Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Zaken Kabinet

12/9/2024 05:00
Zaken Kabinet
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TULISAN dengan tema atau judul tentang zaken kabinet seperti ini pasti kerap muncul setiap menjelang pergantian kekuasaan di Republik ini. Sama kerapnya dengan janji yang selalu dilontarkan para presiden terpilih, sebelum ia dilantik, untuk membentuk zaken kabinet atau kabinet yang berisikan para teknokrat, ahli, dan profesional.

Namun, yang namanya janji, apalagi janji politik, konon memang sulit sekali bisa ditunaikan. Selalu ada dalih dan pembenaran untuk setiap janji yang tak sungguh-sungguh direalisasi itu. Ada dalih yang masuk akal, tapi tidak sedikit pula pembenaran yang asal cuap. Kalau memakai diksi yang sering kita dengar belakangan ini, janjinya cuma omon-omon.

Makanya orang sering mengibaratkan janji politikus seperti belut. Ia sangat licin sehingga sulit dipegang. Kalaupun sudah terpegang, ia mudah lepas. Setelah lepas, gerakannya justru tambah liar, tak jelas arahnya. Semakin sulit untuk bisa menangkap atau memegangnya lagi.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?

Soal janji zaken kabinet ini pun sama. Kalau kita flashback 10 tahun silam ketika Joko Widodo akan memulai periode pertamanya sebagai presiden, janji membentuk kabinet yang didominasi orang-orang berlatar ahli dan profesional juga pernah dilemparkan. Saat itu, Jokowi mengaku akan ngotot membangun kabinet kerja, begitu istilah yang ia pilih.

Ia menginginkan komposisi kabinet bukan diisi personel hasil bagi-bagi kursi untuk koalisi partai politik pendukungnya, melainkan orang yang betul-betul kredibel dan kompeten di bidangnya. Kompleksitas masalah yang dihadapi bangsa Indonesia kala itu menjadi alasan Jokowi untuk menomorsatukan kabinet kerja ketimbang kabinet politik.

Akan tetapi, fakta berkata lain. Betul bahwa dari 34 kementerian yang ada dalam kabinet awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, jumlah menteri dari kalangan profesional nonparpol memang lebih banyak, tapi itu tidak menjadi dominan. Komposisinya, 18 menteri profesional dan 16 dari unsur partai politik. Masih banyaknya menteri representasi parpol menunjukkan aroma bagi-bagi jatah kursi masih begitu kentara.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Janji serupa diulang lagi menjelang Jokowi mengawali kekuasaan periode keduanya pada 2019 lalu. Namun, realisasinya sami mawon. Komposisinya di awal sama persis dengan 2014. Sebanyak 18 kursi diisi profesional dan 16 kursi untuk sosok berlatar parpol. Sebagian dari kalangan profesional itu pun tidak murni-murni amat. Sebelumnya mereka punya relasi erat dengan Jokowi, baik sebagai relawan maupun anggota tim sukses.

Di periode kedua pemerintahannya, alih-alih mampu mengompensasi kegagalan membentuk kabinet karya atau zaken kabinet di periode pertamanya, Jokowi malah terlihat kian terbelenggu oleh koalisi parpol pendukung. Bahkan dalam perjalanannya hingga menjelang akhir jabatannya, dengan sejumlah perombakan kabinet yang dilakukan, janji zaken kabinet semakin terlupakan.

Kini, presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto juga menjanjikan hal yang sama. Ia sedang mempertimbangkan akan menggaet para ahli dan profesional sebagai anak buahnya di pemerintahan mendatang. Kabinet zaken versi Prabowo, katanya, akan membidik para teknokrat, baik dari internal parpol pendukung maupun profesional.

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Secara historis, Prabowo memang punya keterkaitan atau, setidaknya, memori cukup kuat dengan zaken kabinet. Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, ialah menteri keuangan pada era Kabinet Wilopo (1952-1953). Kabinet Wilopo merupakan salah satu contoh zaken kabinet yang pernah diterapkan pemerintah Indonesia pada era itu. Karena itu Prabowo pasti paham betul manfaat dan mudarat zaken kabinet.

Pertanyaannya, sanggupkah Prabowo menunaikan janji yang terasa sepele diucapkan, tapi sulit direalisasikan itu? Pertanyaan itu kian relevan karena Prabowo menghadapi situasi yang agak berbeda dengan Jokowi di awal kepemimpinannya. Terutama yang menjadi isu saat ini ialah betapa gemuknya koalisi pendukung Prabowo di pemerintahan mendatang.

Secara teori, semakin gemuk koalisi, semakin besar pula tekanan yang bakal diterima pihak yang didukung untuk mengakomodasi kemauan anggota koalisi. Gelagat itu bahkan sudah tampak dengan dikebutnya pembahasan dan pengesahan revisi UU Kementerian Negara di DPR. Revisi itu memungkinkan presiden menambah jumlah kementerian/lembaga, tak lagi dipatok maksimal 34 seperti yang diamanatkan UU Kementerian Negara prarevisi.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Prabowo pun sudah berancang-ancang menambah jumlah institusi pembantunya itu menjadi 40, bahkan lebih. Secara sederhana itu bisa dibaca sebagai strategi sang presiden terpilih untuk menyediakan jatah kursi yang lebih banyak kepada koalisi parpol pendukung. Karena itu, wajar kalau kemudian banyak orang ragu Prabowo bisa mewujudkan kabinet ahli.

Walakin, praktiknya nanti bisa saja meleset dari teori. Artinya, itu akan sangat bergantung pada Prabowo sebagai pemilik hak prerogatif memilih menteri dalam kabinetnya. Selama ia tidak mau tersandera oleh tekanan koalisi dalam penyusunan kabinet, kita bisa ucapkan selamat datang zaken kabinet.

Namun, sebaliknya, kalau ia masih terkungkung oleh desakan, rengekan, dan bujuk rayu koalisi, mending dari sekarang kubur saja janji zaken kabinet itu dalam-dalam dan kembali ke 'setelan Jokowi'.



Berita Lainnya
  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik