Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Mudik aja Dulu

28/3/2025 05:00
Mudik aja Dulu
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MASYARAKAT Indonesia rasanya patut bersyukur punya ritual budaya bernama mudik atau pulang kampung. Ritus itu biasanya dilakukan saat liburan perayaan hari besar keagamaan.

Yang paling fenomenal tentu saja prosesi mudik setiap libur Lebaran, seperti saat ini. Puluhan, bahkan ratusan, juta orang terlibat di dalamnya, baik sebagai pemudik maupun yang sekadar memanfaatkan momentum mudik itu untuk mencari penghidupan.

Mengapa keberadaan mudik layak disyukuri? Karena mudik menawarkan jeda dari segala hiruk pikuk rutinitas yang mungkin sangat menguras energi selama setahun. Dengan mudik kita bisa lari sejenak dari semua kepenatan, termasuk dari berita dan kabar buruk soal negeri yang begitu melelahkan perasaan kita, terutama apa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini.

Ya, soal kabar buruk, selama dua bulan terakhir memang cukup mendominasi. Selama Ramadan kali ini saja, berita dan isu tak sedap di bidang ekonomi, politik, dan kenegaraan cukup menyesaki bumi Indonesia. Keheningan Ramadan cukup terdistorsi oleh gempuran kabar dan isu panas yang justru seakan tak mengenal jeda.

Ada korupsi yang bikin negara rugi ratusan triliun, ada pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menyulut demo panas di banyak daerah, ada kejatuhan pasar saham dan nilai tukar rupiah yang bikin pusing para pelaku pasar karena sudah menyentuh level terendah sepanjang sejarah, ada pula tren gelombang PHK di sejumlah sektor industri yang masih berlanjut.

Jangan lupa juga, ada teror bangkai kepala babi dan tikus yang terpenggal yang dikirimkan kepada kantor dan jurnalis Tempo. Teror itu mengindikasikan adanya ancaman terhadap kebebasan pers di Tanah Air. Belum lagi soal pola komunikasi banyak pejabat tinggi negeri ini yang makin ke sini makin kelihatan buruknya. Ketiadaan empati dari cara mereka berkomunikasi membuat masyarakat yang sudah penat jadi makin penat.

Semua itu, terutama bagi orang yang tinggal di kota yang punya proximity dengan isu-isu tadi, membutuhkan jeda. Mudik ialah jeda terbaik karena di dalam jeda mudik itu terkandung niat silaturahim dan spirit kembali ke fitrah. Mudik tak sekadar pelarian para manusia urban dari kegaduhan kota, tapi juga ajang untuk kembali merengkuh kembali ruh jiwa mereka setelah sekian lama terlempar di sudut kota.

Dengan motivasi seperti itu, mudik terjadi secara alamiah. Orisinal, tak dibuat-buat. Itu makanya ada guyonan soal mudik yang mengatakan bahwa kegiatan itu adalah satu-satunya 'hajatan' superbesar di negeri ini yang bisa berjalan tanpa panitia. Untuk urusan mudik, secara naluriah setiap orang atau keluarga bisa menjadi panitia untuk diri mereka.

Betul bahwa sejak dua-tiga dekade terakhir ketika lonjakan jumlah pemudik kian tinggi, pemerintah memang, mau tidak mau, terlibat. Pemerintah menjalankan fungsi sebagai regulator sekaligus penyelenggara layanan, fasilitas, dan infrastruktur mudik. Namun, tetap saja pemerintah tidak bisa disebut sebagai panitia mudik.

Kalaupun ada istilah panitia mudik, barangkali hanya kepanitiaan sporadis. Setiap satu instansi bikin panitia mudik, lebih untuk melayani pegawai beserta keluarga mereka yang ingin pulang kampung. Itu termasuk pengadaan mudik gratis oleh sejumlah instansi yang dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak penyedia ataupun peminatnya.

Intinya, ada atau tidak ada panitia, ritual mudik bakal jalan terus. Faktanya, hampir tidak ada yang mampu menghalangi orang Indonesia, terutama kaum perantauan, mudik ke kampung. Mungkin hanya pandemi covid-19 yang bisa mengerem keinginan masyarakat untuk mudik. Itu pun sebetulnya mereka hanya menyimpan 'energi mudik' untuk dilepaskan di tahun berikutnya ketika pembatasan dan pelarangan sudah dicabut.

Namun, saat ini ada kondisi yang kiranya bisa menghalangi orang berangkat mudik. Apa itu? Kondisi dompet. Bagaimanapun, untuk bisa memanfaatkan 'jeda' mudik, orang memerlukan biaya. Jumlahnya tentu tak sedikit. Yang disebut biaya mudik tidak sekadar ongkos transportasi dan akomodasi, tapi juga untuk keperluan belanja dan pemberian THR kepada saudara di kampung.

Jadi, seingin-inginnya orang pulang kampung, bagi yang duitnya lagi cekak, ya, tak patut juga dipaksakan. Seberapa besar pun keinginan orang untuk bersilaturahim dengan orangtua dan keluarga, buat mereka yang kondisi tabungan saja sudah terkuras untuk biaya hidup sehari-hari, alangkah baiknya kalau rencana mudiknya di-pending dulu.

Itulah yang terjadi saat ini dan ditengarai menyebabkan jumlah pemudik tahun ini diperkirakan turun sampai 24% ketimbang tahun lalu. Survei yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub menyebutkan jumlah pemudik pada musim Lebaran tahun ini diperkirakan 'hanya' sebanyak 146,48 juta orang. Jumlah itu turun hampir 50 juta orang jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 193,6 juta orang.

Masalahnya, kalau mudiknya sepi, tidak bagus juga buat perekonomian yang sedang lesu. Perputaran uang saat mudik selama ini cukup membantu pergerakan ekonomi, tak hanya skop lokal, tapi nasional. Lantas apa jadinya kalau perputaran uangnya melambat karena jumlah pemudik turun?

Karena itu, demi ekonomi tetap bergerak, agar distribusi 'kekayaan' tetap terjadi dan merata hingga ke pelosok, mereka yang tak sedang dihinggapi kesulitan keuangan disarankan mudik aja dulu. Selain buat jeda melepas penat, hitung-hitung bisa membantu ekonomi masyarakat tetap hidup sebab, untuk satu hal itu, pemerintah terlalu lamban untuk bisa kita harapkan.



Berita Lainnya
  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.