Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
KATA para cerdik pandai, konsistensi adalah salah satu kriteria seorang pemimpin sejati. Penulis Daniel Transon pun bilang, "Konsistensi adalah elemen kunci, tanpanya seorang pemimpin tidak akan mampu mendapatkan rasa hormat, kesuksesan, atau bahkan mengembangkan kepercayaan kepada orang lain."
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsistensi antara lain berarti ketetapan dan kemantapan (dalam bertindak) atau ketaatasasan. Kebalikannya, inkonsistensi punya arti tidak taat asas, suka berubah-ubah (tentang sikap atau pendirian seseorang, pemakaian atau pengejaan kata, dan sebagainya). Ia juga dapat diartikan tidak bersesuaian, bertentangan, kontradiktif, tidak serasi, tidak sesuai, tidak cocok.
Pertanyaannya, sudahkah pucuk pimpinan di negeri ini memenuhi kriteria sebagai pemimpin sejati, pemimpin yang konsisten? Pertanyaan itu sebenarnya barang lama, tetapi terus saja menemui kebaruan. Belakangan ini, pertanyaan serupa kembali mengemuka, kembali dicuatkan oleh publik seiring dengan sikap dan tindakan Presiden Jokowi perihal urusan Pemilihan Presiden 2024.
Banyak yang menilai Pak Jokowi menunjukkan inkonsistensi terkait posisinya di pilpres. Dia pernah menegaskan tak cawe-cawe karena urusan pilpres adalah urusan partai politik. Penegasan yang sebenarnya mengundang banyak keraguan karena faktanya dia mengurusi koalisi pengusung capres yang bahkan dilakukan di Istana Kepresidenan.
Tak lama kemudian, sikap Pak Jokowi berubah. Di depan sejumlah pemimpin redaksi media massa dan content creator, dia bilang cawe-cawe di pilpres demi kepentingan nasional. Seminggu berselang, saat menerima KAHMI di Istana, Presiden mengaku cawe-cawe untuk menyampaikan kepada siapa pun yang menjadi presiden nanti harus mempunyai persepsi yang sama dalam menghadapi realitas yang tidak gampang.
Tak butuh waktu terlalu lama, alasan Jokowi berubah lagi, beda lagi, tak konsisten lagi. Dalam konferensi pers Pembukaan Rakernas PDIP, Selasa (6/6), dia mengatakan cawe-cawe karena ada potensi riak-riak gangguan di pilpres.
Tak dia jelaskan riak-riak yang dimaksud. Tak dijabarkan segenting apa gangguan itu hingga dia perlu cawe-cawe. Yang pasti pada momentum itu, dia semakin terang-terangan cawe-cawe. Dia ikut mengacungkan simbol nomor partai politik tertentu. Juga secara lebih eksplisit menyebut pemimpin yang berani dan bernyali dengan merujuk pada salah satu capres. Tak lagi sekadar kode, tak cuma simbol, tak hanya sinyal.
Mustahil Pak Jokowi punya hobi inkonsistensi. Namun, tak berlebihan kiranya jika kita menyebut terlalu sering dia inkonsisten. Dulu, di awal periode pertama, dia melarang menteri rangkap jabatan di partai politik. Kita angkat topi tinggi-tinggi.
Sayang, ketegasan Jokowi itu pendek umur. Pada 2017, dia mulai mengizinkan menteri rangkap jabatan. Lantas di periode kedua, dia membuka kebebasan seluas-luasnya bagi anggota kabinet untuk tetap pegang kuasa di partai.
Contoh lain, Jokowi sempat menjanjikan kabinet yang ramping agar bisa berlari cepat, gesit bergerak. Tapi, faktanya kemudian, pemerintahan yang dia bangun begitu tambun, gemuk. Posisi jabatan wakil menteri diobral. Tak kurang dari 24 kursi wakil menteri dihamparkan, berlipat-lipat ketimbang periode 2014-2019 yang cuma tiga wakil menteri.
Inkonsistensi juga mewarnai beberapa kebijakan. Ambil amsal pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Jokowi pernah menyebut pembangunan ibu kota baru negara itu tidak akan membebani APBN. Tapi lain dulu beda kemudian. Unggahan di situs ikn.go.id tertanggal 17 Januari 2022 bahkan menyebut porsi dana APBN untuk pembangunan IKN mencapai 53,3% atau Rp250 triliun lebih. Meski sehari setelahnya dihapus, kendati Istana ramai-ramai membantah, publik kadung meyakini ada inkonsistensi di proyek mercusuar itu.
Presiden bukan malaikat yang luput dari salah dan dosa. Presiden juga manusia. Wajar, sangat wajar, jika sekali-dua kali berubah sikap, mengubah kebijakan. Namun, jika ketidakkonsistenan dilakukan berulang-ulang, itu bisa berabe. Terlebih jika inkonsistensi menyangkut masa depan salah satu masterpiece reformasi bernama demokrasi.
Tak usahlah belajar dari literasi luar negeri akan pentingnya konsistensi. Para leluhur kita sudah lama mengajarkan bagaimana seorang pemimpin mesti satu kata dan perbuatan, harus teguh pada pendirian yang baik. Tidak plin-plan.
Pitutur Jawa menyebutkan sabdo pandhito ratu tan keno wola wali, yang kira-kira berarti penguasa dilarang mencla-mencle kalau ingin dihormati. Pepatah Bugis menarasikan taro ada taro gadu. Pemimpin yang tidak konsisten bukanlah pemimpin yang baik. Dah gitu aja.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved