Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
MASYARAKAT Indonesia rasanya patut bersyukur punya ritual budaya bernama mudik atau pulang kampung. Ritus itu biasanya dilakukan saat liburan perayaan hari besar keagamaan.
Yang paling fenomenal tentu saja prosesi mudik setiap libur Lebaran, seperti saat ini. Puluhan, bahkan ratusan, juta orang terlibat di dalamnya, baik sebagai pemudik maupun yang sekadar memanfaatkan momentum mudik itu untuk mencari penghidupan.
Mengapa keberadaan mudik layak disyukuri? Karena mudik menawarkan jeda dari segala hiruk pikuk rutinitas yang mungkin sangat menguras energi selama setahun. Dengan mudik kita bisa lari sejenak dari semua kepenatan, termasuk dari berita dan kabar buruk soal negeri yang begitu melelahkan perasaan kita, terutama apa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini.
Ya, soal kabar buruk, selama dua bulan terakhir memang cukup mendominasi. Selama Ramadan kali ini saja, berita dan isu tak sedap di bidang ekonomi, politik, dan kenegaraan cukup menyesaki bumi Indonesia. Keheningan Ramadan cukup terdistorsi oleh gempuran kabar dan isu panas yang justru seakan tak mengenal jeda.
Ada korupsi yang bikin negara rugi ratusan triliun, ada pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menyulut demo panas di banyak daerah, ada kejatuhan pasar saham dan nilai tukar rupiah yang bikin pusing para pelaku pasar karena sudah menyentuh level terendah sepanjang sejarah, ada pula tren gelombang PHK di sejumlah sektor industri yang masih berlanjut.
Jangan lupa juga, ada teror bangkai kepala babi dan tikus yang terpenggal yang dikirimkan kepada kantor dan jurnalis Tempo. Teror itu mengindikasikan adanya ancaman terhadap kebebasan pers di Tanah Air. Belum lagi soal pola komunikasi banyak pejabat tinggi negeri ini yang makin ke sini makin kelihatan buruknya. Ketiadaan empati dari cara mereka berkomunikasi membuat masyarakat yang sudah penat jadi makin penat.
Semua itu, terutama bagi orang yang tinggal di kota yang punya proximity dengan isu-isu tadi, membutuhkan jeda. Mudik ialah jeda terbaik karena di dalam jeda mudik itu terkandung niat silaturahim dan spirit kembali ke fitrah. Mudik tak sekadar pelarian para manusia urban dari kegaduhan kota, tapi juga ajang untuk kembali merengkuh kembali ruh jiwa mereka setelah sekian lama terlempar di sudut kota.
Dengan motivasi seperti itu, mudik terjadi secara alamiah. Orisinal, tak dibuat-buat. Itu makanya ada guyonan soal mudik yang mengatakan bahwa kegiatan itu adalah satu-satunya 'hajatan' superbesar di negeri ini yang bisa berjalan tanpa panitia. Untuk urusan mudik, secara naluriah setiap orang atau keluarga bisa menjadi panitia untuk diri mereka.
Betul bahwa sejak dua-tiga dekade terakhir ketika lonjakan jumlah pemudik kian tinggi, pemerintah memang, mau tidak mau, terlibat. Pemerintah menjalankan fungsi sebagai regulator sekaligus penyelenggara layanan, fasilitas, dan infrastruktur mudik. Namun, tetap saja pemerintah tidak bisa disebut sebagai panitia mudik.
Kalaupun ada istilah panitia mudik, barangkali hanya kepanitiaan sporadis. Setiap satu instansi bikin panitia mudik, lebih untuk melayani pegawai beserta keluarga mereka yang ingin pulang kampung. Itu termasuk pengadaan mudik gratis oleh sejumlah instansi yang dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak penyedia ataupun peminatnya.
Intinya, ada atau tidak ada panitia, ritual mudik bakal jalan terus. Faktanya, hampir tidak ada yang mampu menghalangi orang Indonesia, terutama kaum perantauan, mudik ke kampung. Mungkin hanya pandemi covid-19 yang bisa mengerem keinginan masyarakat untuk mudik. Itu pun sebetulnya mereka hanya menyimpan 'energi mudik' untuk dilepaskan di tahun berikutnya ketika pembatasan dan pelarangan sudah dicabut.
Namun, saat ini ada kondisi yang kiranya bisa menghalangi orang berangkat mudik. Apa itu? Kondisi dompet. Bagaimanapun, untuk bisa memanfaatkan 'jeda' mudik, orang memerlukan biaya. Jumlahnya tentu tak sedikit. Yang disebut biaya mudik tidak sekadar ongkos transportasi dan akomodasi, tapi juga untuk keperluan belanja dan pemberian THR kepada saudara di kampung.
Jadi, seingin-inginnya orang pulang kampung, bagi yang duitnya lagi cekak, ya, tak patut juga dipaksakan. Seberapa besar pun keinginan orang untuk bersilaturahim dengan orangtua dan keluarga, buat mereka yang kondisi tabungan saja sudah terkuras untuk biaya hidup sehari-hari, alangkah baiknya kalau rencana mudiknya di-pending dulu.
Itulah yang terjadi saat ini dan ditengarai menyebabkan jumlah pemudik tahun ini diperkirakan turun sampai 24% ketimbang tahun lalu. Survei yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub menyebutkan jumlah pemudik pada musim Lebaran tahun ini diperkirakan 'hanya' sebanyak 146,48 juta orang. Jumlah itu turun hampir 50 juta orang jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 193,6 juta orang.
Masalahnya, kalau mudiknya sepi, tidak bagus juga buat perekonomian yang sedang lesu. Perputaran uang saat mudik selama ini cukup membantu pergerakan ekonomi, tak hanya skop lokal, tapi nasional. Lantas apa jadinya kalau perputaran uangnya melambat karena jumlah pemudik turun?
Karena itu, demi ekonomi tetap bergerak, agar distribusi 'kekayaan' tetap terjadi dan merata hingga ke pelosok, mereka yang tak sedang dihinggapi kesulitan keuangan disarankan mudik aja dulu. Selain buat jeda melepas penat, hitung-hitung bisa membantu ekonomi masyarakat tetap hidup sebab, untuk satu hal itu, pemerintah terlalu lamban untuk bisa kita harapkan.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved