Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Kelas Menengah kian Jengah

31/8/2024 05:00
Kelas Menengah kian Jengah
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/EBET)

SAYA terpaksa memohon izin kepada sidang pembaca untuk kembali menuliskan soal kelas menengah. Saya berusaha untuk tidak lelah dan kehabisan bensin mengetikkan larik-larik kalimat 'peringatan darurat' bahwa jumlah kelas menengah kita di ambang bahaya.

Semua bermula dari pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, tengah pekan ini. Ia mengungkapkan jumlah penduduk yang tergolong kelas menengah turun drastis dalam lima tahun terakhir, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, ada sekitar 9,48 juta orang yang keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori yang lebih rendah.

BPS menganalisis penurunan jumlah kelas menengah itu merupakan salah satu efek jangka panjang (scarring effect) dari pandemi covid-19. Pada 2021, saat pandemi covid-19 mencapai puncaknya, jumlah kelas menengah masih 53,83 juta dengan proporsi 19,82% dari populasi. Namun, pada 2024, jumlahnya merosot menjadi 47,85 juta dengan proporsi 17,13%.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?

Repotnya lagi, penurunan itu diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk yang masuk kategori aspiring middle class atau kelompok yang sedang menuju kelas menengah. Mereka itu ialah kelompok yang berada di antara kelas rentan miskin dan kelas menengah. Belum masuk kelas menengah, tapi 'bertetangga dekat' dengan kelas rentan miskin. Data BPS menunjukkan, pada 2024, sebanyak 137,5 juta orang atau 49,22% dari total penduduk masuk kategori itu.

Namun, data juga menunjukkan banyak dari penduduk kelas menengah saat ini berada di ambang batas bawah kelompok mereka, dengan pengeluaran rata-rata sekitar Rp2,04 juta per kapita per bulan. Inilah kelompok rentan yang kalau nanti terganggu, dia masuk kembali ke aspiring middle class.

BPS menggunakan kriteria Bank Dunia untuk menentukan kelas menengah, yaitu mereka yang memiliki pengeluaran 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan. Sementara itu, aspiring middle class memiliki pengeluaran 1,5 hingga 3,5 kali garis kemiskinan. Data itu menunjukkan penurunan yang amat signifikan pada jumlah kelas menengah, yang awalnya 57,33 juta orang (21,45%) pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang (17,13%) pada 2024. Sebaliknya, kelompok aspiring middle class meningkat dari 128,85 juta orang pada 2019 menjadi 137,5 juta orang pada 2024.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Data lain memperlihatkan kriteria pengelompokan kelas berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan. Untuk 2024, mereka yang tergolong kelas menengah memiliki pengeluaran Rp2,04 juta hingga Rp9,9 juta, sedangkan aspiring middle class berada di antara Rp874.398 dan Rp2,04 juta per kapita per bulan. Kriteria itu menunjukkan banyak orang di kelas menengah berada dalam posisi yang rentan dan berpotensi turun ke kelompok yang lebih rendah jika terjadi guncangan ekonomi.

Apalagi, ada data yang menegaskan kelas menengah di Indonesia sebagian besar bekerja di sektor jasa (57%), diikuti sektor industri (22,98%) dan pertanian (19,97%). Potret semacam itu menunjukkan kian menyempitnya ruang pekerjaan formal di kalangan masyarakat, sekaligus kian penuh sesaknya jenis pekerjaan informal di kalangan masyarakat.

Perubahan dalam pola pengeluaran kelas menengah juga menjadi sorotan, akhir-akhir ini. Dalam 10 tahun terakhir, terjadi pergeseran prioritas pengeluaran kelas menengah. Dulu, sekitar 45,53% pengeluaran kelas menengah ditujukan untuk makanan dan minuman, tetapi sekarang angkanya turun menjadi 41,67%. Sementara itu, pengeluaran untuk perumahan juga mengalami penurunan dari lebih dari 32% menjadi sekitar 28,5%.

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Sebaliknya, ada peningkatan pengeluaran untuk barang dan jasa lainnya, termasuk kebutuhan pesta yang naik dari 0,75% menjadi 3,18%, serta hiburan yang mulai menebal menjadi 0,38%. Secara umum, prioritas pengeluaran kelas menengah saat ini ialah makanan, perumahan, dan barang jasa lainnya.

Alarm yang terus menyala dan menyalak seperti itu mestinya pantang dianggap remeh. Masalah kelas menengah yang sudah seperti sandwich, alias serbaterjepit, itu mestinya segera dicarikan jalan keluar.

Tidak patut saat situasi seperti itu, para pemegang kebijakan masih saja berlindung di balik data: buktinya pertumbuhan ekonomi masih baik-baik saja. Orang ramai pun bebas bertanya, "Baik-baik saja apanya?"

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Para kelas menengah kiranya tidak mau disuguhi sirkus atau akrobat analisis data yang dipotret setengah-setengah. Mereka butuh solusi agar yang jatuh tidak semakin jatuh. Bagaimanapun, mereka penggerak penting ekonomi. Bila 'ban ekonomi' kaum menengah terseok-seok, atau malah patah as, ekonomi akan berhenti.

Saya lalu teringat penggalan lirik lagu God Bless yang diberi judul Balada Sejuta Wajah. Penggalan lagu ciptaan Ian Antono yang liriknya digubah Theodore KS itu memotret tentang gelisah kelas menengah:

'Mengapa semua berkejaran dalam bising

Mengapa oh mengapa

Sejuta wajah engkau libatkan

Dalam himpitan kegelisahan

Adakah hari esok makmur sentosa

Bagi wajah-wajah yang menghiba'.



Berita Lainnya
  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik