Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Pemerintah Narsistik

27/3/2025 05:00
Pemerintah Narsistik
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MONTASE foto dan narasi dari berbagai sumber berita itu beredar di berbagai platform media sosial. Narasinya tentang pernyataan sejumlah petinggi negara yang kontroversial, aneh, bahkan menyakitkan.

Setidaknya ada enam potongan berita di montase itu. Pertama ialah tanggapan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan gejolak di pasar modal. Judulnya, Prabowo: Saya Lihat yang Stres Harga Saham Turun hanya Beberapa Orang. Isinya soal sikap pucuk pimpinan negeri ini ihwal merosotnya indeks harga saham gabungan (IHSG) di titik terendah beberapa waktu lalu. Rupanya, bagi Presiden, fenomena itu bukan sesuatu yang luar biasa. Menurutnya, masalah itu hanya dirasakan segelintir orang.

Montase kedua masih terkait dengan ambruknya IHSG. Kali ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang jadi sorotan. Pokok persoalannya ialah dia membandingkan perekonomian Indonesia dengan Timor Leste. IHSG Merosot, Tito: Ekonomi RI Lebih Hebat dari Timor Leste. Begitulah judul berita di salah satu laman.

Ketiga terkait dengan urusan makan dan pekerjaan. Beritanya datang dari Kepala Bappenas Rachmat Pambudy. Kata dia, saat ini MBG alias makan bergizi gratis lebih mendesak daripada lapangan pekerjaan.

Lalu, ada pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana yang tetiba menjadi pengamat sepak bola. Kata dia, tim PSSI sulit menang lantaran gizinya tidak bagus.

Masih ada yang lain. Yang ini malah lebih heboh. Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi-lah yang menjadi atensi. Saat dimintai komentar perihal teror kepala babi ke jurnalis Tempo, dia dengan entengnya menjawab, ''Dimasak saja.''

Yang terakhir dalam montase itu ialah tanggapan dari Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi'i ihwal maraknya ormas meminta THR ke para pengusaha. Fenomena tahunan itu ialah persoalan. Namun, rupanya tidak bagi politikus Partai Gerindra itu. Bagi dia, permintaan THR oleh ormas merupakan bagian dari budaya berlebaran di Indonesia sejak dulu sehingga tak perlu dipersoalkan.

Begitulah para pejabat masa kini. Sikap dan ucapan mereka ternyata tak selamanya selaras dengan apa yang dirasakan rakyat. Kalau satu-dua orang, bisa jadi karena khilaf. Namun, kalau tiga, empat, lima, enam, atau sekian orang? Montase yang beredar pun hanya memuat sebagian. Masih ada pejabat lain komunikasinya buruk. Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Pandjaitan kala mengomentari aksi Indonesia Gelap, misalnya. Omongan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer terkait dengan tagar #KaburAjaDulu, umpamanya.

Idealnya pejabat itu menenangkan. Semestinya mereka tak memicu kegaduhan. Seharusnya petinggi negara tak bertutur kata yang menyakitkan. Akan tetapi, yang ideal, yang semestinya, yang seharusnya itu mahal di negeri ini. Pejabat justru sebaliknya. Alih-alih menenangkan, mereka malah mencemaskan, membingungkan, menyakitkan. Alih-alih membangun optimisme, mereka malah memantik pesimisme, memupuk ketidakpercayaan.

Bagaimana rakyat tak bingung, coba, ketika Presiden bilang rontoknya IHSG hanya berdampak pada sedikit orang. Bukankah gejolak pasar saham bisa menjadi indikasi melemahnya perekonomian dan menguatnya ketidakpercayaan pasar?

Bagaimana rakyat tak cemas ketika seorang wakil menteri menganggap ulah ormas minta THR ialah bagian dari budaya berlebaran. Bukankah itu bisa menjadi pembenaran bagi mereka untuk semakin beringas memeras pengusaha? Bukankah pengusaha sudah lama menjerit karena laku lajak ormas? Bukankah kelakuan mereka mengganggu kondusivitas berusaha dan investasi?

Bagaimana rakyat tidak sakit ketika ada pejabat yang berjalan tanpa pelihara kaki, bicara tak pelihara lidah. Sembrono dalam bertindak dan berbicara. Bak lidah lebih tajam daripada pedang, ucapannya lebih menyakitkan ketimbang tindakan fisik.

Meski kemudian diklarifikasi, mengucap 'dimasak saja' saat mengomentari teror kepala babi sangat merendahkan masalah. Ia tak patut keluar dari mulut pejabat yang masih punya empati barang sedikit pun. Sama tak patutnya ketika ada yang menyebut para pengkritik revisi UU TNI otak-otak kampungan.

Sungguh, sulit untuk memahami kenapa begitu banyak petinggi negeri yang asal mengeluarkan kosakata. Silapkah mereka? Jika itu alasannya, semoga tak diulang di hari-hari depan. Karena tidak pahamkah mereka? Jika itu adanya, apes betul bangsa ini menggaji orang-orang yang masih mentah dalam mengelola negara? Atau, jangan-jangan, ada gangguan dalam diri mereka?

Dalam ilmu psikologi ada istilah gangguan kepribadian narsistik atau narcissistic personality disorder (NPD). Pengidapnya merasa superior dan menganggap orang lain lebih rendah. Orang narsistik terlalu terfokus pada diri sendiri, cenderung egoistis, tidak peduli dengan yang dialami orang lain, tidak memiliki empati, bahkan terkadang berperilaku tak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku.

Di antara tanda narsistik itu kiranya ada dalam diri para pejabat. Semoga ia tak menular ke pejabat lain. Ia harus selekasnya dihilangkan. Kalau tidak, kalau makin mewabah, bukan tak mungkin pemerintah pun akan narsistik, pemerintah yang kepribadiannya terganggu. Ia membuat Indonesia cemas.



Berita Lainnya
  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik