Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Transparan karena Tekanan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/8/2022 05:00
Transparan karena Tekanan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TADINYA saya mengira transparansi sudah 100% terpenuhi. Awalnya saya ragu bahwa kelompok penekan masih perlu. Namun, saya keliru. Ternyata, masih ada ruang gelap. Faktanya, kian banyak yang menari di wilayah abu-abu.

Hampir seperempat abad reformasi bergulir, nyatanya keterbukaan masih butuh pelototan. Perlu tekanan. Apa jadinya jika kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo tidak mendapatkan tekanan publik, khususnya perkumpulan marga Hutabarat? Mungkin semua kita akan menyanyi dalam irama 'resmi' mengiyakan keterangan 'institusi resmi' yang skenarionya sudah disusun rapi Ferdy Sambo.

Namun, hadirnya kelompok penekan membuka semua tabir itu. Tabir kejanggalan, tabir kepalsuan, hingga tabir skenario penembakan yang semula dibungkus sebagai 'tembak-menembak' itu. Kasus Sambo memberi sinyal kuat bahwa transparansi yang utuh masih harus terus diperjuangkan. Keadilan mesti terus diikhtiarkan.

Kita memang sudah masuk di alam sistem negara yang demokratis dan terbuka. Namun, masih ada sisa-sisa orang atau kelompok orang yang ingin menyelinap di kala kelengahan tiba. Saat mata kurang melotot dan tekanan mengendur, ada saja yang bermain di ruang gelap. Demokrasi dan transparansi memang telah tumbuh kembang, tapi ada kalanya celah muncul. Demokrasi dan transparansi kita belum sepenuhnya solid, bulat, dan rapat.

Dulu, di era totaliter, tembok negara teramat tebal. Dalam dua setengah dekade, kelompok penekan tak mampu menggetarkan tembok tebal itu. Dalam negara totaliter itu, politik digerakkan secara monolitik. Segala sesuatu dikontrol negara. Suara berbeda tidak boleh ada. Pokoknya, semua mesti seragam.

Kita punya pengalaman seperti itu saat Orde Baru berkuasa. Sampai-sampai ada seloroh tidak ada jawaban yang pasti, bahkan ilmu pasti sekalipun, kecuali penguasa merestui. Satu ditambah satu belum tentu sama dengan dua, tapi tergantung apa kata pak camat, Danramil, dan seterusnya.

Di era itu, demokrasi sekadar perangkat mati. Ada wakil rakyat, tapi hanya berfungsi sebagai tukang stempel. Hanya memberi legitimasi. Cuma boleh koor 'ya', tanpa restu berkata 'tidak', walaupun rakyat yang diwakili menekan wakilnya agar berkata 'tidak'.

Kini, wakil rakyat memang sudah berani berkata 'tidak'. Sering malah. Bahkan, kerap inflasi berkata 'tidak'. Cuma, masih ada yang mengkritik sebagian wakil rakyat 'telat panas'. Kasus Sambo baru dibahas di Senayan setelah duduk perkaranya kian benderang.

Selain itu, komisi hukum DPR baru maraton menggeber memanggil pihak-pihak terkait setelah publik menyindir dengan pertanyaan: di mana DPR? Lalu, muncullah syak wasangka. Ada yang berimajinasi bahwa beberapa anggota dewan 'masuk angin' karena ada 'sesuatu'.

Untungnya, tekanan dan sindiran publik direspons DPR. Sindiran 'masuk angin' dan ada 'sesuatu' pun sementara ini bisa ditepis dan tidak berbasiskan fakta. Setidaknya, itulah yang tergambar saat rapat dengar pendapat antara Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dan Indonesia Police Watch (IPW). Ada atensi tertentu, ada kecenderungan untuk memengaruhi agar IPW memercayai pernyataan 'resmi' dalam kasus Sambo. Namun, tidak ada bukti aliran dana. Tidak ada sesorang memaksa yang lain untuk memercayai skenario Sambo.

Tentu, wakil rakyat harus lebih bekerja keras meyakinkan publik. Ini risiko karena suara Senayan dianggap telat berbunyi. Ibarat orkestra, ia baru masuk saat refrain telah dimulai. Publik tentu tidak mau tahu alasan bahwa para wakil mereka memang sedang masa reses saat kasus Sambo menghangat.

Saya kagum dengan perkumpulan marga Hutabarat yang mampu memainkan peran secara efektif sebagai kelompok penekan. Ia menutup celah saat penyakit membahayakan, yakni business as usual, mulai menjangkiti negeri ini.

Ketika demokrasi diyakini sudah berjalan otomatis, saat transparansi dianggap telah tersistematisasi, dan saat sebagian mata agak meredup dalam mengawasi, kelompok penekan berlabel Hutabarat ini membangunkan semuanya. Horas!



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?