Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
ANIES Baswedan sedang diterpa dua persoalan. Pertama, kredibilitasnya digoyang terkait dengan utang kala berkompetisi di Pilkada DKI Jakarta 2017. Kedua, kesetiaannya pada janji dipertanyakan menyangkut deal politik dengan Prabowo Subianto.
Erwin Aksa-lah yang awalnya mengungkap utang Anies. Dalam sebuah podcast, dia menyebut ada perjanjian utang piutang antara Anies dan Sandiaga Uno ketika keduanya berpasangan di Pilkada DKI.
Erwin yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Golkar ialah pendukung Anies-Sandi saat itu. Menurutnya, agar logistik lancar, Sandi yang punya duit memberikan pinjaman kepada Anies. Jumlahnya terbilang besar, mencapai Rp50 miliar. Apakah utang piutang itu sudah dilunasi? Erwin bilang, barangkali belum.
Benarkah Anies pernah berutang Rp50 miliar seperti kata Erwin? Sandi mengamini. Apakah Anies sudah membayar utangnya? Sandi tak memberikan jawaban pasti. Dia kemudian bahkan memilih untuk tidak memperpanjang masalah itu lagi. Dia mengaku telah salat Istikharah, telah berkonsultasi dengan keluarga.
Sebagai pihak yang memulai, semestinya Erwin dan Sandi yang mengakhiri. Namun, keduanya bersikap setengah hati. Keduanya enggan menuntaskan cerita nan sensitif itu. Keduanya seirama bahwa Anies pernah berutang, juga senada untuk tak memberikan kepastian apakah Anies sudah melunasi kewajibannya.
Erwin dan Sandi memilih meninggalkan tanda tanya di ruang publik. Keduanya memilih menyisakan kecurigaan yang memercikkan stigma ke wajah Anies. Perhatikan saja, bak mendapatkan amunisi baru, buzzer-buzzer pembenci Anies, lawan-lawan politik Anies, langsung menyerang Anies habis-habisan.
Ketika kisah utang piutang hanya diungkap setengah, ia tak berdampak apa-apa bagi yang mengungkap, bagi yang punya piutang. Namun, ia punya efek jelek bagi yang lain, bagi yang berutang.
Situasi yang sama terkait dengan soal perjanjian politik antara Anies, Sandi, dan Prabowo. Sandi sendiri yang mengungkap adanya deal itu, juga dalam sebuah podcast pada 26 Januari silam. Kata dia, perjanjian itu ditulis Fadli Zon jelang Pilgub DKI 2017 dan masih berlaku sehingga harus dipatuhi semua yang menandatangani.
Namun, sama seperti soal utang piutang, detail perjanjian tak dibeberkan. Tak jelas apakah di dalamnya termasuk kesepakatan bahwa Anies tidak akan nyapres jika Prabowo masih nyapres. Atau, apakah kesepakatan soal itu hanya berlaku untuk Pilpres 2019 yang telah dipatuhi Anies?
Fadli Zon yang ditanya kemudian pun enggan memberikan penjelasan terperinci. Padahal, dia tahu betul item per item karena dialah yang mengedraf dan menulisnya. Fadli hanya menyebutkan ada tujuh poin, urusannya urusan pilkada. Itu saja.
Begitulah, semuanya dibiarkan abu-abu, padahal kalau mau, sangat gampang membuatnya terang. Pihak Anies memang sudah mencoba meluruskan duduk persoalan. Menurut mereka, utang piutang itu betul ada, tetapi sudah selesai. Perjanjiannya utang dianggap lunas jika Anies-Sandi menang. Sejarah mencatat Anies-Sandi menjadi kampiun Pilkada DKI 2017.
Namun, pembelaan dari yang terstigma tak berarti banyak ketika narasi negatif telanjur menyebar ke publik. Pelurusan masalah hanya efektif jika dilakukan pihak yang memunculkan permasalahan. Actori incumbit probatio, actori onus probandi. Siapa yang mendalilkan, dia harus membuktikan, prinsip itulah yang semestinya dipatuhi Erwin dan Sandi. Sayang, hingga detik ini, keduanya tak melakukannya.
Publik butuh kejelasan. Kiranya rakyat tak akan suka dengan calon pemimpin yang ngemplang utang, yang suka berkhianat. Dalam khazanah Jawa, orang seperti itu akan terkena sengkolo sambit. Dia sial seumur hidup akibat tak mau bayar utang.
Namun, jangan pula memolitisasi utang piutang. Kalau Anies memang belum melunasi utang, mengingkari perjanjian, perlihatkan buktinya, tunjukkan dokumennya. Kebalikannya, kalau Anies memang sudah melunasi utang, katakan sejujurnya. Itu baru namanya berpolitik bermartabat, yang menjunjung tinggi etika.
Erwin, Sandi, dan Anies sudah lama berkawan dan saya yakin secara personal kini tetap teman. Namun, ketiganya kini berbeda haluan politik. Konon dalam politik, dulu kawan sekarang bisa menjadi lawan.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved