ADA persamaan antara Ahmad Saefudin dan Zulkifli. Keduanya sama-sama tercatat sebagai penerima bantuan sosial (bansos), tapi nama mereka disebut-sebut sebagai pemilik mobil mewah.
Bansos didefinisikan sebagai bantuan berupa uang, barang, atau jasa kepada seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial.
Penerima bansos ialah orang miskin. Adapun kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial di APBN 2023 sebesar Rp476 triliun.
Sungguh ironi bahwa nama-nama penerima bansos sering dipakai atau dicatut sebagai pemilik mobil mewah. Ahmad Saefudin, misalnya, seorang penerima bantuan sosial pada saat covid-19. Ia disebut-sebut sebagai pemilik awal Jeep Rubicon milik eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Harga mobil baru jenis itu mulai dari Rp1,5 miliar. Orang yang disebut sebagai pemilik mobil mewah itu tinggal di sebuah gang daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Begitu juga dengan Zulkifli yang tinggal di sebuah gang sempit daerah Tamansari, Jakarta Barat. Meski Zulkifli masuk kategori penerima bansos, namanya justru tercatat sebagai pemilik mobil merek Bentley Continental.
Nama Zulkifli diketahui sebagai pemilik mobil mewah setelah Badan Pajak dan Retribusi Daerah Jakarta bersama Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap melakukan operasi pajak kendaraan mobil mewah pada 28 Januari 2019.
Masih banyak nama penerima bansos yang dicatut orang kaya hanya demi menghindari pajak progresif atau pajak yang dikenakan untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya. Belum lama ini ditemukan 336 mobil mewah di DKI Jakarta yang menggunakan identitas palsu. Penemuan tersebut berawal dari pencocokan data dengan program bansos.
Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan, dan properti dengan menggunakan nama kepemilikan orang lain sering dipakai dalam kasus pencucian uang. Pengertian pencucian uang ialah suatu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang dari aksi kejahatan sehingga seolah-olah tampak menjadi harta kekayaan yang sah.
Tipologi lain pencucian uang yang sering terungkap di pengadilan ialah penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung dan mentransfer. Modusnya ialah meminjamkan KTP dengan alasan pembagian sembako.
Modus peminjaman KTP itu dialami satu keluarga yang tinggal di gang sempit di Jakarta Barat. Sang bapak memiliki Mercedes-Benz dan istrinya tercatat memiliki Toyota Harrier, serta putra mereka tercatat memiliki Bentley tipe Continental GT. Fakta mereka memiliki mobil mewah terkuak pada saat petugas menagih tunggakan pajak pada 2019.
Para penyelenggara negara juga menggunakan modus pemakaian nama orang lain. Tujuannya ialah menghindari harta mereka tercatat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
LHKPN adalah laporan dalam bentuk dokumen, tetapi tidak terbatas pada dokumen elektronik tentang uraian dan perincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran, dan data lainnya atas harta kekayaan penyelenggara negara. Tujuan pelaporan itu untuk mencegah korupsi.
Tingkat kepatuhan penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan patut diacungi dua jempol, hampir 100%. Akan tetapi, tingkat akurasi LHKPN sangat rendah. Data KPK menunjukkan, dari hasil pemeriksaan 1.665 penyelenggara negara pada periode 2018-2020 diperoleh fakta bahwa 95% LHKPN yang disampaikan tidak akurat.
Akurasi 5% itu yang menyebabkan LHKPN belum mampu mencapai tujuan awal dalam mencegah penyelenggara publik melakukan korupsi dan belum mampu mendeteksi praktik illicit enrichment (peningkatan kekayaan secara tidak sah).
Kiranya kasus kepemilikan Jeep Rubicon atas nama penerima bansos menjadi pintu masuk untuk mengusut niat jahat pemilik mobil mewah di negeri ini. Diusut setuntas-tuntasnya dan patut dijatuhi sanksi seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera.
Efek jera yang diharapkan, salah satunya ialah menghentikan arogansi di jalan raya. Sebuah penelitian dari University of Nevada, Las Vegas, Amerika Serikat, menemukan korelasi antara arogansi dan kepemilikan mobil mewah.
Disebutkan bahwa pemilik mobil mewah merasa superior ketimbang pengguna jalan lain yang lebih murah kendaraannya atau para pejalan kaki. Tingkat arogansinya meningkat 3% untuk setiap US$1.000 harga kendaraannya. Meski demikian, tentu saja masih banyak pemilik mobil mewah yang mampu merawat kewarasan adab.