Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kerja Menunggu Viral

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
04/5/2023 05:00
Kerja Menunggu Viral
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DI era kini, media sosial sejatinya tidak hanya menjadi platform untuk menampilkan eksistensi seseorang. Dulu, ketika awal-awal media sosial baru saja booming, mungkin masih begitu, tujuan orang bermedia sosial sebatas untuk memampangkan siapa dirinya, aktivitas apa yang sedang dilakukan, atau dengan siapa saja ia bergaul.

Namun, laiknya habitat tempat ia hidup, yakni dunia digital yang terus berkembang, fungsi media sosial pun ikut bertransformasi. Kini, ia tak sekadar menjadi platform untuk pamer diri, walaupun praktik ini sampai kapan pun tampaknya bakal terus ada. Belakangan media sosial juga telah berkembang menjadi semacam watchdog, anjing penjaga.

Beberapa platform media sosial saat ini bahkan sangat efektif sebagai sarana untuk menyampaikan sinisme dan kritik, dari kritik sosial hingga kritik terhadap penguasa alias pemerintah. Mulai dari sinisme remeh, yang (sayangnya) kadang masih dibumbui ujaran kebencian, sampai kritikan yang betul-betul serius yang disertai dengan data-data penunjang.

Harus diakui, sebagai watchdog, semakin ke sini media sosial semakin dipandang. Kian ditakuti. Gonggongannya mungkin sudah hampir sama kerasnya dengan gonggongan pers ketika mengkritik sebuah kebijakan. Dalam beberapa hal tertentu, postingan kritik di media sosial bahkan lebih didengar dan lebih cepat direspons.

Coba perhatikan saja, begitu objek sasaran kritikan sudah viral di platform media sosial, siap-siap saja si pelaku atau pemangku kepentingan atas objek kritikan itu 'dirujak' netizen alias warganet. 'Dirujak' adalah istilah yang kerap digunakan para komentator di dunia maya untuk menggantikan kata di-bully. Setelah habis-habisan dirujak di dunia maya, mereka 'dihabisi' lagi di dunia nyata.

Contohnya banyak. Ramai-ramai soal flexing yang kemudian membuka tabir kelakuan tak peka sosial sejumlah pejabat di pusat sampai daerah, itu juga diawali dari viralnya postingan di platform Twitter. Mereka, para pelaku flexing (atau keluarganya) awalnya hanya menjadi bulan-bulanan di media sosial. Tetapi, atas desakan warganet juga, pihak berwenang kemudian turun tangan. Mereka pun harus menjadi pesakitan di dunia menghadapi pemeriksaan pengawas internal instansi, polisi, bahkan KPK.

Contoh lain misalnya kasus penganiayaan di Medan yang melibatkan anak seorang perwira polisi sebagai pelaku. Peristiwa yang terjadi Desember 2022 itu sepertinya tidak bakal diusut kalau tidak ada yang menguak video penganiayaan itu ke media sosial. Setelah viral di Twitter, barulah polisi menangkap Aditya Hasibuan dan menjadikannya tersangka. Ayah pelaku, AKB Achiruddin Hasibuan, yang diketahui ikut menyaksikan penganiayaan, belakangan juga dipecat dari kepolisian dan ikut dijadikan tersangka.

Dua contoh tadi sedikit banyak memperlihatkan kekuatan dan pengaruh media sosial yang begitu besar saat ini. Banyak fakta dan kasus yang masih terpendam (atau memang sengaja dikubur dalam-dalam) akhirnya mendapat perhatian setelah diviralkan di platform media sosial. Ada sisi bagusnya, tapi ada pula sisi buruknya karena pada saat yang sama ini juga membuktikan nihilnya pengawasan. Seolah-olah menjadi sebuah tren: viral dulu baru ditangani.

Yang terjadi di Lampung pun hampir sama. Setelah seorang Tiktoker asal Lampung mengkritik kinerja Pemerintah Provinsi Lampung, terutama terkait banyaknya infrastruktur jalan yang rusak parah di platform Tiktok, Gubernur Lampung dan sejumlah bupati di provinsi itu menjadi sasaran rujakan di media sosial karena respons yang mereka berikan justru membikin marah warganet. Alih-alih langsung memperbaiki, malah mengancam orangtua si pengkritik.

Pada akhirnya, program perbaikan jalan di Lampung memang dilakukan. Terlebih, Presiden Joko Widodo, yang mungkin juga mengikuti isu yang viral tentang jalanan Lampung, mendadak ingin berkunjung ke sana. Maka, dikebutlah perbaikan jalan-jalan rusak itu. Namun, lagi-lagi, sesungguhnya itu memperlihatkan sebuah pola kerja yang memprihatinkan.

Masa mesti viral dulu baru diperbaiki? Masa harus menunggu dirujak warganet dulu baru sigap bekerja? Ada ungkapan dalam bahasa Jawa, ngono yo ngono, ning ojo ngono. Responsif terhadap kritik yang disampaikan di media sosial itu bagus. Gerak sigap menyelesaikan poin-poin kritikan yang viral di media sosial, itu juga diperlukan.

Namun, itu bukan berarti pemerintah atau penegak hukum bisa seenaknya mengabaikan pengawasan dan evaluasi terhadap diri sendiri, bukan? Apa perlu tukar tempat dengan warganet?



Berita Lainnya
  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.