Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DALAM kamus ekonomi, bukan hanya inflasi yang patut diwaspadai. Perkembangan dan dampak deflasi atau penurunan harga juga patut diperhatikan dan diwaspadai.
Pasalnya, bahaya deflasi sama atau sebangun dengan inflasi. Apalagi bila deflasi itu berlangsung berbulan-bulan seperti yang terjadi di negeri ini dalam empat bulan berturut-turut. Dampaknya pada kondisi perekonomian amat sangat penting untuk diwaspadai.
Bahkan, sejumlah ekonom menyebut fenomena deflasi yang empat bulan berturut-turut terjadi kali ini mirip dengan peristiwa saat krisis menerpa ekonomi Indonesia. Alarm darurat ekonomi Indonesia pun kembali menyala. Peringatan itu bukan bermaksud menakut-nakuti, melainkan memang begitulah yang terjadi.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?
Ada yang menyebut fenomena deflasi merupakan salah satu penyakit yang menggerogoti negara di tengah ancaman jatuh ke jurang krisis. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia sering berada di fase tersebut. Setidaknya, ada tiga waktu berbeda ketika fenomena deflasi selama beberapa bulan beruntun melanda ekonomi Indonesia dan semua berkaitan dengan krisis.
Saat krisis moneter (krismon) 1998, krisis ekonomi global 2008, dan saat pandemi covid-19 menyerang, deflasi beruntun dalam beberapa bulan juga menjadi penanda. Ketika krisis moneter 1998, misalnya, ketika itu Indonesia mengalami deflasi tujuh bulan berturut-turut, Maret 1999-September 1999. Hal itu imbas depresiasi nilai tukar dan penurunan harga sejumlah barang.
Periode deflasi lainnya terjadi pada Desember 2008 dan Januari 2009. Selama krisis finansial global itu, deflasi terjadi karena penurunan harga minyak dunia, juga permintaan domestik yang melemah. Deflasi beruntun terulang saat Indonesia mengalami covid-19 sehingga daya beli masyarakat turun. Pada 2020, terjadi deflasi tiga bulan berturut-turut sejak Juli sampai September 2020.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Ada empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi kala itu. Deflasi terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau; pakaian dan alas kaki; transportasi; serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan.
Pada 2024 kali ini, fenomena deflasi beruntun didukung sisi penawaran atau supply side. Deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03% secara bulanan (month to month) menjadi yang keempat sepanjang tahun ini. Fenomena itu sudah terjadi sejak Mei 2024 sebesar 0,03%, semakin dalam pada Juni 2024 ke level 0,08%, dan tambah parah pada Juli 2024 yang menembus 0,18%.
Deflasi berturut-turut itu disumbang karena penurunan harga pangan, seperti produk tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan, baik karena biaya produksinya yang turun, juga harga di tingkat konsumen ikut turun. Sejauh ini, berbagai analisis menduga deflasi terjadi karena konsumen menahan konsumsi untuk menjaga daya beli, khususnya untuk konsumsi makanan.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Karena itu, mestinya ada perlakuan berbeda dalam menyikapi fenomena deflasi pada 2024 ini. Apalagi, kondisi deflasi sekarang lebih banyak dipengaruhi faktor domestik, berbeda dengan krisis ekonomi yang menimpa dunia beberapa waktu lalu. Saat ini, faktor deflasi banyak disebabkan pelemahan daya beli akibat kebijakan yang kurang pas.
Kebijakan itu, misalnya, berbagai penaikan harga, misalnya harga bahan bakar minyak bersubsidi (menghilangkan premium dan menggantinya dengan pertalite yang harganya lebih tinggi). Bantuan sosial yang cuma menyasar kelas bawah juga bentuk lain dari pengabaian kelompok menengah ekonomi. Pelemahan daya beli kelas menengah kian paripurna ketika terjadi pelemahan industri, ditambah investasi yang seret.
Jadilah deflasi kali ini sebagai sumbu bagi lesunya perekonomian Indonesia. Bahkan, ada yang menyebutnya deflasi kali ini jadi biang melambatnya perekonomian kita. Perlambatan itu dihitung dari fakta terjadinya pengurangan permintaan 4,8%-5%.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Masyarakat kelas menengah yang jadi andalan pertumbuhan permintaan justru sedang terjepit dan tak punya pilihan selain makan tabungan. Banyaknya cicilan utang membuat kelas menengah jauh dari asa untuk terus menabung.
Tidak kalah mengkhawatirkan ialah bila deflasi tidak diatasi, bahayanya bisa merembet ke lembaga keuangan. Deflasi bisa berdampak pada menyusutnya dana pihak ketiga dan naiknya non-performing loan (NPL) perbankan. Jika hal itu terus dibiarkan, akan terjadi penurunan kepercayaan masyarakat yang berefek meliuk-liuk seperti spiral dan bisa liar ke mana-mana.
Kita tidak ingin gejala Chilean Paradox terjadi. Situasi paradoks Cile itu terjadi ketika ekonomi negara Cile tumbuh tinggi, tapi kelas menengah terjepit dengan daya beli mereka longsor. Situasi itu membuat kelas menengah Cile marah karena merasa tidak diacuhkan.
Gelombang protes di mana-mana, ujung-ujungnya seantero Cile kena imbasnya, yakni ekonomi merosot karena instabilitas. Jangan terjadi di sini, ah....
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved