Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Sukidi dan Idul Fitri

02/4/2025 05:00
Sukidi dan Idul Fitri
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAYA menulis judul di atas karena tiba-tiba ingat Sukidi, yang bernama lengkap Sukidi Mulyadi. Pandangannya sebagai cendekiawan, intelektual Muhammadiyah, pemikir kebinekaan, atau apa pun sebutannya, itu kerap 'unik' dan 'menggugah selera'. Itu termasuk pandangannya tentang makna Idul Fitri yang membuat saya berselera menuliskan ihwal dia. Apalagi, kini kita masih dalam suasana Lebaran pada Syawal.

Saya mengenal Sukidi sudah lama, hampir 27 tahun. Pada September 1998, saya dan cendekiawan lulusan Harvard itu sama-sama menjadi wartawan Realitas, sebuah tabloid politik yang diterbitkan Media Indonesia. Di situ saya mulai berdiskusi dan menyelami pemikirannya tentang Islam. Ia pengagum Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid, cendekiawan terkemuka negeri ini. Kebetulan saya juga mengagumi sosok yang sama.

Kekaguman Sukidi terhadap Cak Nur hampir tiga dekade lalu itu sampai-sampai membuat saya sulit membedakan di mana pemikiran 'orisinal' seorang Sukidi dan mana pemikiran Cak Nur. Sama persis. Namun, saya maklum karena ketika itu Sukidi baru 'seorang sarjana' lulusan IAIN Syarif Hidayatullah (kini UIN) yang mencoba-coba meniti jalan menjadi jurnalis, berbekal tulisan-tulisan opininya semasa mahasiswa yang sudah berserakan di sejumlah media.

Dalam hati saya saat itu berkata, "Orang ini lebih cocok sebagai pemikir, akademikus, atau semacam itu. Bukan jurnalis." Benar saja. Ia tak lama menjadi jurnalis. Sukidi hanya sembilan bulan mencecap profesi wartawan. Namun, itu dipandang cukup baginya memberikan bekal keterampilan tambahan dalam meramu kumpulan aksara menjadi kalimat yang lebih bertenaga.

Ia lalu diajak mengembara oleh Tarmizi Taher, mantan menteri agama yang menjadi Duta Besar RI di Norwegia, ke Oslo. Namun, ia cuma sebentar di Oslo lalu melanjutkan pengembaraan intelektual ke Amerika Serikat (AS). Sukidi memilih jalur pemikiran dengan meneruskannya menempuh kuliah master hingga doktoral di AS.

Pemikirannya pun kian berkembang setelah dia bergumul dengan rangkaian pemikiran-pemikiran yang kian beragam di 'Negeri Paman Sam' itu. Saya pun mulai bisa menemukan sebagian pemikiran 'orisinal' putra petani asal Sragen, Jawa Tengah, itu. Saya melihat ada beberapa perbedaan pemikiran Sukidi dengan pemikiran pemikir yang ia kagumi, Cak Nur, meskipun tetap ada benang merah yang bisa ditemukan di sana-sini.

Salah satu pemikiran yang sempat membuat heboh ialah penafsirannya soal arti Idul Fitri. Sekitar sembilan tahun lalu, Sukidi menulis artikel 'bertenaga' itu, yang intinya menolak bahwa Idul Fitri diartikan 'kembali ke fitrah manusia suci setelah diampuni dosa-dosanya di bulan Ramadan'. Pemaknaan Idul Fitri seperti itu, tulis Sukidi, 'menguntungkan' koruptor atau siapa pun yang tebersit niat melakukan korupsi.

"Jika pemahaman 'kembali ke suci' ini dibenarkan, umat Islam yang terlibat korupsi dan berbagai kejahatan lainnya memperoleh justifikasi teologis sebagai manusia yang terlahirkan kembali kepada kesuciaan di Hari Raya Idul Fitri," begitu tulis Sukidi.

Bagi Sukidi, istilah id lebih pas diartikan sebagai hari raya. Itu merujuk pada The Foreign Vocabulary of the Qur'an (1938), ketika Arthur Jeffery memasukkan 'id ke kosakata asing yang berasal dari bahasa Suriah, 'ida, yang bermakna 'hari raya'. Lebih spesifik lagi, dalam tradisi Kristen, istilah 'ida itu dimaknai sebagai 'hari raya liturgi' atau a liturgical festival.

Dalam konteks itulah, istilah 'id sudah biasa digunakan dalam tradisi hari raya agama monoteistik, seperti Kristen. Dari sudut pandang sejarah, tandas Sukidi, Islam hadir tidak dalam ruang hampa. Islam tidak dapat dipisahkan dari tradisi agama-agama monoteistik sebelumnya, yakni Yahudi dan Kristen.

Dalam konteks festival keislaman, umat Islam merayakan setidaknya dua hari raya, Idul Adha pada 10 Zulhijah dan Idul Fitri pada 1 Syawal. Makna 'id dalam dua festival keislaman ini tidak merujuk pada makna 'kembali', seperti Idul Fitri dimaknai sebagai 'kembali kepada kesuciaan' dan Idul Adha sebagai 'kembali kepada kurban'.

Dalam pandangan Sukidi, Idul Fitri lebih tepat dimaknai sebagai 'hari raya buka puasa' (festival of fast-breaking), atau dalam istilah mantan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Ya'qub (almarhum), Idul Fitri ialah 'hari raya makan' karena makna al-fitr itu sendiri adalah makanan.

Lalu, apa pentingnya bagi Sukidi membongkar mengurusi istilah Idul Fitri? Bukankah jauh lebih penting ialah substansi? Di situlah saya justru melihat 'kedalaman' pemikiran Sukidi. Pembahasan soal makna Idul Fitri hanyalah 'menu pembuka', alias appetizer. Menu utamanya justru pada pemakaian makna yang meleset itu untuk kepentingan justifikasi perilaku jahat, apalagi oleh mereka yang mestinya punya tanggung jawab moral kepublikan lebih besar.

Sejak membahas makna Idul Fitri yang ia kaitkan dengan justifikasi moral oleh mereka yang cacat moral itu, Sukidi terus melesatkan 'anak panah' bagi siapa pun yang meremehkan moral kepublikan. Ia secara keras mengkritik bangunan etika dan moral elite kita yang keropos karena digerogoti 'rayap-rayap' pemburu kuasa dan rente. Berbagai tulisannya sangat keras menyentil perilaku sejumlah pemimpin politik, mengingatkan saya pada sosok Buya Syafii Maarif.

Sukidi, sosok yang sangat njawani atau rendah hati itu (bahkan sampai tidak perlu punya media sosial, kecuali Whatsapp, karena takut riya' alias sombong), kini tetap menjadi 'muazin moral dan etik' bagi elite di negeri ini.

Bermula dari 'membongkar' makna Idul Fitri, ia terus menyeru agar agama tidak menyisakan celah atau menjadi tempat persembunyian bagi para perusak etika dan moral. Selamat Idul Fitri 1446 Hijriah, mohon maaf lahir dan batin.



Berita Lainnya
  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.