Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
BELAKANGAN, entah kenapa, angin menjadi sosok yang rada akrab dengan ruang sidang. Baik ‘Angin’ sebagai nama orang maupun ‘angin’ dalam arti sebenarnya alias sebagai peristiwa pergerakan udara. Yang satu makhluk hidup, satu lagi benda mati, tapi keduanya sama-sama bisa bikin ulah yang membuat mereka harus bersentuhan dengan pengadilan.
Angin yang pertama ialah Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sebelum menjadi pesakitan di ruang sidang, pada 2021 lalu, ia dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pengurusan dan rekayasa nilai pajak.
Dalam sidang perkara tersebut, Angin yang pertama ini oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dijatuhi vonis pidana penjara sembilan tahun. Tak terima dengan vonis itu, Angin mengajukan langkah hukum lanjutan sampai tahap kasasi. Pada sidang kasasi, Mahkamah Agung menguatkan vonis sembilan tahun penjara terhadap Angin.
Namun, rupanya perjumpaan dia dengan ruang sidang tak berhenti di situ. Pada Februari 2023, Angin Prayitno kembali diseret ke meja hijau setelah KPK lagi-lagi menetapkannya sebagai tersangka. Kali ini dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). TPPU Angin merupakan pengembangan perkara korupsi perpajakan 2016-2017 di Ditjen Pajak.
Berikutnya, Angin yang kedua. Dia ialah Terbit Rencana Perangin Angin, Bupati Langkat nonaktif, yang pada awal 2022 lalu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus dugaan suap proyek di lingkungan pemerintah Kabupaten Langkat. Dalam prosesnya, KPK menyita Rp8,6 miliar dari rekening bank tersangka dan pihak lain sebagai barang bukti.
Singkat cerita, sama seperti Angin yang pertama, Angin yang kedua ini divonis sembilan tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, dalam sidang banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mendiskon hukuman Angin menjadi 7 tahun 6 bulan penjara. Kini kasus itu masih bergulir setelah KPK mengajukan kasasi pada Februari 2023.
Terakhir, angin yang ketiga, ini yang paling aneh dan absurd, yaitu angin yang berhembus di Stadion Kajuruhan, Malang, tatkala terjadi tragedi paling memilukan dalam sejarah sepak bola Indonesia yang menewaskan 135 jiwa, 1 Oktober 2022 lalu. Angin terbawa-bawa dalam kasus ini saat hakim ketua sidang Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya, Abu Achmad Sidqi Amsya, membacakan putusan terhadap terdakwa eks Kepala Satuan Samapta Polres Malang AK Bambang Sidik Achmadi.
Dalam persidangan yang digelar Kamis (16/3) pekan lalu itu, majelis hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap Ajun Komisaris Bambang. Vonis bebas itu saja sebenarnya sudah mengejutkan sekaligus membuat marah public, terutama keluarga korban. Namun, tunggu dulu, jangan buru-buru terkejut. Pertimbangannya ternyata lebih bikin kaget, saking anehnya.
Menurut hakim, tidak ada gas air mata yang ditembakkan anggota Samapta ke arah penonton di tribune. "Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang, saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," kata hakim. "Ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribune selatan," katanya.
Awam pun bisa melihat, itu jelas pertimbangan putusan yang aneh seaneh-anehnya. Sedari awal kejadian saja, dari gambar dan video yang bisa bebas kita saksikan, jelas-jelas asap gas air mata itu memenuhi tribune penonton. Itu yang kemudian membuat penonton panik dan berebutan ingin keluar stadion. Pada momen itulah korban banyak berjatuhan.
Lha, ini kok malah ujug-ujug hakimnya sok menjadi pakar cuaca, sampai bisa membaca arah angin dan memastikan angin itu membawa asap keluar dari stadion. Dengan mimik tanpa ekspresi, sang hakim yang sok tahu soal angin itu seolah enteng saja membacakan pertimbangan yang sedemikian janggal tanpa menggubris bahwa rasa keadilan masyarakat, terutama korban dan keluarganya, telah tercederai atas putusan tersebut.
Maka lumrah kalau orang-orang jengkel. "Angin itu, kalau benaran ada, berhembusnya di stadion, tapi kenapa malah hakim yang di ruang sidang yang kena masuk angin?" kata seorang teman yang kebetulan berasal dari Jawa Timur dengan dongkol.
Publik pun kini berharap-harap cemas. Akankah si angin bakal menjadi pesakitan seperti dua Angin yang lain? Ya, boleh jadi, berkat alasan hakim tadi, setelah ini polisi akan memeriksa si angin, menjadikannya tersangka, dan kemudian jaksa akan menyeretnya pula ke meja hijau. Semoga sih tidak, biar si angin tetap bisa bebas berhembus menyejukkan hati orang-orang yang hari ini mulai berpuasa Ramadan.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved