Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
NAMA baik sama maknanya dengan citra diri. Keduanya terbentuk melalui ketekunan membangun kebaikan diri. Tidak ada nama baik yang muncul secara tiba-tiba atau terbentuk dengan hanya mengandalkan bedak-bedak polesan di permukaan. Membangun nama baik jelas butuh perjuangan. Karena itu, ketika nama atau citra baik sudah terbangun dan suatu saat tercederai atau dicederai, pemulihan nama baik juga harus menjadi jalan perjuangan.
Kiranya itu pula yang menjadi tujuan besar dari perjuangan keluarga dan kerabat Muhammad Hasya Atallah Saputra. Hasya ialah mahasiswa UI yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas yang melibatkan purnawirawan Polri, tetapi malah sempat ditersangkakan oleh polisi. Selain menggugat rasa keadilan polisi dalam penanganan kasus tersebut, memulihkan nama baik Hasya adalah target kunci perjuangan mereka.
Bayangkan saja, dengan menyandang status tersangka atas kasus yang menewaskan dirinya sendiri, arwah Hasya barangkali tidak akan tenang meninggalkan dunia. Embel-embel tersangka itu bahkan mungkin akan membuat malaikat terheran-heran melihat kelakuan manusia. Keluarga yang sebetulnya sudah ikhlas Hasya menjadi korban dalam kecelakaan, pun pada akhirnya tidak terima bila sang anak kembali menjadi korban untuk kedua kalinya gara-gara kesalahan penanganan hukum. Double victim.
Syukurlah, melalui perjuangan keluarga yang tak kenal henti ditambah desakan bertubi-tubi dari publik secara luas, polisi akhirnya meminta maaf dan mencabut status tersangka Hasya. Mereka mengakui ada ketidaksesuaian administrasi prosedur dalam proses penyidikan kasus kecelakaan itu. Sebagai tindak lanjut dari pencabutan status tersangka itu, polisi juga memulihkan nama baik Hasya.
Lalu, berhentikah kasusnya di situ? Semestinya tidak. Pengakuan salah dan permintaan maaf tetap patut diapresiasi. Namun, polisi tak boleh merasa puas dan berhenti pada kata maaf. Minta maaf bukan jalan pintas untuk lepas dari jerat hukum.
Ketika mereka mengaku ada ketidaksesuaian prosedur dalam proses penyidikan kasus kecelakaan tersebut, harusnya ada pihak yang bersalah. Entah itu institusinya, aparat penyelidiknya, atau pejabat penanggung jawabnya.
Membuat orang yang sudah mendiang menjadi tersangka bukanlah pelanggaran sepele karena orang mati seharusnya tidak bisa dianggap sebagai subjek hukum. Lantas apakah pantas untuk sebuah kasus pelanggaran serius seperti itu polisi cukup meminta maaf? Rasa-rasanya tidak. Proses hukum kasus tersebut harus dilanjutkan untuk mencari siapa yang bersalah atau lalai atau teledor sehingga Hasya mesti menyandang status tersangka meski kemudian dibatalkan.
Langkah itu juga penting buat Polri karena pada akhirnya setelah memulihkan nama Hasya, polisi pun punya kepentingan memulihkan citra mereka sendiri yang belakangan tercoreng habis gara-gara banyaknya kasus pidana yang melibatkan aparat kepolisian. Ada pembunuhan Brigadir J, tragedi Kanjuruhan, ada polisi edarkan narkoba, polisi peras polisi, yang terbaru polisi anggota Densus 88 membunuh pengemudi taksi daring, dan sederet kasus lainnya.
Kepercayaan publik terhadap polisi selama ini terus terjerembap. Bahkan saban kali ada kasus hukum yang melibatkan polisi, akan selalu muncul tagar #percumalaporpolisi di beberapa platform media sosial. Respons publik itu merefleksikan ketidakpercayaan terhadap institusi Polri yang sudah mencapai tingkatan kronis.
Memulihkan kepercayaan publik artinya memulihkan nama atau citra baik. Tentu tidak bisa berharap semuanya bakal pulih dengan cepat alias instan. Butuh upaya keras, memang, untuk itu. Tetapi, paling tidak untuk saat ini, pengakuan kesalahan dan permintaan maaf polisi dalam kasus Hasya semestinya bisa menjadi pintu masuk bagi institusi Polri untuk coba mengembalikan kepercayaan sekaligus memulihkan nama baik mereka di mata publik.
Orang bijak pernah bilang, bikin salah itu gampang, yang sulit ialah memperbaiki kesalahan. Menjungkalkan kepercayaan itu mudah, yang susah ialah mengembalikannya ke posisi semula atau bahkan lebih tinggi. Seperti di awal tulisan tadi, kepercayaan, nama, maupun citra yang baik harus dibangun dengan ketekunan dan keseriusan menjalani prosesnya. Siap, Pak Polisi?
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved