Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
PEKAN lalu saya bertemu dengan kawan lama, seorang dosen. Ia tengah galau. Pangkal soal kegalauannya ialah arah demokrasi kita yang, menurut dia, kian tidak menentu. Ia membahasakannya: demokrasi kita 'dibajak' elitenya elite.
Dengan menggebu-gebu ia mengisahkan bagaimana elitenya elite itu mendiktekan capres-cawapres Pilpres 2024 sesuai kehendaknya. Ia juga bercuriga elitenya elite itu berusaha menggagalkan laju capres tertentu yang dianggap bisa membahayakan kelangsungan pemerintahan saat ini.
Maka, bagi sang teman, perhelatan demokrasi kita tahun depan terancam tanpa kontestasi. "Saya risau, para pemilih kita tidak punya pilihan alternatif. Kalau caranya begini, bisa-bisa kita hanya seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Dipaksa manut saja," sang teman memaparkan.
"Loh, bukannya sejumlah indikasi telah mengarah kepada munculnya sejumlah calon? Bukan calon tunggal?" Saya menyergahnya.
Ia menjawab bahwa sebagian calon yang ada sudah 'disediakan' oleh elitenya elite tadi. Di sisi lain, jalan calon alternatif dibikin sempit, terjal, licin, berbatu, dan seterusnya yang mengarah kepada penjegalan. Jika kondisi seperti itu terus berlangsung hingga hari H nanti, tegas sang teman, sama saja demokrasi kita tanpa kontestasi.
Padahal, ia meneruskan, demokrasi pada hakikatnya ialah menempatkan kedaulatan rakyat pada posisi tertinggi di pemerintahan. Hingga saat ini, demokrasi masih dianggap sebagai sebuah sistem politik yang terbaik di beberapa negara.
Sebagai bentuk dari sistem politik, demokrasi mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat dalam memilih calon pemimpin yang sedang bersaing memperebutkan jabatan publik di suatu pemerintahan sehingga dapat disimpulkan terdapat dua unsur penting dalam penerapan pemilihan umum, yaitu adanya unsur partisipasi masyarakat dan kontestasi dari para calon peserta pemilihan.
"Secara normatif, ketiadaan kontestasi dalam sebuah pemilihan (uncontested election) mencederai roh sebuah demokrasi. Sejatinya, rakyat diberikan hak dan kesempatan yang sama dalam memilih berbagai pilihan alternatif," sang teman yang dosen itu memberondong saya dengan penjelasan.
Ketiadaan kontestasi dalam pemilihan, ia melanjutkan, merupakan sebuah kebuntuan demokrasi yang perlu didobrak. Jangan sampai, jelasnya, demokrasi kita mengarah ke situasi post-democracy (istilah yang dipopulerkan oleh Colin Crouch, seorang sosiolog Inggris yang juga pengamat demokrasi).
Post-democracy memiliki kecenderungan di antaranya ialah kondisi ketika keterlibatan masyarakat dalam dunia politik bersifat terbatas atau artifisial saja. Hampir semua aspek kehidupan politik ditentukan oleh elite, khususnya elitenya elite (creme a la creme). Dalam situasi tersebut, visi dan gerak politik lebih ditentukan oleh saran-saran political advisor yang berorientasi mengakomodasi kepentingan elite dan oligarki ketimbang kepentingan riil masyarakat akar rumput.
Dalam post-democracy, terdapat kecenderungan menggunakan cara-cara populisme dan artifisial (post-truth) dalam berpolitik. Hal ini terjadi karena pada kondisi post-democracy, pertarungan ide tidak diperlukan. Yang terpenting ialah bagaimana membangun pencitraan dan memenangi emosi pemilih dengan janji-janji politik yang menggiurkan. Berkembang sebuah kontestasi seputar meningkatkan citra diri dan menjatuhkan kelompok lawan, yang akhirnya berujung pada pembodohan dan penurunan kualitas demokrasi.
"Saya takut, kegalauan saya ini juga menggelayuti pikiran banyak orang. Bisa-bisa muncul gejala people ignorance. Dalam banyak momen politik, antusiasme berpolitik masyarakat akan menurun," tanpa henti sang teman nyerocos dengan aura pesimisme yang, menurut saya, kelewat batas.
Selama tiga jam, saya menjadi pendengar setia. Kopi hitam sudah berkali-kali kami seruput, hampir menyisakan cekakik (ampas kopi). Gerah juga mendengarkan orang berbicara pesimistis sepanjang pertemuan.
Dengan kalimat singkat, saya menyela, "Politik kita itu dinamis. Kerap zigzag dan penuh kejutan. Jangan melihat politik kita linear seperti rel kereta api. Politik kita kerap seperti hujan sehari yang menghapus panas setahun. Jadi, ojo nggumunan, ojo kagetan (jangan cepat takjub, jangan mudah terkejut)."
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved