Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KAWAT berduri masih terpasang di depan pintu gerbang Pondok Pesantren Al-Zaytun, Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tak sembarang orang boleh masuk. Penjagaan sangat ketat. Maklum, beberapa hari belakangan ini, ponpes megah seluas 1.200 hektare itu menjadi langganan demonstrasi yang menuntut pemimpin ponpes, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, ditangkap dan diproses hukum. Massa pengunjuk rasa juga meminta ponpes yang memiliki 5.014 santri itu ditutup.
Ponpes yang diresmikan pada 27 Agustus 1999 oleh Presiden BJ Habibie tersebut akhir-akhir ini memicu pembicaraan publik. Sejumlah pihak angkat bicara soal pesantren yang disebut-sebut terafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) ini. Mulai dari sejumlah anggota Kabinet Indonesia Maju, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Majelis Ulama Indonesia (MUI), gubernur, bupati, hingga masyarakat. Sebagian besar media menempatkan masalah Ponpes Al-Zaytun menjadi berita utama.
Pangkalnya ialah berbagai pernyataan Panji Gumilang yang melahirkan kontroversi. Ia tampil bak seorang mufasir yang mampu menafsirkan ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an atau tampil seperti mujtahid yang melakukan ijtihad terhadap persoalan hukum Islam. Padahal, menjadi seorang mufasir dan mujtahid tidak mudah. Keduanya harus memiliki kapasitas yang tinggi dalam keilmuan Islam, ushul fiqh, tarikh (sejarah), keahlian bahasa Arab, amanah, dan kepribadian yang tidak tercela.
Penafsiran ayat Al-Qur’an dan penetapan hukum syariat yang belum ada dalam Al-Qur’an dan hadis (ijtihad) tidak boleh semata berdasarkan akal pikiran, apalagi menurut hawa nafsu, tetapi juga berdasarkan kompetensi keilmuan dan sikap keulamaan, yakni tawadhu, wara' (hati-hati), akhlakul karimah, zuhud, dan khasyyah (takut kepada Allah).
Tak hanya kontroversi pada sosok Panji Gumilang. Model peribadatan yang berbeda di Al-Zaytun, jika dibandingkan dengan arus besar pemahaman keagamaan yang ada di Tanah Air, ikut meramaikan kegaduhan di negeri ini. Terkait dengan model peribadatan yang berbeda diakui secara terbuka oleh sejumlah alumnus Al-Zaytun.
Aroma kurang sedap menghiasi perjalanan ponpes modern ini sejak kelahirannya pada 10 Zulhijah 1413 Hijriah, yakni dugaan relasi ponpes tersebut dengan NII. Sang pemimpin ponpes yang suka dipanggil ‘syekh’ itu disebut-sebut sebagai imam NII Komandemen Wilayah ( (NII KW-9).
Menurut Ken Setiawan, mantan anggota NII KW-9 yang saat ini memimpin NII Crisis Centre di Jakarta, lembaga swadaya yang membantu para korban perekrutan kelompok itu, Al-Zaytun adalah ‘ibu kota’ NII KW-9. Adapun wilayah NII KW-9 meliputi Bekasi, Jakarta, Tangerang, dan Banten.
Meski nama Al-Zaytun lekat dengan NII, sejumlah elite, baik dari latar politik maupun militer berbondong-bondong ke ponpes megah tersebut, termasuk mantan Presiden Soeharto dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mereka tak hanya datang, beberapa di antaranya memberikan sumbangan yang cukup signifikan ke Al-Zaytun. Presiden BJ Habibie saat meresmikan Ponpes Al-Zaytun mengapresiasi sistem pendidikan di sana yang mengembangkan keagamaan dan ilmu pengetahuan.
Kegaduhan yang diciptakan Panji Gumilang tampaknya akan berakhir di pengadilan. Sejumlah pihak melaporkan Panji Gumilang ke Bareskrim Polri atas kasus dugaan penistaan agama sesuai Pasal 156 A KUHP. Polisi telah mengantongi unsur pidana dan menaikkan status laporan ke tahap penyidikan pada Selasa (4/7). Bareskrim Polri pun melakukan gelar perkara tambahan pada Rabu (5/7) dan ditemukan unsur pidana tambahan, yakni terkait Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Pergerakan Panji Gumilang semakin dipersempit setelah 256 rekeningnya diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terungkap jumlah mutasi dari semua rekening tersebut mencapai triliunan rupiah.
Penyelesaian kegaduhan secara hukum adalah jalan terbaik setelah upaya tabayun Pemprov Jabar dan MUI dengan pihak Al-Zaytun gagal terlaksana. Dengan prinsip equality before the law, semua pihak bisa memberikan argumentasinya di pengadilan.
Kendati demikian, di tengah proses hukum terhadap Panji Gumilang, yang harus dipikirkan ialah keberlanjutan pendidikan santri di Al-Zaytun. Ponpes mewah yang dilengkapi sarana dan prasarana yang mumpuni ini memiliki jumlah santri ribuan mulai dari tingkat dasar (al-ibtida'i) hingga perguruan tinggi (al-jami’ah).
Ponpes Al Zaytun menamakan diri sebagai Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian. Moto yang sangat bagus dalam konteks mengembangkan moderasi Islam, tidak liberal dan tidak konservatif. Islam yang mengayomi semua alam (Islam rahmatan lil alamin). Hanya saja, jika benar ponpes ini terpapar dengan NII, perlu ada upaya deideologisasi dari paham-paham yang dianut oleh kelompok tersebut.
Berdasarkan pengakuan Ken Setiawan, sebagian besar wali santri berasal dari kelompok NII. Mantan pegawai Al-Zaytun, Fajar Sidiq, yang mengaku sudah bekerja 6 tahun, mengatakan sebagian besar pegawai di Al-Zaytun ialah anggota NII. Cita-cita kelompok NII untuk mendirikan negara Islam memiliki sejarah yang cukup panjang, dari zaman Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, Agus Abdullah, Abu Daud, dan Adah Jaelani.
Jika benar Al-Zaytun terafiliasi dengan NII dan mengajarkan paham yang menyimpang, tentu tidak sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang menyebutkan pendirian pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika. Pesantren adalah aset Indonesia. Bersihkan pesantren dari anasir-anasir jahat yang mendompleng kebesaran namanya. Tabik!
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved