Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Ada dan Tiada

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
11/5/2023 05:00
Ada dan Tiada
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

AKHIR pekan lalu, muncul kabar baik dari dunia kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi mencabut public health emergency of international concern atau kedaruratan kesehatan global terkait wabah covid-19. Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Jumat, 5 Mei 2023.

Ya, baru sebatas itu, WHO baru mencabut status kedaduratannya, belum secara tegas mencopot status pandemi covid-19 secara global. Artinya, secara de jure dunia masih dalam kungkungan status pandemi meskipun secara de facto, di mana-mana pandemi hampir sudah tidak dianggap lagi.

Kalau boleh jujur, covid-19 saat ini seperti antara ada dan tiada. Mau dianggap tidak ada, tapi faktanya ada, bahkan varian baru virusnya masih bermunculan. Mau dianggap ada, faktanya kehidupan masyarakat sudah berjalan normal, tidak lagi sekadar new normal. Meski pandemi masih ada, kehidupan telah kembali pada kenormalan sebelum pandemi.

Dalam konteks Indonesia, pencabutan kedaruratan kesehatan global itu sebetulnya hampir sama maknanya dengan keputusan pemerintah mencabut kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terkait pandemi covid-19 pada 30 Desember 2022 lalu. Spirit pencabutan status kedaruratan global oleh WHO itu pun kiranya sama.

Dengan pertimbangan bahwa pandemi covid-19 makin terkendali merujuk pada sejumlah indikator yang bergerak positif, juga tingkat imunitas masyarakat yang kian tinggi, maka status darurat dicabut, pembatasan-pembatasan mulai dilonggarkan. Dengan begitu, aktivitas sosial dan ekonomi punya keleluasaan bergerak kembali.

Namun, memang tak segampang itu memutuskan pencabutan kedaruratan pagebluk yang telah memorakporandakan kehidupan. Sejak dinyatakan menjadi darurat kesehatan pada 30 Januari 2020, data dashboard WHO menunjukkan 765.222.932 orang di seluruh dunia telah tertular virus covid-19 dan 6.921.614 orang di antaranya meninggal dunia. Itu baru yang terdata, boleh jadi jumlah sesungguhnya lebih dari itu.

Dalam konferensi di internal WHO, sehari sebelum pengumuman pencabutan status darurat pun kabarnya terjadi perdebatan di antara anggota WHO. Bagaimanapun, sangat tidak mudah bagi siapa pun melupakan tragedi selama tiga tahun terakhir, terutama di satu-dua tahun awal pandemi, ketika hantaman covid-19 meluluhlantakkan semuanya nyaris tanpa kendali.

"Kita tidak bisa melupakan tumpukan api itu, kita tidak bisa melupakan kuburan yang telah digali. Tidak satu pun di sini akan melupakannya," kata Maria van Kerkhove yang merupakan pemimpin teknis WHO untuk covid-19. Ucapannya tentu saja ditujukan untuk para korban yang berguguran akibat ganasnya virus covid-19.

Namun, tidak melupakan tragedi bukan berarti kita berhenti dan tidak melangkah maju. "Ini belum berakhir, masih banyak yang harus dilakukan. Kami butuh kemauan dan stamina. Keadaan darurat sudah berakhir, tapi covid-19 belum," imbuh Maria via akun Twitter pribadinya.

Seorang kawan bertanya kepada saya, kenapa sih WHO enggak sekalian saja akhiri status pandemi covid-19? Saya menjawab pertanyaan itu meniru jawaban seorang pejabat publik yang kerap dilontarkannya saat ditanya wartawan, "Ya ndak tahu, kok tanya saya."

Namun, kalau boleh menerka-nerka jawabannya, barangkali WHO juga tidak mau membuat masyarakat dunia, termasuk pemerintah semua negara, lengah. Jangan belum apa-apa sudah lengah dan buru-buru menganggap covid-19 sudah mati. Padahal, seperti kata Maria, virus covid-19 masih ada di sini, mereka tak pergi ke mana-mana.

Tedros pun menyampaikan pengumuman pencabutan kedaruratan covid-19 ialah penanda untuk beralih dari mode darurat ke mode penanganan covid-19 bersama penyakit menular lainnya. Bukan untuk membuat lengah. Bukan pula untuk dijadikan alasan negara merombak, apalagi membongkar sistem penanganan pandemi yang telah mereka bangun.

Pembangunan sistem dan infrastruktur untuk menghadapi pandemi itulah yang mahal. Saat covid-19 menyerang pertama kali, banyak negara kelabakan melawannya karena sektor kesehatan mereka tak siap secara sistem, infrastruktur, ataupun sumber saya manusia. Pandemi covid-19 seperti membuka mata dunia bahwa hampir semua negara abai membangun sistem kesehatan yang kuat menghadapi pandemi yang berlevel dahsyat.

Itulah mungkin alasan WHO tak buru-buru mengakhiri pandemi. Di satu sisi mereka tidak mau membuat negara dan masyarakat dunia lengah. Di sisi lain mereka memberi kesempatan tiap negara untuk menyempurnakan sistem infrastruktur kesehatan sekaligus membangun skema respons dan pembiayaan yang mumpuni. Dengan begitu, negara akan berdaya saat harus berhadapan dengan pandemi yang kita tak tahu bakal datang kapan lagi.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?