Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PEKAN lalu, sebagian pemberitaan di negeri ini mendadak ramai setelah Kaesang Pangarep, putra ketiga Presiden Joko Widodo, mengutarakan niat ingin terjun ke dunia politik. Pada akhirnya, setelah menikmati kesuksesan bersama bisnis-bisnisnya, sepertinya ia ingin mengikuti jejak bapaknya, kakaknya Waki Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan kakak iparnya Wali Kota Medan Bobby Nasution.
Seperti ketiga patronnya itu, Kaesang konon juga mengincar posisi eksekutif sebagai jalan masuk ke kancah perpolitikan nasional. Bukan jalur legislatif. Barangkali ia melihat kesuksesan kedua kakaknya yang langsung terpilih menjadi pemimpin daerah pada kesempatan pertama ikut pilkada menjadi acuannya.
Buat saya, meskipun dahulu Kaesang berkali-kali menyatakan tidak tertarik dengan politik dan tampak lebih enjoy mengurusi bisnis-bisnisnya, keputusan terbarunya itu tidaklah mengagetkan. Sama halnya dengan kakaknya, Mas Wali Kota Gibran, yang dulu selalu ngeles saat ditanya apakah ingin berkecimpung di politik. Tidak tertarik, enggak pernah mikirin, begitu selalu jawaban dia kala itu.
Namun, pada titik tertentu, ia akhirnya ikut dalam kontestasi pilkada di Solo dan berhasil ia menangi. Kini, bahkan menurut survei Indonesia Indicator (I2) yang dirilis medio Januari ini, Gibran berada di posisi teratas sebagai politikus muda terpegah (terpopuler) dan tervokal pada 2022.
Tentu ada perspektif bahwa apa yang dilakukan anak-anak Pak Jokowi naik ke panggung politik nasional itu ialah sebuah upaya 'pelestarian' politik dinasti. Dari sudut pandang yang lain, tapi masih berdekatan, Kaesang juga dipandang tengah mempraktikkan konsep aji mumpung untuk bisa langsung menjadi pemain utama perpolitikan. Mumpung bintangnya sedang terang, mumpung bapaknya sedang berkuasa, mumpung jalan menuju puncak karier politik sedang mulus-mulusnya, dan lain-lain.
Namanya juga perspektif, semua sah-sah saja. Namun, saya lebih tertarik membahas dari sudut pandang berbeda, yaitu tentang ketertarikan anak-anak muda terhadap politik. Kita tahu, sampai saat ini di Indonesia tidak banyak anak muda yang punya minat menjadi pelakon politik. Bahkan, yang melek politik pun sedikit. Mereka cenderung apatis.
Survei terakhir terkait isu tersebut yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Agustus 2022 lalu pun masih menunjukkan tren ketertarikan anak muda Indonesia terhadap politik masih rendah. Khususnya, golongan muda yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah ataupun anggota DPR/DPRD sangat minim.
Hasil survei itu mencatat hanya 14,6% anak muda yang memiliki keinginan mencalonkan sebagai anggota DPR/DPRD dan cuma 14,1% anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sebaliknya, yang tidak ingin berkiprah di jalur legislatif 84,7% dan tak minat menjadi pemimpin eksekutif daerah 85,2%.
Sungguh jomplang. Pantas saja kalau kita lihat pemain politik di Indonesia, ya wajah-wajah tua itu saja yang tampak. Sejujurnya kita butuh lebih banyak anak muda untuk mengimbangi hegemoni kaum tua yang kini masih menguasai perpolitikan dalam negeri. Dunia politik kita butuh regenerasi dan sirkulasi.
Perlu darah segar dari para politikus muda untuk meluruskan jalan demokrasi sekaligus membersihkan kekotoran yang banyak diproduksi oleh politikus tua. Jika sirkulasi itu tak berjalan, ya bakal begini-begini saja jagat politik nasional kita.
Nah, dari sudut itu, keinginan Kaesang untuk muncul di peta politik Indonesia semestinya menjadi kabar baik. Kaesang dengan kepopuleran dan kesuksesannya dalam berbisnis punya kapasitas untuk menarik lebih banyak anak muda lain untuk berkiprah di politik. Sisanya ia tinggal memberi contoh saja bahwa saat terjun menjadi politikus, anak muda tetap harus tampil sebagai anak muda. Segar, energik, antikolot, open mind, penuh gagasan yang implementatif, dan paling penting kuat mental.
Mengapa harus kuat mental karena anak-anak muda ini akan berhadapan dengan kekuatan tak terlihat yang selama ini mengotori politik. Jika tak kuat mental, cepat atau lambat mereka akan terpental. Atau yang lebih parah, karena bermental cemen, mereka mudah tergoda oleh takhta, harta, dan kuasa, kemudian menjual integritas muda mereka dan malah ikut dalam gerombolan pengotor itu.
Hati-hati karena sudah banyak contoh seperti itu di negeri ini.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved