Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
SUDAH berkali-kali Presiden Joko Widodo meyakinkan investor, khususnya investor asing, bahwa di era pemerintahannya investasi di Indonesia bakal memikat. Kepastian hukum dan layanan cepat bakal dijamin. Tim saber pungli dibentuk, tim percepatan izin investasi pun disiapkan. Pokoknya, Indonesia kini bukan Indonesia dulu, begitu kira-kira gambaran ringkas yang dijanjikan.
Namun, sebagian fakta berkata berbeda. Di sektor hulu minyak dan gas serta sebagian proyek strategis nasional, kepastian dan kecepatan layanan masih terus menjadi ganjalan. Tidak mengherankan bila ada beberapa investor kakap akhirnya memilih hengkang dari sejumlah proyek strategis nasional andalan Jokowi tersebut.
Pemerintahan era Jokowi memiliki sejumlah proyek prioritas yang disebut Proyek Strategis Nasional (PSN). Daftar proyek strategis ini pun tertuang dalam Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Peraturan tersebut direvisi menjadi Peraturan Presiden No 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Namun, sejumlah perusahaan asing satu per satu memutuskan untuk hengkang dari proyek penting tersebut, baik dari sektor minyak dan gas bumi (migas) maupun petrokimia. ConocoPhillips, misalnya. Perusahaan minyak asal Amerika Serikat ini bahkan sudah resmi melepas asetnya di Indonesia pada awal 2022 lalu.
ConocoPhillips sebelumnya merupakan operator dan juga pemegang hak partisipasi (participating interest/ PI) sebesar 54% di Blok Corridor, lepas pantai Sumatra Selatan. Selain ConocoPhillips, perusahaan AS lainnya, yakni Chevron, juga menyatakan akan keluar dari proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development di Kalimantan Timur.
Perusahaan selanjutnya yang memutuskan untuk hengkang dari Indonesia ialah Shell. Perusahaan asal Belanda itu sejak beberapa tahun lalu menyatakan bakal keluar dari proyek gas raksasa Blok Masela di Maluku dengan menjual kepemilikan hak partisipasi sebesar 35%. Dengan keluarnya Shell dari proyek Blok Masela, pemerintah pun mendorong agar Pertamina dapat masuk untuk mengambil 35% hak partisipasi milik Shell tersebut.
Proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether dan metanol juga ditinggalkan investor asing. Investor yang cabut tersebut, yaitu Air Products and Chemicals Inc, perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Keputusan hengkangnya perusahaan raksasa asal Amerika Serikat itu disampaikan melalui surat kepada pemerintah Indonesia.
Kendati perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang hengkang itu sudah mendapatkan pengganti, kondisi itu tetap memperburuk citra Indonesia sebagai negara yang ramah tujuan investasi sebagaimana digembor-gemborkan. Apalagi, alasan hengkangnya para raksasa global itu seperti yang diduga oleh sejumlah analis.
Hasil analisis sejumlah ahli dan lembaga menyimpulkan hengkangnya perusahaan raksasa global itu dari Tanah Air karena tiga hal klasik. Ketiga faktor itu ialah kepastian hukum lemah, fiskal keekonomian rendah dalam pengembalian investasi, dan birokrasi perizinan yang masih berlapis.
Jika benar semua hasil analisis itu, lalu di mana letak autentiknya janji para pemimpin? Di sektor hulu migas, misalnya, banyak investor menganggap janji memberi 'karpet merah' kepada mereka itu masih pepesan kosong.
Revisi Undang-Undang Migas yang dijanjikan segera dibahas dan diselesaikan antara DPR dan pemerintah hingga kini jalan di tempat. Faktor ini saja sudah serupa sinyal bagi iklim investasi, seberapa serius Indonesia menunaikan janjinya.
Investor migas asing meninggalkan Indonesia boleh jadi tidak semata-mata karena sektor migas tidak ekonomis lagi. Mereka hengkang karena investasi migas kita kalah kompetitif jika dibandingkan dengan portofolio investasi dan kesempatan investasi para raksasa investor migas asing itu di tempat lain. Itulah masalah utama kita.
Jika persoalan utama itu tidak diatasi, di sektor migas, misalnya, target produksi 1 juta barel minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari di 2030 tidak akan bisa dicapai. Bagaimana tercapai, menjaga tingkat produksi saat ini saja kepayahan.
Jadi, ketimbang sibuk soal copras-capres, berpikir menyiapkan calon pengganti, atau sibuk membisiki relawan satu per satu ihwal siapa yang layak menjadi penggantinya, Presiden sebaiknya lebih intens merealisasikan janjinya memastikan Indonesia bersahabat dengan investor, khususnya di sektor migas. Fokus ke soal itu, di samping memang tugas Kepala Negara, juga agar sektor yang masih jadi andalan itu tidak kian kepayahan melawan zaman.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved