Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Polarisasi tiada Henti

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
19/5/2023 05:00
Polarisasi tiada Henti
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

AKANKAH Pilpres 2024 akan memperpanjang durasi polarisasi antaranak negeri? Kita tentu berharap tidak. Adakah potensi keterbelahan itu menjelang hingga setelah presiden dan wakil presiden yang baru terpilih nanti? Sayangnya harus kita katakan ‘ya’.

Polarisasi adalah masalah anyar dan serius bagi bangsa ini. Demokrasi yang semestinya menyatukan di tengah perbedaan telah salah navigasi. Politisasi politik identitas, eksploitasi SARA, telah menjadi pengoyak tenun kebangsaan, pembobol tembok persatuan.

Demi kekuasaan, elite tak tertib mulut. Demi kepentingan kelompok dan golongan, para pendukung pemburu kekuasaan rajin menebarkan kebencian, berita bohong, fitnah, terhadap kelompok lain. Baru kali ini rasanya jurang pemisah di antara sesama anak bangsa begitu menganga.

Media sosial tak lagi nyaman. Jika ada waktu, cobalah tengok akun-akun para die hard, para buzzer, dalam membela tuannya. Bak minum obat sehari tiga kali, mereka rutin mengunggah status-status pemicu perdebatan, pemantik perpecahan.

Tak cuma buzzer ala kadarnya, pendengung intelektual termasuk akademisi, budayawan, dosen, hingga guru besar dan rektor pun sama. Sama-sama kelebihan nafsu untuk meninggikan sang idola dan merendahkan rival junjungannya. Sama-sama sontoloyo.

Situasi itulah yang terjadi sampai saat ini dan mungkin hingga nanti. Situasi yang celakanya diperburuk oleh perilaku buruk para elite. Contoh terkini diperlihatkan Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Laode Umar Bonte. Bahwa dia terang-terangan menolak capres Anies Baswedan, itu sah-sah saja, itu haknya. Yang jadi soal, penolakan itu dibumbui narasi-narasi rasis.

Kata Laode, yang pantas menjadi presiden Indonesia adalah putra-putra asli Indonesia yang memiliki darah keturunan dari Indonesia. “Saya setuju Anda lahir dan besar di sini, tapi Belanda menjajah Republik Indonesia selama 350 tahun, mereka memiliki anak cucu dan lahir di sini, mereka tetap saja penjajah dan bukan bangsa Indonesia,” begitu dia bilang di videonya yang viral di medsos.

Masih ada tuturan kebencian lainnya. Laode, misalnya, menyebut Anies boleh saja memiliki orangtua atau mengaku memiliki orangtua menjadi pahlawan negara ini. ''Tetapi untuk menjadi presiden sadar diri, jangan, ini yang saya ingin menggugah.''

Entah siapa yang ingin digugah Laode. Soal pribumi, sudah kerap dikemukakan tidak ada satu pun suku di Indonesia yang bisa mengeklaim sebagai orang Indonesia asli. Kesimpulan itu bukan karangan, melainkan hasil penelitian DNA. Yang mengemukakan juga bukan orang sembarangan, melainkan Prof Dr Herawati Sudoyo dari Lembaga Penelitian Eijkman.

"Kalau kita lihat orang Indonesia dari informasi genetikanya, asal-usulnya, sebagian besar dari Austronesia, lalu Austroasiatik (Tiongkok daratan), Papua, dan India. Penandanya bahwa pribumi dan nonpribumi tidak ada karena orang Indonesia, kalau dilihat dari genetikanya, campuran," ucap Herawati.

Menyoal pribumi dan nonpribumi, tak hanya tak lagi relevan, tapi juga berbahaya. Ia berurusan dengan SARA. Jadi, buat apa lagi dijadikan senjata hanya untuk berkuasa.

Satu lagi yang dianggap bisa melanggengkan polarisasi ialah pernyataan Ketua Umum Partai Perindo Harry Tanoesoedibjo. Menurut HT yang juga Pembina Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), masyarakat Tionghoa selama ini mendukung semua kebijakan Presiden Jokowi dan bakal mendukung keputusan Jokowi tentang capres di Pilpres 2024.

Sontak, klaim HT dibantah mentah-mentah tokoh Tionghoa lainnya, Jusuf Hamka. Dia menegaskan, pernyataan HT ngawur dan membuat resah masyarakat Tionghoa.

Begitulah, ketika polarisasi masih menjadi masalah, sebagian pihak malah memperparah. Ironisnya lagi, para pemain politik SARA ialah mereka yang terus menstigma pihak lain memainkan politik identitas. Kata orang Jawa, ora ngilo githoke dhewe. Mereka bisanya hanya menyalahkan orang lain, tapi tak mau berkaca pada diri sendiri.

Tadinya saya berharap, sangat berharap, Presiden Jokowi melakukan intervensi agar polarisasi tak terus terjadi dan makin menjadi. Caranya dengan bersikap sebagai bapak semua anak bangsa, netral di pilpres. Tapi, Pak Jokowi memilih sebaliknya. Dia lebih suka cawe-cawe dalam kompetisi.

Perbedaan antara politikus dan negarawan ialah politikus hanya memikirkan pemilihan umum, sedangkan negarawan memikirkan generasi akan datang. Begitu definisi penulis Amerika James Freeman Clarke. Kiranya Pak Jokowi lebih suka menjadi politikus, kendati konsekuensinya mahal, yakni polarisasi bisa terus menebal.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?