Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
KETIKA mendengar nama guru besar atau profesor, asosiasi sebagian besar orang merujuk pada ciri-ciri, antara lain, sudah berumur, gila baca atau suka baca hingga berkaca mata minus, matang, tenang, arif dan bijaksana, berintelektualitas tinggi, sederhana, memiliki kecakapan inteligensi dan emosional yang baik, juga bertata bahasa yang baik dan santun.
Bila ada dalam sebuah forum, namanya sering disebut paling awal. Duduknya pun terhormat atau paling depan bersama para tamu VIP lainnya. Jika ada masalah dalam sebuah forum, nasihat, arahan, atau saran dari sang profesor selalu dinanti. Sebuah forum sepertinya merasa tenang kalau seorang profesor berada di tengah-tengah mereka.
Wajar apabila gambaran sebagian besar orang tentang sosok seorang profesor seperti di atas. Masyarakat masih menempatkan sosok manusia langka ini di tempat yang terhormat dengan segala penghargaan yang diberikannya. Masyarakat dengan senang hati mengapresiasi sosok tersebut.
Gambaran itu tidak salah, bahkan benar adanya. Pasalnya, regulasi menempatkan guru besar sebagai sosok yang istimewa. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang (UU) No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
Tak mudah meraih jabatan akademik guru besar atau profesor. Pasal 49 menjelaskan apa dan bagaimana tugas profesor tersebut. Pertama, profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
Kedua, profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
Ketiga, profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lain yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna. Keempat, pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Calon guru besar lebih disukai yang memiliki pengaruh di masyarakat dan bisa membangun diskursus intelektual di ruang publik dengan aktif menulis opini di media nasional dan menjadi narasumber media sesuai disiplin ilmunya.
Kalau melihat gambaran yang begitu mulia tentang sosok profesor dan regulasi yang begitu ketat untuk mencapai gelar kebanggaan tersebut, siapa pun yang memiliki akal sehat dan hati nurani akan tersayat bila melihat beragam fakta hukum yang menyeret profesor ke dalam pusaran korupsi. Misalnya, dalam kasus suap penerimaan mahasiswa baru Jalur Mandiri Universitas Lampung 2022 yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, selain mantan Rektor Unila Profesor Karomani, ada dua profesor lain yang diduga terlibat dalam praktik mahasiswa titipan itu. Dari kasus jual beli kursi mahasiswa baru tersebut, sang rektor berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp4 miliar dengan kode ‘infak untuk pembangunan Lampung Nahdhiyyin Center’.
Bukan kali ini saja profesor terlibat praktik rasuah. Sudah puluhan profesor terjaring kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan perguruan tinggi menyumbang sebanyak 86% koruptor di Indonesia. Nurul menyampaikan hal itu dalam pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan bagi mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, tahun lalu. Dari para pelaku korupsi itu di antaranya ada guru besar.
Kampus sejatinya tidak boleh sembarangan memberikan gelar profesor. Sejumlah perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, diakali oleh profesor kaleng-kaleng untuk meraih gelar itu dengan menyewa jasa joki dalam membuat karya ilmiah. Boleh jadi pihak kampus juga mengetahui praktik lancung para calon ‘profesor jalan pintas’ tersebut.
Ada jabatan profesor yang mengacu pada UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada pula pula profesor kehormatan yang merujuk pada Permendikbudristek 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi. Peraturan menteri ini melaksanakan ketentuan Pasal 72 ayat (6) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Kini, Universitas Gadjah Mada dirundung kehebohan terkait rencana pemberian gelar profesor kehormatan kepada salah satu pejabat publik. Ratusan dosen UGM menolak pemberian gelar profesor kehormatan kepada individu di sektor non-akademik, termasuk pejabat publik.
Pemberian gelar profesor kehormatan juga sempat menjadi buah bibir ketika Universitas Pertahanan memberikan gelar itu kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri pada 2021.
Merujuk ke Pasal 72 ayat (6) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tidak mudah juga untuk meraih gelar profesor kehormatan. Syaratnya, orang dari kalangan non-akademik itu harus memiliki kompetensi luar biasa.
Mari kita menjaga muruah perguruan tinggi, termasuk menjaga gelar terhormat guru besar atau profesor. Tabik!
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved