Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PERISTIWA langka itu hanya sekali terjadi pada 17 Agustus 2017. Ketika itu, setelah upacara peringatan 72 tahun kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara, empat presiden foto bersama.
Mereka ialah Presiden BJ Habibie (1998-1999), Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), dan Presiden Joko Widodo (2014-2024). Perbedaan di antara mereka tidak menghalangi para pemimpin itu untuk berdiri berdampingan sangat dekat satu sama lain.
Amat disayangkan bahwa momen istimewa itu hanya sekali terjadi. Hubungan antara mantan presiden dan penerusnya lebih banyak diwarnai keretakan silaturahim. Tengoklah bagaimana keretakan hubungan antara Bung Karno dan Pak Harto, antara Pak Harto dan Habibie, antara Gus Dur dan Mbak Mega, Mbak Mega dan SBY, juga SBY dan Jokowi.
Bisa jadi momen empat presiden foto bersama itu meninggalkan kesan amat mendalam sehingga terbawa mimpi oleh Presiden SBY. Mimpi bersatunya para pemimpin negeri ini.
SBY memimpikan bersama-sama Megawati dan Jokowi berangkat menggunakan kereta api menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di perjalanan, ketiganya menyapa hangat rakyat Indonesia yang pernah mereka pimpin.
Mimpi itu ditulis dan dibagikan sendiri melalui akun Twitter SBY pada Senin (19/6). Tidak disebutkan apakah mimpi itu datang pada malam hari atau siang bolong. Yang pasti, mimpi itu ditulis SBY persis sehari setelah putranya, Agus Harimurti Yudhoyono yang kini menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, bertemu Puan Maharani, Ketua DPP PDIP yang tak lain ialah putri Megawati.
Harus jujur diakui bahwa mimpi SBY sejatinya menjadi mimpi seluruh rakyat Indonesia. Sudah lama rakyat negeri ini kepingin melihat mantan presiden dan penerusnya untuk secara berkala bertemu dan bersilaturahim penuh persaudaraan.
Presiden Jokowi mengamini bahwa mimpi SBY itu mimpi kita semua. ”Kalau presiden-presiden, mantan presiden, itu bekerja sama, bersama-sama membangun negara ini, ya, itu mimpi kita. Mimpi kita semuanya,” ujar Jokowi pada Selasa (20/6).
Elok nian bila mantan presiden dan penerusnya bekerja sama membangun bangsa. Perbedaan politik di antara mereka tidak memisahkan persaudaraan dan persahabatan pribadi.
Aliran politik di antara para pemimpin boleh berbeda, tetapi silaturahim tidak boleh terputus. Tidak ada yang meragukan bahwa pemimpin memainkan peran sentral baik bagi kemajuan maupun kehancuran negara dan bangsa. Baik pemimpin, baik negara. Jahat pemimpin, busuklah bangsa.
Terus terang kita merindukan persatuan di antara mantan presiden dan penerusnya. Persatuan dan keakraban di antara mereka adalah modal kuat bagi resolusi problem. Karena, andai kata para pemimpin bersatu, setengah persoalan bangsa terselesaikan.
Bukannya bersatu dan bahu-membahu membangun bangsa, mantan presiden dan penerusnya justru memperlihatkan secara kasatmata keretakan silaturahim.
Mestinya mantan presiden dan penerusnya adalah pribadi-pribadi yang sudah selesai dengan diri mereka. Karena itu, mereka memiliki otoritas untuk meminta rakyat bersatu, mengingatkan agar rakyat tidak terkotak-kotak, sebab di antara mereka tidak menebalkan sekat pemisah.
Bolehlah meniru Amerika Serikat. Mereka yang pernah memimpin ‘Negeri Paman Sam’ bergabung dalam President Club. Para mantan presiden itu duduk bersama untuk memberikan masukan terbaik bagi presiden yang sedang memimpin.
Para mantan Presiden Amerika Serikat itu bersedia mewakili presiden yang sedang menjabat untuk melakukan kegiatan sosial di daerah bencana. Ketika terjadi bencana Aceh, misalnya, dua mantan Presiden Amerika Serikat, George Bush Senior dan Bill Clinton, datang bersama ke Aceh pada 20 Februari 2005.
Kedatangan keduanya dalam rangka menjalankan tugas khusus Presiden George Walker Bush yang saat itu memimpin. Mereka terlihat begitu kompak. Begitu antusias menjalankan tugas yang diberikan presiden penerus mereka.
Kini, rakyat merindukan Mbak Mega dan SBY bersama-sama menjalakan tugas yang dimintakan Presiden Jokowi. Setidaknya mereka bisa hadir bersama-sama dalam upacara kenegaraan. Rakyat hanya butuh keteladanan bahwa mantan presiden dan penerusnya tidak pernah merawat perseteruan.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved