kota-kota besar yang selama sepekan lalu relatif lengang ditinggal sebagian warga yang pulang kampung.
Bahkan, bukan tidak mungkin, energi baru yang didapatkan setelah di-charge selama libur Lebaran, alih-alih dimanfaatkan untuk meneruskan kesyahduan Idul Fitri, malah dimaksimalkan para aktor politik untuk lebih mengencangkan lagi manuver-manuver politik mereka yang sempat tertahan.
Upaya atau setidaknya niat untuk melanjutkan 'kedamaian' Lebaran di kancah perpolitikan nasional sebetulnya ada. Salah satunya yang patut kita hargai ialah upaya 'diplomasi silaturahim' yang dilakukan putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo alias Didit, yang saat momen Lebaran kemarin mengunjungi kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Memang masih terlalu prematur untuk disimpulkan bahwa kunjungan silaturahim Didit itu akan menjadi embrio rekonsiliasi politik antara Prabowo dan Megawati. Kedua tokoh itu sejak sebelum Pemilu 2024 hingga sekarang digadang-gadang untuk segera bertemu, tapi belum juga terealisasi. Sulit sekali rasanya mempertemukan dua orang yang pernah menjadi pasangan capres-cawapres itu meskipun anak-anak mereka, Didit dan Puan Maharani, kerap terlihat akrab dalam beberapa kesempatan.
Karena itu, meski banyak pakar politik menganggapnya masih prematur, silaturahim Lebaran Didit ke rumah Megawati tetaplah menjadi langkah yang perlu didukung. Suasana kebatinan yang damai di antara para pemimpin di Republik ini akan sangat positif karena pada akhirnya akan menular ke akar rumput. Kekompakan mereka, jika rekonsiliasi itu benar terwujud, sangat mungkin bakal membuat negara ini lebih mudah keluar dari jeratan gejala krisis, baik politik, demokrasi, maupun ekonomi.
Ya, selain politik, sektor ekonomi memang mesti menjadi highlight karena situasinya juga makin tidak baik-baik saja belakangan ini. Kesulitan ekonomi yang kini dialami sebagian besar masyarakat Indonesia, yang ditandai sangat jelas dengan rontoknya daya beli dan masifnya pemutusan hubungan kerja (bahkan dua hal itu membuat jumlah pemudik tahun ini menurun tajam) ialah fakta yang tak terbantahkan.
Persoalan yang masih menggantung itu mestinya menjadi pelecut pemerintah untuk bekerja ekstra keras lagi pasca-Lebaran untuk mencari solusi yang holistis. Sejujurnya pemerintah sangat kepayahan mengatasi beragam simtom kemandekan ekonomi itu. Dalam beberapa kasus, kebijakan yang mereka rilis bahkan malah membuat situasi kian semrawut.
Belum lagi kemarin Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan daftar tarif dasar dan bea masuk pada banyak mitra dagang negara itu, yang ia sebut sebagai 'Hari Pembebasan'. Indonesia tak luput dari sengatan 'Hari Pembebasan' tersebut karena akan dikenai tarif timbal balik (resiprokal) sebesar 32%.
Ketika persoalan di internal belum bisa diatasi, kini hantaman keras juga bakal diterima dari eksternal. Bayangkan kalau dalam situasi seperti itu para elite dan pemimpin justru malah sibuk memelihara perseteruan lama yang sesungguhnya bukan bermuara pada kepentingan rakyat, melainkan kepentingan mereka dan kelompok mereka. Miris.
Karena itu, tak berlebihan rasanya bila publik berharap momen pasca-Lebaran ini harus menjadi titik lompat bangsa ini untuk bersama-sama keluar dari selimut kemandekan. Energi baru yang muncul setelah jeda Lebaran semestinya dapat dimaksimalkan untuk membawa Indonesia melompat tinggi, bukan malah menggelorakan pertengkaran-pertengkaran yang tak produktif.
Akan tetapi, mesti diingat pula bahwa mengesampingkan perseteruan dan pertengkaran bukan berarti meniadakan suara-suara kritis. Dalam konteks Megawati dan PDIP misalnya, rekonsiliasi yang nantinya dibangun hendaknya tidak dalam arti menggeret mereka masuk koalisi pemerintahan yang saat ini saja sudah gemuk luar biasa.
Negara dan pemerintah butuh kekuatan penyeimbang, kalau tidak mau disebut oposisi. Tanpa kekuatan itu, penyelenggaraan negara akan berjalan satu arah dan itu sangat berbahaya. PDIP, harus diakui, punya kemampuan dan pengalaman memainkan peran kritis dalam sistem demokrasi. Sejumlah pakar bahkan menyebut partai berlambang banteng itu memiliki DNA oposisi.
Fakta itu juga harus mendasari setiap langkah rekonsiliasi atau apa pun namanya. Jangan biarkan rakyat berjuang sendiri tanpa wakil yang berani bersuara keras di parlemen. Hal itu penting karena saat ini sudah tampak gejala-gejala ada semangat antikritik yang menghinggapi jajaran pemerintah. Kini, setiap datang kritik, pemerintah selalu cepat melawannya dengan kontranarasi sampai intimidasi.
Setelah Lebaran, semua mesti berubah. Jangan balik lagi ke setelan awal. Sungguh akan menjadi kesia-siaan belaka 'raihan kemenangan' kita saat Idul Fitri kemarin bila setelah itu kita justru mengulang kesalahan, kealpaan, apalagi kebodohan yang sama. Selamat Idul Fitri 1446 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved