Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Para Penikmat Subsidi

24/8/2022 05:00
Para Penikmat Subsidi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SIAPA sih yang berhak menikmati subsidi? Saya yakin semua yang waras akan menjawab dengan narasi serupa: subsidi ialah hak bagi mereka yang tidak berdaya secara ekonomi, yang miskin papa, yang butuh aksi afirmasi ekonomi.

Namun, sudahkah hak itu sepenuhnya mereka nikmati? Jawabnya juga jelas, belum. Sebagian besar hak mereka justru lebih banyak dinikmati oleh yang sudah berdaya, yang kaya, yang sudah menang garis start secara ekonomi. Tentu, itu bukan gambaran keadilan sosial. Sebaliknya, itu ketimpangan sosial.

Namun, itulah fakta di negeri ini. Bertahun-tahun isu salah sasaran penerima subsidi, khususnya subsidi bahan bakar minyak (BBM), terus-menerus menjadi pembahasan, tetapi belum juga tuntas dibereskan. Pekan lalu, di forum ini, saya menuliskan kondisi itu sebagai simalakama subsidi. Dicabut salah, enggak dicabut terus bermasalah.

Jika subsidi dicabut, harga BBM meroket, inflasi pun bakal melonjak. Dampak berikutnya, daya beli masyarakat bakal rontok. Jika daya beli rontok, pertumbuhan ekonomi pun tergerus. Sebab, separuh pertumbuhan ekonomi kita disokong oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga.

Namun, jika dibiarkan tak terkendali, anggaran negara bakal jebol. Subsidi akan terus membengkak. Saya sepakat dengan istilah seorang analis Rimawan Pradiptyo yang menyebut pembiaran pembengkakan subsidi energi sama saja dengan menanam bom waktu yang tumbuh.

Sayangnya, upaya menjinakkan bom waktu itu masih menggunakan pola penanganan bersifat myopic dan kebijakan yang didasarkan lebih pada anecdotal evidence (mitos) jika dibandingkan dengan hard evidence (realitas).

Kebijakan subsidi BBM pada dasarnya ialah kebijakan yang memanjakan konsumsi masyarakat golongan menengah ke atas dengan dalih melindungi masyarakat berpenghasilan rendah. Konsumsi BBM bersubsidi ialah fenonema compensated consumption.

Artinya, berapa pun konsumsi BBM bersubsidi disediakan, untuk kegunaan apa pun dan oleh siapa pun, akan selalu dipenuhi oleh pemerintah. Berapa pun volume BBM bersubsidi yang keluar dari tangki Pertamina, di akhir tahun pasti akan ditutup pendanaannya oleh pemerintah.

Ada yang menggambarkan fenomena compensated consumption itu seperti memberikan kartu kredit kepada anak remaja dengan nilai kredit yang tidak terbatas. Lalu di pagi hari, remaja tersebut diantar ke mal paling mewah di negeri ini. Remaja pembawa kartu kredit tidak terbatas tersebut diperkenankan membeli barang apa pun dengan harga berapa pun, dan nantinya seluruh tagihan kartu kredit akan ditanggung.

Di malam hari, ketika mal tersebut akan tutup dan si remaja dijemput, adakah orang di bumi ini yang mampu mengestimasi dengan tepat nilai pembelian yang dilakukan remaja tersebut selama sehari itu? Tentu saja jawabannya nihil.

Ilustrasi itu menggambarkan kompleksitas yang dihadapi oleh birokrat dalam mengestimasi konsumsi BBM bersubsidi. Tidaklah mengherankan jika setiap tahun kuota BBM bersubsidi tidak mudah diperkirakan.

Dalam situasi harga minyak dunia yang melambung seperti sekarang, mereka yang mestinya bukan pengguna BBM bersubsidi, ikut-ikutan memakai BBM subsidi. Penjualan BBM bersubsidi memang sudah dibatasi, tapi itu bukan cara menjinakkan bom waktu yang benar. Terbukti konsumsi pertalite dan solar membengkak. Kuota sudah jebol. Subsidi pun terdongkrak hingga lebih dari Rp500 triliun tahun ini.

Sejauh ini penikmat bensin penugasan dan subsidi itu ialah orang-orang mampu dan kaya. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengonfirmasikan bahwa pertalite dinikmati oleh masyarakat mampu setidaknya 80%. Hitung-hitungannya, sebanyak 40% masyarakat terbawah (paling miskin) cuma menikmati 20,7% dari total konsumsi atau sekitar 17,1 liter per rumah tangga per bulan.

Sementara itu, 60% orang terkaya menikmati hampir 80% dari total konsumsi atau 33,3 liter per rumah tangga per bulan. Jadi, ringkasnya sebanyak 60% masyarakat mampu atau yang masuk dalam golongan kaya mengonsumsi hampir 80% dari total konsumsi BBM bersubsidi, sedangkan 40% masyarakat rentan dan miskin hanya mengonsumsi 20% dari total subsidi energi tersebut.

Jelas bahwa kondisi tersebut tidak adil bagi mereka yang mestinya menerima subsidi. Cara menghentikan ketidakadilan itu ialah dengan mengembalikan subsidi dari yang tidak berhak kepada yang berhak. Kalau memang cara terbaik ialah menaikkan harga BBM bersubsidi, lakukan itu saat ini. Apalagi, kalkulasi statistik telah dikantongi.

Tinggal kalkulasi momentum. Ini menyangkut strategi, back-up jaring pengaman bagi yang paling terdampak, serta literasi yang masif dan merata. Jangan ragu-ragu, tapi jangan pula grusa-grusu alias main ‘seruduk’ tanpa perhitungan.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?