Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Tata Kelola Sepak Bola Kita

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
12/10/2022 05:00
Tata Kelola Sepak Bola Kita
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APA yang mesti dilakukan setelah tragedi Kanjuruhan? Pertanyaan itu terus mengemuka seiring dengan lantunan doa dukacita yang tidak ada putus-putusnya. Memang begitulah seharusnya.

Tragedi kemanusiaan menerbitkan pelajaran. Tujuannya agar tidak ada lagi petaka serupa. Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat. Menukil dari Ebiet G Ade, 'mumpung masih ada waktu, kita mesti berbenah'.

Salah satu hal mendasar yang mendesak untuk dirombak ialah tata kelola sepak bola kita. Seruan itu sebenarnya sudah disampaikan berulang-ulang dalam berbagai kesempatan. Apalagi, korban kematian di sepak bola kita terjadi bukan cuma sekali.

Namun, gerakan perombakan tata kelola akhirnya sepi setelah dukacita terlewati. Istilah saat ini, 'semua kembali ke setelan pabrik'. Kita memang cepat lupa. Amnesia dalam kurun seketika. Benar kata Milan Kundera, perjuangan melawan 'kuasa' ialah perjuangan melawan lupa.

Saya sepenuhnya sepakat dengan desakan masyarakat sepak bola Indonesia bahwa ini saatnya merombak tata kelola. Kita berkejaran dengan waktu, berlari melawan momentum. Mulailah dari keberanian federasi untuk jujur mengakui banyak yang belum beres dengan tata kelola sepak bola.

Soal verifikasi stadion, misalnya. Tragedi Kanjuruhan menunjukkan bagaimana operator liga yang diamanati PSSI tidak melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh. Stadion itu tidak diverifikasi lagi setelah terakhir dilakukan PSSI pada 2020. Padahal, mestinya tiap kompetisi hendak digelar, verifikasi stadion wajib dilakukan.

Hasil verifikasi stadion mestinya juga disampaikan secara terbuka. Mengapa stadion A layak, stadion Z tidak layak, jangan disembunyikan. Kesan seperti itu sempat muncul saat PSSI tidak merestui Persija menggunakan Jakarta International Stadium (JIS) sebagai kandang dengan alasan tidak jelas.

Begitu pula saat PSSI membatalkan penggunaan JIS untuk laga persahabatan timnas melawan Curacao tempo hari. Alasannya berubah-ubah. Awalnya JIS dianggap tidak berstandar FIFA, lalu diralat, terus diralat lagi, terus diralat lagi. Itu memantik kecurigaan publik ada yang disembunyikan dari pembatalan penggunaan JIS itu.

Belum lagi soal standar jaminan keamanan dan kenyamanan suporter yang amat jauh panggang dari api. Banyak yang mengkritik tidak adanya keseragaman standar baku antara tempat yang satu dan yang lainnya.

Aturan-aturan dasar pengamanan sebuah laga pun tidak dipahami secara merata. Ada sosialisasi yang tidak sampai. Bahkan, ada yang curiga tidak ada sosialisasi ihwal regulasi pengamanan pertandingan sepak bola sesuai dengan standar FIFA.

Apa saja langkah-langkah yang harus dilakukan saat ada gelagat yang mengarah ke situasi panas (misalnya muncul nyanyian-nyanyian kebencian, umpatan-umpatan, hingga gerakan tubuh), jangan-jangan tidak dikoordinasikan secara saksama.

Belum lagi soal bagaimana mestinya tampilan tim pengaman di dalam stadion. Mereka tidak boleh menunjukkan gestur keras. Bahkan, seragam pun mestinya disamarkan.

Menengok sejarah, sebetulnya kita termasuk negara yang paling awal memasuki sepak bola sebagai industri. Pada awal 1980, kita sudah punya kompetisi Galatama, saat negara seperti Jepang dan Korea Selatan belum sepenuhnya menata kompetisi mereka. Namun, kita tidak beranjak lagi. Kita berhenti, bahkan sempat mundur.

Menjadikan sepak bola sebagai sebuah industri tersendiri memang tidak bisa secara simsalabim. Namun, tata kelola dengan manajemen yang profesional sudah harus segera dilakukan tanpa menunda-nunda terus.

Saya teringat pernyataan mantan pelatih timnas yang kini menjadi Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri. "Kita terlalu sering menonton liga-liga Eropa yang gemerlap sehingga kita ingin buru-buru meniru mereka, padahal kita hanya mengetahui kulit-kulitnya. Namun, jalan menuju ke sana harus kita mulai," kata Indra, enam tahun lalu.

Kini, perombakan tata kelola itu menjadi keniscayaan. Antusiasme publik terhadap sepak bola kita kian meningkat, hingga akhirnya tragedi Kanjuruhan mengempaskan optimisme itu ke titik nadir.

Namun, perombakan besar-besaran tata kelola sepak bola kita jangan-jangan memang harus dimulai saat berada di titik nadir itu. Duka masih menganga. Pelan-pelan kita menata semuanya agar tidak ada yang sia-sia.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?